Unsur intrinsik
yang terkandung dalam cerita rakyat Batu Menangis
Dalam
cerita rakyat Batu Menangis terdapat beberapa unsur. Unsur tersebut
antara lain;
1. Tema : Anak yang telah mendurhakai orang tua.
2. Tokoh :
a) Darmi
Fisik Tokoh: Darmi
terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal.
Psikologis
Tokoh: “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku
harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya. “Ih,
aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan
dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir. “Hah aku tidak minta
dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu.
Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku
daripada jadi ibuku!”
b) Ibu Kandungnya.
Fisik Tokoh :Ibunya sudah bungkuk memakai baju lusuh penuh
tambalan.
Psikologis
Tokoh: “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di
belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
3. Perwatakan :
I. Sombong, Pemalas, Manja, Pemaksa, dan Durhaka. Dikutip dari
kalimat:
Darmi
memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang
jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di
gubuk reot seperti ini.
Sebaliknya
Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja
keras sepanjang hari.
Bahkan dengan
teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo
berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi
dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Ih, aku malu
berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan
seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Oh bukan!
Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi
cepat-cepat.
“Hah aku tidak
minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak
ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi
pembantuku daripada jadi ibuku!”
II. Baik, Sabar, Pekerja Keras. Dikutip dari kalimat:
Ibunya hanya
seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting
tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar
di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang
lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah.
“Ya sudah kalau
kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya
dengan sedih.
4. Latar :
a. Latar Tempat:
Kamar.
Dikutip dari kalimat:Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang
tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal
di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang
tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang
sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas.
Darmi mengeluh dalam hati.
Di jalan :
Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa
tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma
pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau
mengakuinya sebagai ibunya sendiri.
b. Latar Suasana:
Mengharukan. Dikutip dari kalimat:
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu?
Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang
menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu
yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu!
Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi
ibuku!”
Menakutkan. Dikutip dari kalimat:
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar
diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah
ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah
dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus
naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya.
Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
Marah. Dikutip dari kalimat:
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu
kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata
orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
c. Latar Waktu:
Pagi hari. Dikutip dari kalimat:
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar.
Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih
sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi
yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di
belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan
di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
5. Alur : Maju
Darmi berjalan dengan ibunya ke pasar dipertengahan
jalan dia bertemu dengan pemuda. Saat ditanya apakah itu Ibunya, Darmi
tidak mengakuinya karena penampilan ibunya compang-camping. Ibunya
sedih, dan berdoa meminta keadilan pada Tuhan. akhirnya badai petir menyambar
gadis itu berlahan Ia pun menjadi batu, gadis itu menangis memohon ampun, namun
semua terlambat.
6. Sudut
Pandang :
Orang ketiga (Serba tahu ). Dikutip dari kalimat:
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding
kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal
di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang
tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang
sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas.
Darmi mengeluh dalam hati.
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar
diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah
ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah
dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus
naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya.
Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
Judul
: Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur Intrinsik
1. Tema : Kesetiaan dan Pengkhianatan Cinta
2. Alur : Alur maju
3. Sudut Pandang : orang ketiga serba tahu
4. Latar :
a. Latar tempat :
1.Tepi sungai
Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
2. Sungai
Turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
3. Sebuah dusun
b. Latar suasana :
1. Menegangkan
“Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga”
2. Mengecewakan
“Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku
mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.”
3. Membingungkan
“Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka
gemparlah.”
c. Latar Waktu : siang hari
5. Penokohan :
a. Masyhudulhakk
: baik hati, arif, bijaksana, pintar, suka menolong, cerdik.
Masyhudulhakk
pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.
b. Si Bungkuk : baik hati,
setia pada istrinya, pemaaf, mudah percaya.
c. Istri Si Bungkuk : mudah dirayu, egois, tidak setia, suka
berbohong.
d. Si Panjang / Bedawi : jahat, licik, egois.
Setelah
didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan
itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam
hatinya, "Untunglah sekali ini!
6.
Amanat
:
Kita tidak boleh mudah tergoda oleh rayuan-rayuan yang belum pasti
kebenarannya. Karena itu akan membuat kita kecewa. Kita tidak boleh bohongkepada
siapapun. Karena berbohong itu berdosa dan dapat merugikan diri kita sendiri
juga. Kita harus membantu orang dengan ikhlas. Syukurilah jodoh yang telah
diberikan oleh Tuhan. Yakinlah bahwa jodoh kita tersebut adalah yang terbaik
untuk kita. Yakinlah bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Karena
kejahatan apapun akan terkuak walaupun sudah ditutup-tutupi sedemikian rupa.
2. Unsur
Ektrinsik
1. Nilai Moral
Kejujuran : Di dalam hikayat ini terdapat nilai kejujuran yang
harus ditanamkan dalam diri ini di kehidupan sehari-hari. Dalam hikayat
tersebut Bedawi dan perempuan itu tidak jujur maka mereka mendapatkan akibatnya
yaitu harus menanggung malu dan mendapat hukuman karena kebohongannya.
Kebijaksanaan : Dalam hikayat ini tokoh Masyhudulhakk mempunyai sifat bijaksana yang baik untuk dicontoh. Dia bijaksana dalam menyelesaikan suatu masalah yang ia hadapi.
Kebijaksanaan : Dalam hikayat ini tokoh Masyhudulhakk mempunyai sifat bijaksana yang baik untuk dicontoh. Dia bijaksana dalam menyelesaikan suatu masalah yang ia hadapi.
Kesetiaan : Dalam hikayat ini kita diajarkan untuk menjadi orang
yang setia. Tokoh orang tua bungkuk tersebut mempunyai kesetiaan yang tinggi
kepada istrinya. Dia tidak rela jika istrinya berselingkuh dengan orang lain,
bahkan ia rela bertaruh nyawa demi istrinya saat melihat istrinya bersama
Bedawi tersebut.
2. Nilai Sosial :
Tolong menolong : Masyhudulhakk punya sifat tolong menolong dengan
sesama. Dia dengan ikhlas menolong orang yang membutuhkan perto- longannya
untuk menyelesaikan suatu masalah.
Bermusyawarah : Dalam hikayat tersebut terdapat budaya musyawarah
untuk menyelesaikan suatu masalah. Bukan dengan kekerasan ataupun dengan cara
fisik. Akan tetapi, dalam hikayat ini terdapat budaya untuk bermusyawarah
secara baik-baik untuk memecahkan masalah.
Nilai Agama : Dalam hikayat ini, Masyhudulhakk menyuruh Bedawi dan
perempuan itu untuk bertaubat agar dapat dilebur dosa-dosa yang ia perbuat. Bersyukur
kepada Tuhan atas jodoh yang telah diberikan.
3. Kepengarangan
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie
v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang
diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang
tersebut).Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang
dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat
"Masyudhak".. Dinantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar