Tampilkan postingan dengan label MATERI KULIAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MATERI KULIAH. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Juni 2019

Materi Prosa


A. Pengertian Prosa
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.

 B. Bentuk-Bentuk Prosa
1. Prosa baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Bentuk-bentuk prosa baru adalah sebagai berikut:
a. Roman
Roman adalah bentuk prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya. Dalam roman, pelaku utamanya sering diceritakan mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Roman mengungkap adat atau aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail dan menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut.
Berdasarkan kandungan isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
Roman transendensi, yang di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Salah Asuhan oleh Abdul Muis, Darah Muda oleh Adinegoro.
Roman sosial adalah roman yang memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat. Biasanya yang dilukiskan mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis St. Sati, Neraka Dunia oleh Adinegoro.
Roman sejarah yaitu roman yang isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-peristiwa sejarah, atau kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja oleh Nur St. Iskandar, Tambera oleh Utuy Tatang Sontani, Surapati oleh Abdul Muis.
Roman psikologis yaitu roman yang lebih menekankan gambaran kejiwaan yang mendasari segala tindak dan perilaku tokoh utamanya. Contoh: Atheis oleh Achdiat Kartamiharja, Katak Hendak Menjadi Lembu oleh Nur St. Iskandar, Belenggu oleh Armijn Pane.
Roman detektif merupakan roman yang isinya berkaitan dengan kriminalitas. Dalam roman ini yang sering menjadi pelaku utamanya seorang agen polisi yang tugasnya membongkar berbagai kasus kejahatan. Contoh: Mencari Pencuri Anak Perawan oleh Suman HS, Percobaan Seria oleh Suman HS, Kasih Tak Terlerai oleh Suman HS.
b. Novel
Novel berasal dari Italia. yaitu novella ‘berita’. Novel adalah bentuk prosa baru yang melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik, dan yang mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut mengakibatkan perubahan nasib pelaku. lika roman condong pada idealisme, novel pada realisme. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria oleh Idrus, Keluarga Gerilya oleh Pramoedya Ananta Toer, Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer, Ziarah oleh Iwan Simatupang, Surabaya oleh Idrus.
c. Cerpen
Cerpen adalah bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau pertikaian, akan tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Contoh: Radio Masyarakat oleh Rosihan Anwar, Bola Lampu oleh Asrul Sani, Teman Duduk oleh Moh. Kosim, Wajah yang Bembah oleh Trisno Sumarjo, Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis.
d. Riwayat
Riwayat (biografi), adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang lain sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa, Prof. Dr. B.J Habibie, Ki Hajar Dewantara.


e. Kritik
Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yang sifatnya objektif dan menghakimi.
f. Resensi
Resensi adalah pembicaraan / pertimbangan / ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari berbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.
g. Esai
Esai adalah ulasan / kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll.

2. Prosa lama
Prosa lama merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan, disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke indonesia, masyarakat menjadi akrab dengan tulisan, bentuk tulisan pun mulai banyak dikenal. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sastra indonesia mulai ada.
Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a. Hikayat
Hikayat, berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, si Pitung, Hikayat si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.
b. Sejarah
Sejarah (tambo), adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.
c. Kisah
Kisah, adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.
d. Dongeng
Dongeng, adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:
1. Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Contoh: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dan lain-lain.
2. Mite (mitos), adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempunyai kekuatan gaib. Contoh: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak, Kelambai, dan lain-lain.
3. Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dan lain-lain.
4. Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Contoh: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dan lain-lain.
5. Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Bhagawagita, dan lain-lain.
6. Dongeng jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dan lain-lain.


e. Cerita berbingkai
Cerita berbingkai, adalah cerita yang didalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.

C. Ciri-Ciri Prosa
Ciri-ciri prosa  secara  umum sebagai berikut:
a. Bentuknya bebas
Prosa memiliki bentuk yang tidak terikat oleh bait, rima, baris. Bentuk prosa umumnya dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat yang membentuk paragraf-paragraf seperti dongeng, tambo, hikayat, dsb.
b. Bahasa
Bahasa dalam prosa dipengaruhi oleh bahasa lain baik Melayu maupun bahasa barat.
c. Tema
Prosa memiliki tema sebagai dasar masalah yang akan dibahas baik istanasentris (dulu) maupun masyarakatsentris (sekarang).
d. Perkembangan
Perkembangan prosa dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang statis maupun dinamis.
e. Pengarang
Prosa memiliki pengarang baik yang diketahui ataupun yang tidak (anonim).
f. Cara penyajian
Prosa dapat disajikan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
g. Pesan/amanat
Prosa memiliki pesan moral yang akan disampaikan kepada pembaca atau pendengar.
h. Urutan peristiwa atau kejadian
Prosa memiliki alur atau jalan cerita dalam menggambarkan suatu kejadian baik itu alur maju, mundur ataupun campuran.
i. Tokoh cerita
Dalam prosa menggunakan tokoh baik itu tumbuhan, hewan maupun manusia yang diceritakan di dalamnya.


j. Latar/setting
Dalam menceritakan suatu kejadian dalam prosa menggunakan latar baik itu latar waktu, latar tempat maupun suasana.
1. Prosa lama
    Prosa lama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat statis
 Prosa lama memiliki bentuk sama, pola-pola kalimatnya sama, banyak kalimat dan ungkapan yang sama, tema ceritanya sama sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lambat.
b. Diferensiasi sedikit
Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur yang sama karena       perhubungan beberapa unsur kuat sekali.
c. Bersifat tradisional
Prosa lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang      sama terdapat dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan di dalam satu cerita    juga sering diulang.
d. Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat (anonim)
Prosa lama merupakan milik bersama yaitumenggambarkan tradisi masyarakat yang lebih menonjolkan kekolektifan daripada keindividualan. Sebagai akibat logisnya, sastra lama dianggap milik bersama (kolektif). Hasil sastra dalam kesusastraan lama tidak diketahui siapa pengarangnya. apabila dicantumkan suatu nama, itu hanya nama penyadur dan bukan nama pengarang yang   sebenarnya. Sebab cerita lama itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang diceritakan secara turun-temurun.
e. Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun
Sejarah menurut pengertian lama adalah karangan tentang asal usul raja dan kaum bangsawan dan kejadian-kejadian yang penting, tanpa memperhatikan perurutan waktu dan kejadian-kejadiannya (tidak kronologis) sehingga alur cerita sulit dipahami. Nama-nama tempat terjadinya perisitiwa juga tidak jelas.
f. Bahasanya menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional
Bahasanya bersifat klise, bahasanya dipengaruhi oleh kesustraan Budha dan Hindu yang sulit untuk dipahami dan dipengaruhi bahasa melayu.
Banyak memakai kata penghubung yang menyatakan urutan peristiwa, misalnya: harta, syahdan, maka, arkian, sebermula, dan lalu.
Banyak memakai bentuk yang tetap sehingga terdapat banyak pengulangan kata, misalnya: Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andalas Palembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan, Muara Tatang namasungainya. (dari Sejarah Melayu) Banyak memakai bentuk partikel pun dan lah Banyak memakai kalimat inversi, misalnya: Syahdan maka bertemulah rakyat Siam dengan rakyat Keling, lalu berperang. Lalu diceritakanlah segala kelakuan tuan putri dengan nahkoda itu.
g. Istanasentris
Ceritanya mengenai raja-raja dengan istananya, pemerintahannya, orang bawahannya, dan lain-lain. Tidak pernah menceritakan orang pada umumnya, bila ada, yang diceritakan adalah orang yang luar biasa. Misalnya, orang yangsangat dungu atau yang sangat cerdik dan orang yang selalu malang.
h. Bersifat lisan dan tertulis
Sastra lama bersifat lisan, disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan, dari mulut ke mulut (leluri) meskipun ada yang disampaiakn dalam bentuk tulisan.
i. Sifatnya fantasis tau khayal
Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
j. Tokoh yang digunakan adalah manusia, hewan dan tumbuhan
k. Amanat/isi/pesan
 Mite, legenda, pendidikan, pelipur lara dan kepahlawanan
2. Prosa Baru
Prosa baru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat dinamis
Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat yang cepat. Unsur-unsur yang membentuk prosa mengalami perkembangan dari masa ke masa.
b. Masyarakatnya sentris
Pokok cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil bahan atau kejadian dari kehidupan masyarakat sehari-hari yaitu hal yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.


c. Bersifat Rasional
Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama yang berjejak di dunia      yang nyata berdasarkan kebenaran dan kenyataan.
d. Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh kesusastraan Barat.
e. Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.
Pembuat prosa baru dinyatakan secara jelas dalam sehingga prosa bukan milik bersama masyarakat namun milik perorangan.
f. Tertulis.
Prosa baru bersifat tertulis yang disampaikan dalam bentuk tulisan.
g. Bersifat modern/ tidak tradisional.
Unsur-unsur dalam prosa mengenai hal-hal yang terjadi pada masa sekarang (modern).
h. Memperhatikan urutan peristiwa
Dalam menggambarkan suatu keadaan disesuaikan dengan urutan kejadian sehingga alur yang digunakan dapat mudah dipahami.
i. Tokoh yang digunakan umumnya manusia.

D. Jenis-Jenis Prosa
1. Prosa Fiksi
Prosa fiksi adalah prosa yang berbentuk karangan/Khayalan yang dibuat oleh pengarangnya. Isi cerita yang dibuat tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta yang terjadi. Prosa fiksi ini disebut juga karangan narasi sugestif/imajinatif. 
Contoh prosa fiksi : Cerpen, novel, dan dongeng
2. Prosa Nonfiksi
Prosa nonfiksi merupakan karangan yang dibuat bukan berdasarkan rekaan/khayalan sang pengarang, tetapi berisi hal-hal berupa informasi faktual ( kenyataan ) atau berupa pengamatan pengarang. Jenis prosa non fiksi ini juga disebut karangan semi ilmiah.
Contoh Prosa nonfiksi : Artikel, tajuk rencana, opini, feature, biografi, tips, reportase, jurnalisme baru, iklan dan pidato.
3. Prosa Deskripsi
Prosa deskripsi adalah karangan yang isinya menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seolah – oleh melihat sendiri objek yang digambarkan itu. 

4. Prosa Narasi
Prosa narasi adalah karangan yang isinya menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dengan tujuan agar pembaca seolah – olah mengalami kejadian yang diceritakan itu. 
 5. Prosa eksposisi
Prosa eksposisi adalah karangan yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi dengan sejelas – jelasnya.
 6. Prosa Argumentasi 
Prosa argumentasi adalah karangan yang berisi idea tau gagasan yang dilengkapi data–data kesaksian bertujuan mempengaruhi pembaca untuk menyatakan persetujuan- nya. 
7. Prosa Persuasi 
Prosa persuasi adalah karangan yang disampaikan dengan cara – cara tertentu, bersifat ringkas, menarik pembaca, hingga pembaca terhanyut oleh siratan ininya. 

E. Unsur Unsur Prosa
1. Unsur Intrinsik Prosa
Sebuah karya sastra mengandung unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat antarunsur tersebut dinamakan struktur pembangun karya sastra. Unsur intrinsik ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari luar karya sastra. Unsur intrinsik yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama memiliki perbedaan, sesuai dengan ciri dan hakikat dari ketiga genre tersebut. Namun unsur ekstrinsik pada semua jenis karya sastra memiliki kesamaan. Unsur intrinsik sebuah puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan, tipografi, enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik yang banyak mempengaruhi puisi antara lain: unsur biografi, unsur kesejarahan, serta unsur kemasyarakatan.
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.


1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami). Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3. Tokoh
Penokohan adalah : Pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra. Tokoh Cerita terdiri atas : Tokoh Protagonis : tokoh dalam karya sastra yang memegang peranan baik. Tokoh Antagonis : tokoh dalam karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh utama,biasanya memegang peranan jahat. Tokoh Tambahan : tokoh yang tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap tidak penting sebagai individu.          Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.    Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
2.    Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.    Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
2.    Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
3.    Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
1.       Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2.       Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
1.    Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2.    Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3.    Melalui penggambaran fisik tokoh.
4.    Melalui pikiran-pikirannya
5.    Melalui penerangan langsung
4.  Alur (plot)
Alur : rangkaian peristiwa / jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian. Macam-macam Alur : – Alur mundur : jalinan peristiwa dari masa kini ke masa lalu. – Alur maju : jalinan peristiwa dari masa lalu ke masa kini – Alur gabungan : gabungan dari alur maju dan alur mundur secara bersama-sama. Dan secara umum Alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut; Pengenalan situasi : memperkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh. Pengungkapan peristiwa : mengungkap peristiwa yang menimbulakan berbagai masalah. Menuju adanya konflik : terjadi peningkatan perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1.    Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2.    Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
3.    Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1.    Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
2.    Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
3.    Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
1.    Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
2.    Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak / dikenali oleh pembaca.
3.    Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
     Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.


5. Latar (setting)
     Latar / setting : bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan menjeaskan kapan cerita itu berlaku. Macam-macam Setting : – Tempat : di rumah, di sekolah, di jalan. – Waktu : pagi hari, siang hari, sore hari. – Suasana : sedih, senang, tegang. Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a.    Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam     sebuah karya fiksi.
b.    Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-   peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c.    Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial         masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial       bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan       hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.

6. Sudut pandang (point of view)
    Sudut pandang : pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Macam-macam sudut pandang : – Orang pertama : pengarang menjadi pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan “Saya”. – Orang ketiga : pengarang yang menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan itilah “Dia”,”Ia”,atau nama orang. Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a.     Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
     Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1.    ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2.    ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demi


MATERI BATASAN WACANA, STRUKTUR DAN TIPE WACANA, JENIS DAN TUJUAN WACANA, KALIMAT DALAM WACANA, WACANA LISAN, BAHASA LISAN DAN TULIS, PERANAN KONTEKS, dan KEUTUHAN WACANA



BAB I
BATASAN WACANA

1.    Pengertian wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang di gunakan untuk berkomunikasi dalam konteks social. Stuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulisan dan dapat bersifat transaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat di lihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengunkapan ide/gagasan penyapa. Ilmu yang mempelajari wacana di sebut dengan analisis wacana.
Istilah wacana di pergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan, tetapi juga pembicaraan di depan umum, tulisan, serta upaya-upaya formal. Wacana mencakup keempat tujuan penggunaan bahasa, yaitu:
v  Expresi diri sendiri
v  Exposisi
v  Sastra
Persuasi ( landsten, 1976: 111-2; tarigan, 1985: 16-7) Dalam pengertian luas wacana adalah rentang ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individual). Wacana tidak hanya terdiri dari untaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal yang tertera secara rapi.
2. Batasan wacana
Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam prilaku linguistic (atau yang lainya). (Edmondson, 1981 : 4)
Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa ; dengan perkataan lain unit-unit linguistic yang lebih besar dari pada kalimat atau klausa, ( stubbs, 1983 : 10)
Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kohesi bagi pembaca penyimak. (desee, 1984 : 72)
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam heraki gramatikal merupakan satuan gramatikal tinggi atau terbesar.
Demikianlah, telah kita utarakan uraian pengertian, atau batasan wacana yang kita ambil dari berbagai sumber. Dari sumber-sumber itu dapat kita lihat adanya persamaan dan perbedaan pendapat dari berbagai pakar atau penulis.
Dari sumber-sumber tersebut dapat kita lihat adanya unsure-unsur penting wacana sebagai berikut:
a)      Satuan bahasa
b)      Terlengkap/terbesar/klausa
c)      Diatas kalimat/klausa
d)     Teratur/tersusun rapi/rasa kohesi
e)      Berkesinambungan/kontinuitas
f)       Rasa kohesi/rasa kepaduan
g)      Lisan/tulis
h)      Awal dan akhir yang nyata






BAB II
STRUKTUR DAN TIPE WACANA

A.    Struktur wacana
Satuan-satuan bahasa secara linguistic mempunyai urutan dari yang terkecil sampe yang terbesar, maka urutan tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Fonem
b)      Morfem
c)      Kata
d)     Frase
e)      Klausa
f)       Kalimat
g)      wacana    
Perlu kita pahami benar-benar bahwa percakapan atau konversasi dalam kehidupan sehari-hari sungguh beraneka ragam.
Konsep“berbentuk rapi”yang kita berikan pada stuktur wacana, mengandung implikasi paling sedikit dalam dua hal, yaitu:
a)      Adanya kemungkinan untuk membedakan urutan-urutan wacana yang    koheren dan yang tidak koheren;
a)      Adanya peluang untuk meramalkan: para pembicara dapat meramalkan apa yang ingin dikatan oleh para pembicara lainnya, karena memang terdapat berbagai ketidakleluasaan dalam urutan linier atau urutan yang lurus.
Wacana merupakan segmen dari teks yang mempunyai kesatuan erat amat sederhana: wacana melibatkan suatu topik tunggal


B.   Tipe Dan Ciri Wacana
Eugene A. Nida mengatakan bahwa setiap bahasa mempunyai beberapa tipe wacana yang berbeda-beda, antara lain, ada lima tipe wacana, yaitu:
a)      Narasi
b)      Konversasi
c)      Komposisi
d)     Deklamasi
e)      Puisi
Semua bahasa mempunyai dua tipe umum ujaran, yaitu formal dan informal, atau ada juga yang lebih ingin mengklasifikasikannya atas nonkasual dan kasual, misalnya Voegelin (1960).
 Maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
     a)  Wacana Tulis
     b)  Wacana Lisan
Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan,wacana dapat diklasifikasikan atas:
 a)  Wacana Langsung
 b)  Wacana tidak Langsung
Berdasarkan cara membeberkannya atau cara menuturkannya, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
 a)  Wacana Pembeberan
 b)  Wacana Penuturan
Berdasarkan bentuk wacana dapat pula kita bagi atas:
 a)  Wacana Prosa
 b)  Wacana Puisi
 c)   Acana Drama
BAB III
JENIS DAN TUJUAN WACANA

A.    Jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut pandang kita antara lain:
a)      Berdasarkan tertulis atau tidaknya wacana
b)      Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan wacana
c)      Berdasarkan cara penuturan wacana
Berdasarkan apakah wacana itu disampaikan dengan media tulis atau media lisan, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
a)      Wacana tulis
b)      Wacana lisan
Berdasarkan cara atau cara menuturnya, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
a)      Wacana prosa
b)      Wacana puisi
c)      Wacana drama
Wacana tulis atau written discourse adalah wacana yang di sampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Untuk menerima, memahami, atau menikmati maka para penerima harus membacanya.
a).  Berdasarkan untaian pantun karo
Tentang bahasa karo, memang agak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, tapi banyak juga persamaan. Oleh sebab itu, pada pantun-pantun di bawah ini akan jelas terlihat persamaanya dan perbedaan itu, terlebih dalam terjemahnnya.
Pantun anak-anak:
Cimen si molah-olah
Palu-palu I kutabulu
Andi enggo sebenaken sekolah
            Mela malu adi la belu
(“mentimun bergantung-gantung
Palu memukul di kutabuluh
Kalau di mulai sekolah
Malu kalau tidak pandai”)
Dan masih banyak contoh pantun yang lain seperti pantun orang muda, pantun orang tua dan sebagainya.

B.  Tujuan Wacana
Dalam pembahasan terdahulu telah di perbincangkan dengan terperinci batasan serta pengertian wacana, hakikat, struktur, organisasi, tipe dan cirri, beserta jenis-jenis wacana.
Pada prinsipnya wacana mempunyai fungsi atau tujuan ganda, yaitu:
a)      Memberikan teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah mengatakan sesuatu yang bermanfaat mengenai teks wacana individu dan juga kelompok
b)      Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana (Berry, 1981 121)
Dalam kaitanya dengan tujuan pertana itu, kita beranggapan bahwa apa bila seseorang memberikan suatu teks maka orang itu ingin dengan mudah dapat membandingkan teks-teks atau bagian teks sedemikian rupa agar dia mudah memperlihatkan kesamaan-kesamaan dan perbedaanya. Dengan kata lain, kita mengharapkan agar yang bersangkutan dapat dengan mudah menunjukkan sebanyak mungkin perasaan dan perbedaan.
Dalam kaitanya dengan tujuan kedua, maka berkeyakinan bahwa apa bila seseorang membangun suatu teori wacana salah satu tujuan utama orang itu ialah meramalakan pendistribusian bentuk-bentuk permukaan (surface froms), menurunkan bentuk-bentuk wacana yang “gramatikal” dan membendung atau menghalangi bentuk yang tidak gramatikal.













BAB IV
KALIMAT DALAM WACANA

A.      Struktur Kalimat
Dengan mempergunakan istilah yang bersifat teknis, dapat kita katakana bahwa perbedaan gaya bahasa seseorang ditentukan oleh mikro-struktur yang mencakup teks dan kalimat,maka ada tiga istilah yang kita perlukan dalam analisis selanjutnya yaitu:
     a)  Segmentasi kalimat (sentence segmentation)
     b)  Leksikalisasi (lexicalization)
     c)  Manifestasi gramatikal (grammatical manifestation)

1.   Struktur Gramatikal
Dipandang dari segi gramatikal, maka kalimat mempunyai struktur:
Subjek, verba, komplemen
 

Ketiga bagian utama tersebut dalam bahasa inggris dengan cara yang cukup jelas: verba adalah kata yang secara khusus mempergunakan tense untuk menandai waktu suatu peristiwa. Kata yang bias kita ganti itu adalah kata kerja utama ( the main verb)  bila hanya sendirian, atau kata kerja bantu ( the first auxiliary verb). Komplemen adalah apa –apa saja yang melengkapi pengertian struktur verba, jika memang verba itu membutuhkan pelengkap struktur tersebut.

2.   Struktur Semantik

Ditinjau dari segi sematiknya, maka kalimat mempunyai struktur :
Age nts, Actions, and Goals

Pelaku, Laku, dan Sasaran
 
  Ataupun :
Subjek kalimat dibatasi sebagai pelaku ( doer), suatu tindakan atau laku. Contoh yang benar-benar menunjang hal ini, kita kemukakan kalimat pasif pada contoh berikut “ Jendela dipecahkan oleh anak itu dengan tongkat”.
Secara sistematis, beberapa kata kerja aktif dapat pula membalikan sesuatu tindakan kembali kepada subjek, seperti pada contoh berikut ini :
Kami menerima tantangan dari masyaarakat
Dia mengarahkan pukulan pada dagu
Mereka menderita hempasan badai
Saya merasa ketakutan terhadap gelap
Kini kamu akan mengalami uujian berat
Setiap kalimat diatas mempunyai fersi aktif lainnya dimana subjek benar-benar merupakan pelaku.

3.  Struktur Retoris
Ditinjau dari segi retoris, maka kalimat mempunyai struktur :

 Topic, Pivot, and Stress

Pokok, Sumbu dan Tekanan
                                                 atau


Topic and comment
Pokok (pembicaraan) dan komentar
 


Informasi lama                        informasi baru
TEMA (theme)                        REMA (rheme)
Kita tidak dapat mempergunakan istilah yang sama, yaitu topik dan komentar, sebab kedua istilah itu mengacu pada posisi struktural dalam kalimat.



Topik mengekspresikan informasi tematik (yaitu informasi yang lebih lama, yang lebih dapat diramalkan, kurang informatif) sedangkan informasi rematik dicadang bagi posisi bahwa topik suatu kalimat pada lahirnya mungkin atau tidak mungkin menyebut topik suatu paragrap atau suatu wacana yang lebih abstrak.
Pada contoh berikut ini, topic memiliki bawahanya sendiri yang terdiri dari topic dan komentar, dan komentar mempunyai bawahan sendiri yang terdiri pula dari topic dan komentar. Topic dan tekanan, memang penting dalam hal bagaimana cara kita memahami suatu wacan.

B.    Kalimat Sempurna
Dipandang dari segi struktur internal klausa utama, maka kita dapat        membedakan :
      a)  Kalimat sempurna
       b)  Kalimat tak sempurna
Kalimat sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri atas sebuah klausa bebas.
Kalimat tak sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri atas sebuah klausa terikat, atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa.
Dalam wacana, konteks itu memegang peranan penting dengan perkataan lain, dengan tegas dapat kita katakana bahwa :
Dalam wacana tidak ada kalimat
Tak sempurna
Atau
Semua kalimat sempurna
Dalam wacana
 



Dalam wacana ideal tiga unsure utama yaitu awal (abstrak), tengah (orientasi), akhir (koda). Dalam kehidupan sehari-hari  banyak kita jumpai teks di kantor, di toko di jalan, yang terdiri atas satu kata, satu frase, satu klausa.
C.     Kohesi dan Koherensi
         1.   Kohesi
Merupakan organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antaara kalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata grmatikal maupun dalam strata leksikal tertentu. Sarana-sarana kohesi itu ke dalam lima katagori, yaitu :
      a)  Pronominal (kata sandi)
       b)  Substitusi (penggantian)
       c)  Elipsis
       d)  Konjungsi
       e)  Leksikal

2.   koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya (wohl, 1978: 25)










BAB V
WACANA LISAN

Wacana lisan adalah suatu bahasa yang terlengkap dan terbesar  di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang bersinambungan.
Ciri atau unsure khas wacana lisan antara lain:
1.   Aneka tindak
Aneka tindak merupakan peringkat terbawah pada skala wacana. Perlu kita ketahui bahwa tindak ini mempunyai jenis atau kelas yang beraneka ragam. Burton (1981: 65-8) misalnya membedakan delapan jenis tindak yaitu:
v  Penanda (marker)
v  Panggilan (summons)
v  Permintaan metastatemen (request-metastatement)
v  Permisi setuju (permission-accept)
v  Salam panggilan/setuju (greeting-summons)
v  Salam-Maaf (accuse-excuse)
v  Informasi-komentar (inform-comment)
v  Prawancana (preface)
2.   Gerak
Tindak dan gerak dalam wacana sangat bersama dengan morfem dan kata dalam gramatikal. Dengan defenisi dapat di katakana bahwa gerak adalah satuan bebas yang terkecil walaupun dia mempunyai  struktur dalam hubungan tindak (Sinclair dan coultrad, 1978: 23). Ada pakar yang membedakan gerak atas lima jenis, yaitu sebagai berikut:
v  Gerak susun (framing moves)
v  Gerak pusat (focusing moves)
v  Gerak pembukaan (opening move)
v  Gerak jawban (asnwerring move)
v  Gerak lanjutan (follow-up move)
3.   Pertukaran
Pakar wacana lisan Deirdre membedakan dua jenis pertukaran atau exchanges yaitu:
a)      Explicit boundary exchanges
b)      Conversational exchanges
Uraian yang sangat terperinci mengenai struktur dan ragam pertukaran telah di adakan oleh Sinclair dan coulthard dalam menganalisis wacana bahasa inggris yang dipergunakan oleh guru dan siswa di kelas. Mereka membedakan dua jenis utama pertukaran yaitu:
a)      Boundary exchanges (pertukaran batas)
b)      Teaching exchanges (pertukaran pengajaran)
4. Transaksi
Transaksi biasanya , mulai dengan pertukaran persiapan dan berakhir dengan pertukaran akhir. Ada pun tiga tipe utama transaksi adalah:
a)      Transaksi penerangan (informing transaction)
b)      Transaksi pengarahan (directing transaction)
c)      Transaksi pancingan (eliciting trasactions)
5. Kineksi
Kinesik atau gerakan, Bukanlah merupakan unsure kebahasaan tetapi turut berperan untuk memperlancar jalannya komunikasi lisan tatap muka. Kineksi ini mencakup aspek-aspek tertentu, prilaku komunikatif nonlokal antara partisipan dalam suatu wacana lisan. Ilmu yang menelaah masalah kinesik disebut kinetic (kinetics).
BAB VI
BAHASA LISAN DAN TULIS

1.   Pengertian
Bahasa lisan dan tulis jelas berbeda. Bahasa lisan yang di maksud adalah kalimat yang di ucap. Sedangkan bahasa tulis adalah kalimat yang di sampekan dalam bentuk tulisan. Meski sudah ada tanda baca dalam bahasa tulisan, tidak sepenuhnya bias menyampekan sama persis dengan apa yng di maksud oleh penulis. Fungsi tanda baca sama halnya dengan  ekspresi wajah saat orang berbicara.tanpa tanda baca yang jelas maksud dari bahasa tulis tak kan sampe dan  berakibat salah paham.
2.   Perbedaan Bahasa Lisan Dan Tulisan
Bahasa Lisan:
v  Diperkaya oleh penguatan ekspresi, gerak –gerik dan intonasi
v  Tidak membutuhkan alat bantu karena harus ada lawan bicara
v  Berlangsung cepat
v  Tidak ada bukti autentik karena langsung berhadapan dengan lawan bicara
v  Memerlukan orang ke dua/ lawan bicara
v  Hasil kurang baik karena tidak di persiapkan sebelumnya
Bahasa Tulis:
v  Umumnya di perkaya oleh tanda baca, unsure grama tikal dan diksi yang tepat
v  Mempunyai bukti autentik berupa tulis
v  Tidak membutuhkan orang kedua/ lawan bicara
v  Mempunyai hukum yang kuat
3.    Ragam Bahasa Lisan Dan Tulisan
Menurut Felicia (2001:8), ragam bahasa dibagi berdarsarkan media pengantarnya atau sarannya, yang terdiri atas :
       a)  Ragam lisan
       b)  Ragam tuli
Ragam lisan adalah bahasa yang di ujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang setandar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, ceramah, dan ragam tulisan yang nonsetandar misalnya dalam percakapan antar teman.
Ragam lisan adalah bahasa yang tertulis atau tercetak. Ragam tulispun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonsetandar. Ragam tulis yang setandar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar dan sebagainya. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonsetandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
Jadi dalam ragam  bahasa lisan, kita berusahadengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisaan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal kedua jenis ragam bahasa itu berkembang, menjadi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaan.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosakata) yaitu:
1.      Tata bahasa
Bentuk kata, tata bahasa, struktur kalimat, kosakata
a.       Ragam bahasa lisan :
v  Nia sedang baca surat kabar
v  Ari mau nulis surat
v  Mereka tinggal di menteng
v  Saya akan tanyakan soal itu
b.      Ragam bahasa tulis :
v  Nia sedang membaca surat kabar
v  Ari mau menulis surat
v  Akan saya tanyakan soal itu
v  Mereka bertempat tinggal kementeng

2.      Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a.       Ragam lisan
v  Ariani bilang kalau kita harus belajar
v  Kita harus bikin karya tulis
b.      Ragam tulis
v  Ariani mengantakan bahwa kita harus belajar
v  Kita harus membuat karya tulis.











BAB VII
PERANAN KONTEKS

1.    Ciri-Ciri Konteks
Sudah kita bicarakan tiap peristiwa percakapan selalu terdapat faktor yang mengambil peranan dalam peristiwa itu seperti penutur, lawan bicara, pokok pembicaraan, tempat bicara dan lain-lain. Si pembicara akan memperhitungkan dengan siapa dia bicara, tentang apa yang di bicarakan, dimana di bicarakan, bila dibicarakan, situasi bicara dan lain-lain yang akan membagi warna terhadap pembicara itu. Dan peristiwa semacam itu, jelas terlihat pada suatu diskusi karena akan terlihat:
a)      Tempat diskusi
b)      Peserta diskusi
c)      Suasana diskusi
d)     Tujuan diskusi
e)      Aturan diskusi
f)       Ragam diskusi
Dell Hymes (1968:99) mengemukakan adanya factor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa itu dengan singkatan SPEAKING. Dan pada bukunya yang lain mencatat tentang cirri-ciri:
a)      Adveesser
b)      Advensee
c)      Topic pembicaraan
d)     Setting
e)      Channel
f)       Code
g)      Massage from
h)      Event
1.1              Pembicara
Mengetahui si pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterprestasikan pembicaraanya. Umpamanya saja seorang mengatakan operasi harus dilaksanakan.
Kalau kita ketahui yang bicara itu dokter tentu kita akan paham maksud dari operasi dan itu adalah operasi terhadap manusia atau hewan. Tetapi bila yang berbicara itu seorang ahli ekonomi yang dimaksud operasi bukan manusia atau hewan melainkan mendrop kepasar dari pemerintah mengstabilkan harga.
Sebuah contoh itupun sudah jelas bagi kita bagaimana pentingnya untuk mengetahui siapa pembicara.
1.2              pendengar
kepentingan mengetahui sipembicara sama dengan kepentingan  mengetahui si pendengar. Terhadap siapa ujaran itu ditunjuk akan memperjelas makna ujaranitu. Berbeda-beda penerima ujaran maka berbeda juga tapsirannya..
1.3              topik pembicara
sama pentingnya dengan pembicara dan pendengar adalah topic pembicaraan. Dengan mengetahui topic pembicaraan akan mudahlah bagi seseorang yang mendengar atau yang membaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan. Banyak kata-kata yang mempunyai makna lain dalam bidang-bidang tertentu.
1.4              Setting
yang di maksud dengan seting di sini adalah soal waktunya, tempat pembicaraan itu di lakukan. Termasuk juga dalam setting ini, hubungan antara si pembaca dan si pendengar, gerak gerik tubuhnya, gerak-gerik roman mukanya.


1.5              Channel
untuk memberikan informasi seorang pembicara dapat mempergunakan berbagai cara, bias dengan lisan, tulisan, telegram dan lain-lain.
Demikian pemilihan harus dilakukan oleh si pembicara dengan mempertimbangkan seluruh itu. Supaya apa yang dikehendakinya yaitu sampainya informasi kepada si pendengar tercapai.
1.6              Code
Dalam peristiwa wawancara terutama di Indonesia yang memakai dialeg tertentu, maka memakai bahasa Indonesia dialeg tersebut jauh lebih baik dari memakai bahasa resmi.
1.7              Message from
pesan yang harus disampaikan harus tepat, karena bentuk itu bersifatfundamental, banyak pesan yang di sampaikan tidak sampai kependengar.
1.8              Event
peristiwa tutur seperti wawancara akan berbeda dengan peristiwa tutur ceramah atau akan berbeda lagi.








BAB VIII
KEUTUHAN WACANA

A.      Pengertian Keutuhan Wacana
Keutuhan wacana adalah satu aspek yang sangat penting karena ia menentukan apakah itu boleh di anggap sebagai wacana atau hanya merupakan kumpulan ayat yang tidak teratur. Melalui analisis keutuhan wacana kita dapat menentukan ada sesuatu teks itu sebuah wacana atau hanya sekumpulan ayat yang tidak teratur. Melalui analisis keutuhan wacana kita juga dapat  pula memahami hubungan bahasa dengan alam diluar bahasa secara lebih mendalam.
Wacana adalah keutuhan makna yang terdapat dalam sebuah ayat atau serumpun ayat. Wacana juga adalah unit bahasa yang lebih besar dari pada ayat yang boleh terdiri dari pada ayat, sejumlah ayat, ceraian dialog.
Menurut Ng (1984:4): Wacana sebagai istilah umum yang bermaksudpercakapan atau penulisan yang menyatakan sesuatu yang agak panjang.
Tarigan (1987:27): Wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atu klausa dengan koherensi dan kohesi tinngi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tilis.

B.     Jenis – Jenis Wacana
Umumnya wacana dapat di bagikan kepada dua jenis yaitu :
a)      Wacana lisan
b)      Wacana tulisan
C.      Ciri – Ciri Keutuhan Wacana
Dalam tata bahasa Dewan (2008:534) mnyatakan suatu wacana yang utuh mempunyai dua ciri utama yaitu:
1.       Kohesi dan koheren
2.       Semantic
Dalam cirri-ciri semantic di atas memiliki contoh sebagai berikut:
a.       Hubungan  sebab akibat
b.      Hubungan sebab dan hasil
c.       Hubungan sebab dan tujuan
d.      Hubungan syarat dan hasil
e.       Hubungan latar dan kesimpulan dan lain-lain
Hubungan semantic dalam sesuatu wacana juga dikaitkan dengan situasi wacana. Dalam hal ini, pengetahuan tentang bahasa yang digunakan akan membantu seseorang memahami sesuatu wacana . Dalam tulisan menggunakan tanda baca seperti koma, komabertitik, dan sebagainya.
3.        Hubungan dari aspek fonologi
Dari aspek fonologi wacana dapat di lihat dari pada hentian suara, nada suara dan intonasi suara, Ini dapat menimbulkan hubungan semantic di antara bagian wacana.
4.       Hubungan dari segi leksikal
Hubungan ini dapat dilihat dari aspek wujudnya pertaliaan antara perkataan dalam suatu wacana.
5.      Segi tata bahasa
Dari segi tata bahasa wacana memperlihatkan hubungan berdasarkan tatabahasa. Ini dapat dilihat dari pada pengguna penanda gramatik antara penanda tatabahasa yang mewujudkan keutuhan wacana ialah:
1.      Penanda penghubung
2.      Penanda rujukan
3.      Penanda pengaanti
D.   Aspek Sematis
Hubungan-hubungan sematis antara kalimat-kalimat yang menyebabkan wacana itu memang banyak di antaranya yaitu:
1.      Sebab-akibat
2.      Perbandingan
3.      Perafrastis
4.      Amplifikasi
5.      Aditif
6.      Identifikasi
7.      Generic – sepesipik
8.      Penunjukkan (referensi)
Hubungan – hubungan antara kalimat-kalimat itu terjadi baik sebagai sebab pada kalimat pertama dan akibat pada kalimat kedua. Bisa juga dengan  perbandingan pada kalimat kedua dan seterusnya.


Postingan Lama Beranda