BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kalimat merupakan primadona dalam kajian
bahasa. Hal ini disebabkan antara lain karena dengan perantaraan kalimatlah
seorang guru atau dosen dapat menyampaikan maksud secara lengkap dan
jelas.Satuan bentuk bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai pada ttaran
kalimat adalah kata (mis.tidak ) dan frasa atau kelompok kata (mis. tidak
tahu). Kata dan frasa tidak dapat mengungkapkan suatu maksud secara lengkap
dan jelas, kecuali jika kata dan frasa itu sedang berperan dalam kalimat minor
atau merupakan jawaban sebuah pernyataan. Untuk dapat berkalimat dengan baik
perlu kita pahami terlebih dahulu sturuktur dasar suatu kalimat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja
unsur-unsur dalam kalimat?
2.
Bagaimana susunan pola kalimat dasar?
3.
Apa
saja yang menjadi pembagian dalam jenis
kalimat?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa saja yang menjadi unsur-unsur dalam kalimat.
2.
Untuk
mengetahui susunan pola kalimat dasar.
3.
Untuk
mengetahui pembagian jenis kalimat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Kalimat
Dalam pandangan
gramatikal yang menganggap tatabahasa sebagai sub sistem yang hirarkis, kalimat
hanyalah merupakan salah satu satuan yang tetap terikat pada satuan yang lebih besar,
atau dapat berdiri sendiri. Ada kemungkinan, secara relative dalam satuan yang lebih besar kalimat
itu berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, secara actual dan potensial
terdiri dari kalusa. Dalam kaitanya dengan satuan–satuan sintaksis (kata,
frase, kalusa), kalimat dapat dipandang sebagai
suatu kontruksi yang disusun dari konstituen dasar, yang biasa berupa klausa,
disertai intonasi final, dan bila diperlukan dilengkapi dengan konjungsi.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal penting berkenaan dengan konsep kalimat.
Dua hal itu adalah konstituan dasar dan intonasi final. Konstituen dasar itu biasanya
berupa: klausa, kalau pada sebuah klausa diberi intonaso final maka terbentuk lah
sebuah kalimat.
Selain klausa,
frase atau kata dapat pula menjadi konstituen dasar. Hanya saja status
kalimatnya akan berbeda, jika disbandingkan dengan kalimat yang konstituen dasarnya
berupa klausa. Pelangsungan satuan sintaksis
kata atau frase menjadi kalimat, adalah sangat dimungkinkan. Hal ini karena
proses gramatikalisasi satuan sintaksis menjadi kalimat tidak selamanya mengikuti
hirarki atau tataran bahasa secara wajar atau normal. Ada kalanya terjadi penyimpangan,
misalnya pelompatan tingkat.
Dalam peristiwa
pelompatan tingkat ini, bisa saja sebuah kata langsung menjadi kalimat.
Demikian pula halnya bisa saja sebuah frase langsung menjadi kalimat.
Perhatikan contoh–contoh konstruksi berikut
(590) Dini membaca komik di kamar
(591) Dini membaca komik dikamar, sedangkan Dani membaca novel baru
di kebun.
(592) Ketika Dini membaca di kamar, Doni minum di beranda.
(593) Novel baru! (sebagai jawaban terhadap kalimat tanya: apa yang
dibaca Dani)
(594) Dini! (sebagai jawaban atas kalimat tanya: siapa yang membaca
komik).
Kontruksi (590),
(591), (592), (593), (594), adalah kalimat–kalimat. Akan tetapi kalau diteliti
lebih jauh konstituen dasarnya sungguh berbeda. Konstituen dasar kalimat (590)
adalah sebuah klausa terikat, kalimat (591) berapa dua buah klausa bebas,
kalimat (592) berupa: sebuah klausa terikat dan sebuah kata bebas, kalimat,
(593) sebuah frase sedangkan kalimat (594) konstituen dasarnya berupa kata dan tetapi
pelompatan tingkat untuk (593) dan (594)
2.2 Kalimat dan Klausa
Sebagian diantara
kita (penutur bahasa Indonesia), sering maragukan akan perbedaan antara kalimat
dan klausa. Di atas sudah dijelaskan hubungan antara klausa dan kalimat. Dalam hubungan
kalimat dan klausa merupakan suatu konstituen dasar. Dan telah dijelaskan pula
bahwa klausa adalah suatu satuan gramtikal yang secara actual dan potensial dapat
menjadi kalimat. Dalam pertuturan kedalam sebuah klausa dapat diberikan intonasi
final, sehingga terbentuk lah sebuah kalimat.
Mengenai intonasi
final ini, yang member ciri kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif,
yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik, intonasi interogatif,
yang adalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya, dan intonasi seru
yang ditandai dengan tanda seru.
Klausa merupakan
konstituen dasar yang terlengkap bagi sebuah kalimat. Oleh karena itu klausa dipandang
sebagai suatu kontruksi inti suatu kalimat. Di dalam klausa terdapat unsur – unsure
seperti subjek, predikat, objek dan sebagainya, sebagai mana telah dijelaskan pada
bahasan mengenai klausa. Secara lengkap unsur – unsure klausa tersebut menjadi kalimat,
hanya dengan memberikan intonasi final pada klausa tersebut.
Di dalam kalimat
terdapat unsur – unsure seperti tema –tema dan fokus serta latar. Ciri – ciri tersebut
terdapat dalam klausa dan kalimat mana pun.
Untuk
memperjelas hal yang terakhir, perhatikan contoh – contoh berikut:
(595)
Orang itu anaknya lima
(596)
Orang itu lima anaknya
Kedua contoh diatas merupakan kalimat, tetapi hanya satu jenis klausa,
yaitu dengan struktur
Subjek anak orang itu
Predikat lima
Demikian pula
dengan kontruksi (595) berikut, yaitu (595)pendapatnya terus bertambah jumlahnya.
Kontruksi (595)
adalah sebuah kalimat dengan sebuah klausa yang berstrukutur.
Subjek jumlah pendapatannya
Predikat terus bertambah
Dari
contoh yang terakhir dapat ditambahkan bahwa –nya pada jumlahnya merupakan
suatu keharusan dalam pengungkapan kalimat yang konkret yang memberikan status remake
pada jumlah.
Dari
uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa semua, ciri – ciri yang ada dalam klausa
terdapat juga dalam kalimat. Bedanya adalah bahwa klausa merupakan konetituen dasar,
dan sekaligus kontruksi inti sebuah kalimat yang tidak ditandai oleh intonasi
final, sedangkan kalimat ditandai oleh adanya intonasi final.
2.3 Jenis Klausa
Untuk dapat mengklasifikasikan
kalimat, kita dapat menggunakan berbagai kriteria atau tinjauan. Kriteria –
kriteria itu biasanya menggambarkan beberapa dikotomi pembagian.
1. Berdasarkan jenis
klausanya, kalimat dibedakan atas kalimat tunggal kalimat bersusun dan kalimat
majemuk.
Kalimat tunggal
adalah kalimat yang terjadi dari suatu klausa bebasa dan juga yang menyebutkan sebagai
kalimat sederhana, atau kalimat simpleks, atau kalimat ekaklausa. Semua penyebutan itu pada dasarnya sama saja.
Contoh
(596) Dia datang dari Jakarta
(597) Dunia meratapi musibah ini
(598) Saya sedang menulis surat dikamar
(599) Kakekku masih gagah
(600) Mereka bergembira sepanjang hari
(601) Ayah dan Ibu menyambut hari lebaran
Kalimat (596), (597). (598), (599),
(600), dan (601) merupakan kalimat – kalimat tunggal. Kalimat (596) terdiri dari
unsur S, P, K
S dia
P datang
K dari
Jakarta
Kalimat
(597) terdiri dari unsur S, P, O
S dunia
P meratapi
O musibah
ini
Kalimat
(598) terdiri dari unsur S, P, O, K
S saya
P sedang
menulis
O surat
K di
kamar
Kalimat
(599) terdiri dari unsur S, P
S kakekku
P masih
gagah
Kalimat
(600) terdiri dari unsur S, P, K
S mereka
P bergembira
K sepanjang
hari
Kalimat
(601) terdiri dari unsur S, P, O
S ayah
danibu
P menyambut
O hari
lebaran
Kalimat bersusun adalah kalimat yang terjadi dari satu klausa bebas
dan sekurang – kurangnya satu klausa terikat. Untuk sebutan kalimat bersusun ada
beberapa, misalnya kalimat majemuk bertingkat, atau kalimat majemuk subordinatif.
Disebut kalimat bersusun karena dapat dianggap adanya lapisan atau susunanya
itu bagian utama (atasan) dan bagia bawahan. Disebut juga bertingkat karena bagian
– bagiannya mempelihatkan tingkatan yang tidak sama, ada bagian induk, dan bagian
anaknya. Atau dipandang sebagai subordinasi, artinya bagian yang satu tergantung
dari bagian yang lain. Dengan demikian akan dijumpai sebutan klausa utama dan klausa
bawahan, atau ada induk kalimat dan anak kalimat. Tanpak lah hubungan antara bagian
– bagian yang membentuk kalimat bersusun ini tidak setara. Atau klausa – klausa
yang membentuk kalimat bersusun itu memperlihatkan hubungan yang tidak setara.
Untuk menggabungkan klausa – klausa yang tak setara itu, digunakan konjungsi subordinatif,
seperti kalau ,ketika, meskipun, atau karena. Akan tetapi kerap kali hubungan itu
berlangsung secara implisit.
Contoh
(602) dia tidak mecuci mobil karena hari hujan
(603) kalau Dini pergi, Doni pun akan pergi
(604) Dini membaca komik, ketika Doni tidur.
(605) meskipun dilarang oleh Doni, Dini akan pergi juga.
(606) karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan.
Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan
gabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal[1][5]. Dengan kata lain kalimat majemuk adalah
kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan dua predikat. Kalimat majemuk dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Kalimat majemuk setara/koordinatif yaitu gabungan dua pokok pikiran atau
lebih yang kedudukannya setara[2][6].Struktur kalimat yang di
dalamnya terdapat, sekurang-kurangnya, dua kalimat dasar dan masing-masing
dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal.Konjungtor yang menghubungkan
klausa dalam kalimat majemuk setara jumlahnya cukup banyak.Konjungtor itu
menunjuk beberapa jenis hubungan dan menjalankan beberapa fungsi. Berikut tabel
penghubung klausa dalam kalimat majemuk setara:
Jenis Hubungan
|
Fungsi
|
Kata Penghubung
|
1.Penghubung
|
menyatakan penjumlahan atau
gabungan kejadian, kegiatan, peristiwa, dan proses
|
dan,serta,baik,maupun
|
2.Pertentangan
|
mbahwa hal yang dinyatakan dalam
klausa pertama bertentangan dengan klausa kedua
|
tetapi, sedangkan, bukannya, melainkan
|
3.Pemilihan
|
menyatakan pilihan di antara dua
kemungkinan
|
Atau
|
4.Perurutan
|
menyatakan kejadian yang berurutan
|
lalu,kemudian
|
Contoh kalimat
majemuk setara/koordinatif :
1. Anto gemar
menulis sedangkan Anita
gemar menari.
2.
Engkau
tinggal di sini, atau
ikut dengan saya.
3.
Sinta
cantik,tetapi sombong.
4.
Ia
memarkirkan mobil di lantai 3, lalu
naik lift ke lantai 7.
2. Kalimat majemuk
bertingkat/kompleks/subordinatif yaitu kalimat tunggal yang salah satu
jabatannya diperluas membentuk kalimat baru.Dalam kalimat majemuk bertingkat
kita mengenal
a. Induk kalimat
(jabatan kalimat yang bersifat tetap atau tidak mengalami perubahan)
b. Anak kalimat
(jabatan kalimat yang diperluas membentuk kalimat baru.Anak kalimat
ditandai pemakaian kata penghubung dan bila mendahului
induk kalimat dipisah dengan tanda baca koma).
Berikut tabel jenis hubungan
antarklausa,konjungtor,dan fungsinya dalam kalimat majemuk bertingkat.
Jenis Hubungan
|
Kata Penghubung
|
a.waktu
|
sejak,sedari,sewaktu,
sementara,seraya,setelah,sambil,sehabis,sebelum,ketika,tatkala,hingga,sampai
|
b.syarat
|
jika(lau),seandainya,
an-daikata,andaikan,asalkan,kalau,apabila,bilaman,manakala
|
c.tujuan
|
agar,supaya,untuk,biar
|
d.konsesif
|
walau(pun),meski(pun),sekalipun,biar(pun),kendati(pun),sungguh(pun)
|
e.pembandingan
|
seperti,bagaikan,laksa-na,sebagaimana,dari-pada,alih-alih,ibarat
|
f.penyebaban
|
sebab,karena,oleh karena
|
g.pengakibatan
|
sehingga,sampai-sampai,maka
|
h.cara/alat
|
dengan,tanpa
|
i.kemiripan
|
seolah-olah,akan
|
j.kenyataan
|
Padahal
|
k.penjelasan
|
Bahwa
|
l.hasil
|
Makanya
|
Contoh kalimat
majemuk bertingkat/kompleks/subordinatif :
1. Agar koperasi unit
desa (KUD) berkembang,perlu dipikirkan penciptaan kader-kader yang
tangguh.
2.
Ketika memberikan
keterangan,saksi itu meneteskan air mata.
3.
Pembangunan
rumah susun itu memerlukan penelitian sebab
beberapa unit rumah susun belum berpenghuni.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan tenteng kalimat maka
diperoleh beberapa kesimpulan , yaitu :
Kalimat
merupakan bagian ujaran/tulisan yang mempunyai struktur minimal subjek (S),
predikat (P) dan intonasi finalnya menunjukkan bagian ujaran/tulisan itu sudah
lengkap dengan makna (bernada berita, tanya, atau perintah).
Kalimat dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa
jenis menurut (a) jumlah klausa pembentuknya,(b) fungsi isinya,(c) kelengkapan
unsurnya, (d) susunan subjek dan predikatnya,dan (e) sifat hubungan aktor-aksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar