Jumat, 15 Maret 2019

Unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat Batu Menangis


Unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat Batu Menangis


Dalam cerita rakyat  Batu Menangis terdapat beberapa unsur. Unsur tersebut antara lain;
1. Tema  : Anak yang telah mendurhakai orang tua.
2. Tokoh :
a) Darmi
Fisik Tokoh: Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal.
Psikologis Tokoh: “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya. “Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir. “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

b) Ibu Kandungnya.
Fisik Tokoh :Ibunya sudah bungkuk memakai baju lusuh penuh tambalan.
Psikologis Tokoh: “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.



3. Perwatakan :
I. Sombong, Pemalas, Manja, Pemaksa, dan Durhaka. Dikutip dari kalimat:
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.
Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari.
Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
“Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

II. Baik, Sabar, Pekerja Keras. Dikutip dari kalimat:
Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.

4. Latar :
a. Latar Tempat:
Kamar.
Dikutip dari kalimat:Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
Di jalan :
Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri.
b. Latar Suasana:
Mengharukan. Dikutip dari kalimat:
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Menakutkan. Dikutip dari kalimat:
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
Marah. Dikutip dari kalimat:
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
c. Latar Waktu:
Pagi hari. Dikutip dari kalimat:
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
5. Alur : Maju
Darmi berjalan dengan ibunya ke pasar  dipertengahan jalan dia bertemu  dengan pemuda. Saat ditanya apakah itu Ibunya, Darmi tidak mengakuinya karena penampilan ibunya compang-camping. Ibunya sedih, dan berdoa meminta keadilan pada Tuhan. akhirnya badai petir menyambar gadis itu berlahan Ia pun menjadi batu, gadis itu menangis memohon ampun, namun semua terlambat.
6. Sudut Pandang  : Orang ketiga (Serba tahu ). Dikutip dari kalimat:
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.



















Judul           : Hikayat Mashudulhakk (perkara si bungkuk dan si panjang)
Unsur Intrinsik
1. Tema : Kesetiaan dan Pengkhianatan Cinta
2. Alur   : Alur maju
3. Sudut Pandang : orang ketiga serba tahu
4. Latar : 
a. Latar tempat   :
1.Tepi sungai
Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya.
2. Sungai
Turunlah perempuanitu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu
3. Sebuah dusun
b. Latar suasana :
1. Menegangkan
“Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga”
2. Mengecewakan
“Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu.”
3. Membingungkan
“Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah.”
c. Latar Waktu   : siang hari
5. Penokohan       :
a. Masyhudulhakk : baik hati, arif, bijaksana, pintar, suka menolong, cerdik.
Masyhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.
b. Si Bungkuk        : baik hati, setia pada istrinya, pemaaf, mudah percaya.
c. Istri Si Bungkuk  : mudah dirayu, egois, tidak setia, suka berbohong.
d. Si Panjang / Bedawi : jahat, licik, egois.
Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, "Untunglah sekali ini!

6. Amanat             :
Kita tidak boleh mudah tergoda oleh rayuan-rayuan yang belum pasti kebenarannya. Karena itu akan membuat kita kecewa. Kita tidak boleh bohongkepada siapapun. Karena berbohong itu berdosa dan dapat merugikan diri kita sendiri juga. Kita harus membantu orang dengan ikhlas. Syukurilah jodoh yang telah diberikan oleh Tuhan. Yakinlah bahwa jodoh kita tersebut adalah yang terbaik untuk kita. Yakinlah bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Karena kejahatan apapun akan terkuak walaupun sudah ditutup-tutupi sedemikian rupa.
2. Unsur Ektrinsik
1. Nilai Moral
Kejujuran : Di dalam hikayat ini terdapat nilai kejujuran yang harus ditanamkan dalam diri ini di kehidupan sehari-hari. Dalam hikayat tersebut Bedawi dan perempuan itu tidak jujur maka mereka mendapatkan akibatnya yaitu harus menanggung malu dan mendapat hukuman karena kebohongannya.
Kebijaksanaan : Dalam hikayat ini tokoh Masyhudulhakk mempunyai sifat bijaksana yang baik untuk dicontoh. Dia bijaksana dalam menyelesaikan suatu masalah yang ia hadapi.
Kesetiaan : Dalam hikayat ini kita diajarkan untuk menjadi orang yang setia. Tokoh orang tua bungkuk tersebut mempunyai kesetiaan yang tinggi kepada istrinya. Dia tidak rela jika istrinya berselingkuh dengan orang lain, bahkan ia rela bertaruh nyawa demi istrinya saat melihat istrinya bersama Bedawi tersebut.



2. Nilai Sosial :
Tolong menolong : Masyhudulhakk punya sifat tolong menolong dengan sesama. Dia dengan ikhlas menolong orang yang membutuhkan perto- longannya untuk menyelesaikan suatu masalah.
Bermusyawarah : Dalam hikayat tersebut terdapat budaya musyawarah untuk menyelesaikan suatu masalah. Bukan dengan kekerasan ataupun dengan cara fisik. Akan tetapi, dalam hikayat ini terdapat budaya untuk bermusyawarah secara baik-baik untuk memecahkan masalah.
Nilai Agama : Dalam hikayat ini, Masyhudulhakk menyuruh Bedawi dan perempuan itu untuk bertaubat agar dapat dilebur dosa-dosa yang ia perbuat. Bersyukur kepada Tuhan atas jodoh yang telah diberikan.
3. Kepengarangan
Hikayat mashudulhakk ini dari salah satu naskah lama (Collectie v.d. Wall) dengan diubah di sana-sini setelah dibandingkan dengan buku yang diterbitkan oleh A.F. v.d. Wall (menurut naskah yang lain dalam kumpulan yang tersebut).Dalam Volksalmanak Melayu 1931 (Balai Pustaka) isi naskah yang dipakai v.d. Wall itu diringkaskan dan sambungannya dimuat pula, dengan alamat "Masyudhak".. Dinantinya.






Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda