Selasa, 20 Maret 2018

ANGKATAN PUJANGGA BARU ATAU ANGKATAN 30AN



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Sastra Perbandingan”.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan makalah ini dan jauh dari sempurna. Penulis berharap makalah yang sederhana ini dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang proses pembelajaran di dalam kelas.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi menambah sempurnanya makalah ini dan kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis.
                                                                                   
Pringsewu,  20 Maret 2017


Kelompok 4





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................  i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .......................................................................................  1
B.     Pokok Pembahasan................................................................................. 2
C.     Tujuan ....................................................................................................  2
BAB II TEORI PEMBAHASAN
1.      Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru ..................................  3
2.      Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 30an ......................................................................................  4
3.      Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya ......................  7

BAB III PEMBAHASAN
A.    Contoh Karya Sastra angkatan 30an ......................................................  9

BAB IV PENUTUP
A.    Simpulan ................................................................................................  20

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesusastraan Indonesia artinya semua hal yang meliputi sastra Indonesia.Sejak lahirnya (1920) sampai sekarang (1990), kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam rangka prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak Indonesia modern yang pertama adalah sajak “Tanah Air” yang ditulis oleh M. Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong Sumatra No.4, Tahun III, April 1920. sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan response terhadap karya sebelumnya (Riffaterre via Teeuw, 1983:65), baik berupa tanggapan atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada. Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi sebelumnya, tetapi sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada ataupun norma puisi sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11).

Demikian juga karya sastra itu merupakan tegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw, 1983:4,11). Dipandang dari hal tersebut itu, sajak Muhammad Yamin merupakan response terhadap sajak-sajak yang telah ada, baik berupa penentangan ataupun penyimpangan terhadap norma-norma karya sastra sebelumnya. Sebelum Muhammad Yamin menulis sajak “Tanah Air” itu, di Indonesia sudah ada Sastra Melayu Lama. Adanya respon Muhammad Yamin tentang penyimpangan norma-norma yang tradisional atau konvensional yang pada akhirnya membuat Muhammad Yamin membentuk kelompok penyair sezaman atau seperiode dan pada akhirnya membentuk sebuah angkatan sastra atau periode sastra yang kemudian terkenal dengan periode Angakatan Pujangga Baru (1933-1942). Untuk lebih jelas mengenai periode Angkatan Pujangga Baru akan diuraikan dalam makalah ini.

B.     Pokok Pembahasan
4.      Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
5.      Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru Angkatan 30an
6.      Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya

C.    Tujuan
Untuk  mengetahui tentang Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru, Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru Angkatan 30an, dan Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) serta  hasil karyanya.



















BAB II
PENDAHULUAN

A.      Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir sekitar ‘30–40-an diambil dari majalah sastra yang terbit pada 1933. Majalah itu bernama Pujangga Baroe yang kepengurusannya dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Angkatan Pujanga Baru disebut juga Angkatan ’30-an sebab angkatan ini lahir pada tahun 1930-an.
Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai memancarkan  jiwa  yang  dinamis,  individualistis,  dan  tidak  lagi mempersoalkan tradisi sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbul karena para pengarang khususnya sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin tinggi sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental dengan warna kedaerahan.
Layar Terkembang merupakan salah satu karya terpenting pada angkatan ini. Novel tersebut merupakan buah karya Sutan Takdir Alisyahbana (STA). Dalam novel tersebut, STA menyampaikan pendapat  dan  pandangan-pandangannya  tentang  peranan  wanita dan kaum muda dalam pembangunan bangsa. Novel lainnya yang monumental pada angkatan ini adalah Belenggu karya Armijn Pane. Belenggu   merupakan novel yang menarik karena mengangkat kehidupan nyata, seperti perselingkuhan yang sebelumnya disembunyikan di belakang dinding-dinding kesopanan. Novel ini juga bukan hanya menggambarkan gerak-gerik lahir tokoh-tokohnya, tetapi pergolakan batin mereka. Daya tarik lainnya adalah Armijn Pane tidak menyelesaikan ceritanya seperti kebiasaan para pengarang sebelumnya, tetapi membiarkan pembaca menyelesaikannya sesuai dengan angan-angan masing-masing.
Angkatan Pujangga Baru juga diwarnai oleh puisi-puisi Amir Hamzah (1911–1946) yang memiliki ciri khas tersendiri sekaligus sebagai ikon angkatan tersebut. Puisi-puisi Amir Hamzah dibukukan dalam Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (941). Puisi-puisi Amir Hamzah pada umumnya bernada romantisisme: kerinduan dan rasa sedih. Kesedihan itu menyebabkan timbulnya rasa sunyi, berpasrah diri. Selain Amir Hamzah, penyair yang tergolong Angkatan Pujangga Baru adalah J.E. Tatengkeng (1907–1968) yang puisi-puisinya terkumpul dalam Rindu Dendam. J.E. Tatengkeng banyak melahirkan puisi-puisi religius. Ada pula Asmara Hadir yang sebagian besar puisinya penuh dengan romantisisme dan kesedihan.

B.     Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru Angkatan 30 an
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
a. Ciri Struktur Estetik
1. Bentuknya teratur rapi, simetris.
2. Mempunyai persajakan akhir.
3. Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang  lain.
4. Sebagai besar puisi empat seuntai.
5. Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra (kesatuan sintaktis)
6. Tiap gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.
7. Pilihan katanya menggunakan “kata-kata Pujangga” atau “bahasa nan indah”.
8. Gaya ekpresinya beraliran romantik.
9. Gaya sajak Pujangga Baru polos, tidak mempergunakan kata-kata kiasan yang bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya jelas.


b. Ciri Struktur Ekstra Estetik
1. Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
2. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.
3. Ide keagamaan menonjol.
4. Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.
5. Sifat didaktis masih tampak kuat.

Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat diuraikan secara  umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.
1. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya.    
2.  Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
3.  Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik dan esai.
4.  Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
5.  Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.
6.  Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda.


a. Puisi
Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1)        Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi,
2)        Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima,
3)        Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama,
4)        Bahasa kiasan utama ialah perbandingan,
5)        Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah,
6)        Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu,
7)                       Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.

Puisi baru berdasarkan isinya yaitu :
1)        Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
2)        Himne adalah puisi pujaan untuk tuhan, tanah air, atau pahlawan.
3)        Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
4)        Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
5)        Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
6)        Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
7)        Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

b. Prosa
Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1)        Berbentuk prosa baru yang bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat),
2)        Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat sehari-hari,
3)        Alurnya lurus,
4)        Tidak banyak sisipan-sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat,
5)        Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung. Deskripsi fisik sudah sedikit,
6)        Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga,
7)        Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa,
8)        Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan,
9)        Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
10)    Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas, dan tertulis

C.     Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya adalah sebagai berikut.
1.      Sutan Takdir Alisyahbana
Hasil karyanya, antara lain: (1) Tak Putus Dirundung Malang, roman tahun 1929; (2) Dian Yang Tak Kunjung Padam, roman tahun 1932, (3) Anak Perawan di Sarang Penyamun, roman tahun 1941; (4) Layar Terkembang, roman tahun 1936; (5) Tebaran Mega, puisi;
2.      Sanusi Pane
Hasil karyanya antara lain: (1) Pancaran Cinta tahun 1926, (2) Puspa Mega tahun 1927, (3) Madah Kelana tahun 1937, (4) Manusia Baru tahun 1940, (5) Arjuna Wiwaha tahun 1940.
3.      Armyn Pane
Hasil karyanya antara lain: (1) Belenggu, tahun 1938, (2) Jiwa Berjiwa, tahun 1939
4.      Amir Hamzah
Hasil karyanya antara lain: (1) Nyanyi Sunyi, (2) Buah Rindu, (3) Setanggi Timur.
5.      Y.E Tatengkeng
Hasil karyanya adalah Rindu Dendam tahun 1934.
6.       Hamidah
Hasil karyanya Kehilangan Mustika tahun 1935.
7.      Suman Hasibuan
Hasil karya Suman antara lain: (1) Kasih Tak Terlerai tahun 1929,
 (2) Percobaan Setia tahun 1931, (3) Mencari Pencuri Anak Perawan tahun 1932, (4) Kasih Tersesat, tahun 1932, (5) Tebusan Darah, tahun 1939.


























BAB III
CONTOH KARYA SASTRANYA


1.        SINOPSIS NOVEL “TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG”

Buku tersebut menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami kepahitan hidup. Kisah tersebut berawal dari sebuah keluarga miskin di Dusun Ketahun, Bengkulu. Keluarga tersebut beranggotakan tiga orang–seorang ayah dan dua orang anaknya. Cerita pahit kehidupannya berawal ketika ia dan adiknya–Laminah, yang harus ditinggal mati ayahnya. Yang sebelumnya mereka juga terlebih dahulu ditinggal mati oleh ibu mereka.
Setelah menjadi seorang yatim piatu, mereka kemudian diasuh oleh bibi mereka, Jepisah. Bibi mereka selalu bersikap baik terhadap mereka. Pertama kali saat mereka tinggal bersama Jepisah, mereka diperlakukan seperti anak sendiri oleh Jepisah dan suaminya–Madang. Akan tetapi, setelah beberapa hari kemudian mereka kembali harus merasakan pahitnya kehidupan. Suami Jepisah mulai bertingkah seenaknya sendiri terhadap mereka. Madang tidak segan-segan mengeluarkan kata-kata keras dan kasar kepada mereka, bahkan memukul atau pun menendang sekalipun. Padahal Jepisah sangat menyayangi mereka berdua.
Mereka berdua tetap bersabar sampai akhirnya sebuah kesalahpahaman menjadikan mereka harus pergi meninggalkan bibi yang sangat mereka sayangi itu. Mereka lalu menginap di tempat Datuk Halim dan Seripah, istrinya. Kehidupan mereka pun mulai membaik. Mereka diperlakukan seperti seorang yatim piatu yang memang benar-benar harus disayangi dan dikasihi. Tapi, karena merasa sudah sangat merepotkan, mereka berdua berencana untuk pergi merantau ke kota, meninggalkan Dusun Ketahun.
Sesampainya di kota Bengkulu, tepatnya di kampung Cina, mereka dipekerjakan oleh seorang tokeh yang memiliki sebuah toko Roti. Beberapa tahun mereka hidup dengan tenang disana. Namun, ketenangan mereka kembali harus terusik setelah kedatangan Sarmin, pegawai baru di toko itu. Perngai Sarmin sangat menyeramkan. Bandannya kekar berotot. Laminah merasa sangat terganggu akan keberadaan Sarmin. Berkali-kali ia harus menangis tersedu karena rasa takutnya terhadap Sarmin. Oleh karena itu, Mansur bertekad memberi peringatan terhadap Sarmin. Perkelahian pun tidak dapat dielakkan lagi.
Setelah kejadian itu, Mansur beserta adiknya memutuskan untuk mencari pekerjaan ditempat lain. Mereka pun kembali merasakan kejamnya kehidupan. Mansur harus di bawa ke kantor polisi dan terpaksa mendekam di dalam sel setelah dituduh mencuri uang. Laminah harus menerima kenyataan pahit itu, ia harus rela hidup sendirian tanpa saudaranya. Terlebih ia kembali terusik oleh Darwis, temannya dulu ketika masih bekerja di toko Roti. Keperawanannya hampir saja terenggut oleh pria tak berhati itu. Ia tidak tahan lagi akan kehidupan pahit yang selalu dialaminya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyudahi hidupnya dengan melompat dari tebing curam ke lautan luas.
Setelah sekian lama terkurung di dalam penjara. Mansur akhirnya bisa merasakan kembali udara segar kota Bengkulu. Tak lama kemudian, kabar mengenai kematian adiknya pun terdengar olehnya. Kini, ia hanya hidup sendiri setelah ditinggal mati ibu, ayah dan adiknya. Ia berusaha tetap tabah mengahadapi kenyataan tersebut. Sampai akhirnya malapetaka pun datang. Karena terlalu banyak memikirkan kehidupan yang baginya semakin kejam, fisiknya menjadi lemah hingga akhirnya ketika sedang berlayar ia jatuh pingsan dan tenggelam ke lautan. Jasadnya hilang entah kemana.

Tema      : Kehidupan seseorang yang tak pernah putus dirundung malang.
Setting : Dusun Ketahun, Kota Bengkulu.
Tokoh    : Syahbuddin, Mansur, Laminah, Jepisah, Madang, Marzuki, Datuk Halim, Andung Seripah, Malik, Darwis, Tokeh dan Istrinya.
Alur       : Maju.
Amanat : Meskipun hidup kita terasa pahit. Akan tetapi, kita harus tetap bersabar dalam menjalani kehidupan tersebut.
Gaya Bahasa : Melayu.









https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi50ezF5fAHPz8n9mNsbiky6G9E1poP2zLJTtZecK81pwSfH1YRXCmTUc1fFVNgXKtZgH3or5nqRN2-qbeO87xMSiE5RFjDKFwTDToWLOfLWVzzL5uEUe0_gFdbufppKG_UJufIHJhvDfV8/s1600/dian+yang+tak+kunjung+padam.jpgSINOPSIS NOVEL | "DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM" karya Sutan Takdir Alisjahbana---

 Dian yang Tak Kunjung Padam merupakan karya STA (Sutan Takdir Alisjahbana) yg pertama kali diterbitkan oleh PN. Balai Pustaka pd tahun 1932.
Tokoh:
Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Siti, Ibu Yasin, Sayid Mustafa.
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok antara keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek. Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya pun meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcj_oj5cH8Op_hA1zzm3tAgjdDoz-7j-u02fqywKrvrHt7b0gWMmNIKMS7qOqqRSjMmWGrlAgT07z6T502qKNdLWtJe0wXunqtqbWgVncO4f-yz46Jqs28WolXYvM2BFou6XUwm-sbEdY/s1600/layar.jpg
Sinopsis

   Tuti dan Maria merupakan anak dari Raden Wiriatmajda, anak sulungnya yaitu Tuti memiliki sifat yang teguh pendiriannya, pendiam dan aktif dalam berbagai organisasi wanita. Sebaliknya dengan anak bungsu Wiriatmajda, Maria cenderung periang, lincah dan orang yang mudah kagum. Hari minggu ini mereka akan mengunjungi akuarium di sebuah pasar ikan, ketika mereka hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar seorang pemuda menghampiri mereka yang kebetulan sepeda pemuda itu bersebelahan dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenelan dengan pemuda tersebut. Pemuda tersebut bernama Yusuf dia merupakan mahasiswa kedokteran dan putra dari Demang Munaf, yang tinggal di Martapura Kalimantan Selatan. Setelah berkenalan Yusuf mengantar Tuti dan Maria sampai depan rumah.
            Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis tersebut, terutama Maria gadis yang cantik, lincah dan periang. Yusuf telah menaruh hati kepada Maria sejak pertama mereka bertemu. Keesokan hainya Yusuf, Maria dan Tuti  bertemu di depan hotel Des Indes semenjak pertemuan mereka yang kedua itu Yusuf sering sekali menjemput Maria untuk berangkat bersama ke sekolah. Hubungan mereka semakin dekat, Yusuf pun sudah berani berkunjung ke rumah Wiriatmadja untuk menemui Maria. Di sana dia di sambut dengan lembut dan sopan, sering sekali dia berkunjung ke sana. Tuti pun sedang di sibukkan dengan kongres Putri Sedar yang di pimpinnya.
            Yusuf memutuskan untuk berlibur sebentar di kampong halamannya. Selama berlibur Maria dan Yusuf saling berkirim surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan telah pindah ke Bandung. Surat-surat yang dikirim oleh Maria membuat Yusuf semakin rindu kepadanya, sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf di sambut hangat oleh Maria dan Tuti. Yusuf mengajak mereka berjalan-jalan, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Mereka menuju ke air terjun, di bawah air terjun. Maria merasa kedinginan dalam kesempatan itu Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
            Hari-hari Maria penuh dengan kehangatan dengan Yusuf. Sebaliknya hari-hari Tuti dihabiskan dengan membaca buku. Melihat kemesraan yang di alami adiknya Tuti pun ingin mengalami hal yang sama. Tetapi Tuti memiliki kekawatiran terhadap hubungan Maria dan Yusuf. Tuti menasehati Maria jangan terlalu diperbudak oleh cinta, nasehat Tuti justru memicu pertengkaran di antara mereka. Maria bahkan menyinggung akibat putusnya hubungan Tuti dengan tunangannya Hambali. Pertengkatan antara mereka memberikan pukulan keras terhadap Tuti.
            Dari kejadian itu Tuti merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya. Di tempat kerjanya Tuti mendapat teman baru yaitu Supomo. Supomo sempat menyatakan cintanya kepadanya. Sekarang Tuti dihadapkan pada dua pilihan antara menikah dengan organisasi Putri Sedar yang tidak dapat dia tinggalkan. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Supomo meskipun dia telah berusia 27 tahun.
            Maria terserang sakit yang cukup parah, yaitu muntah darah dan TBC. Keluarga Wiriatmadja akhirnya memutuskan agar Maria di rawat di rumah sakit Pacet. Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Ia sangat khawatir akan keadaan adiknya. Setiap hari Yusuf juga mengunjungi Maria, secara langsung Yusuf selalu bertemu dengan Tuti. Tuti dan Yusuf sudah mulai dekat. Semakin hari keadaan Maria semakin menurun, dan keadaannya berakhir dengan kematian.
            Sebelum meninggal Maria telah berpesan kepada Tuti, supaya apabila jiwanya tidak terselamatkan kakaknya bersedia menjadi istri kekasihnya yang sekarang ini. Tuti dan Yusuf telah kehilangan seseorang yang amat mereka sayangi. Sepeninggal Maria, Tuti merasa bahwa Yusuf dapat dicintainya dengan tulus,. Sebaliknya Tuti juga merasakan bahwa cinta Yusuf kepadanya juga tulus. Sekarang Tuti merasa yakin bahwa Yusuf adalah calon suami yang baik dan bisa di cintainya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5HjsGu7Vs2VuGmuZ_Mt0tYBDWBzI8p9E5Tq_gfstT48iB4nn5nkgW_ZlrM_CsQZvWEzBozkoz1aNNJbMkE2SwkL_uCa1DcKNRlOvz-a0UBZd1YTokxz0YJZ4UymihVegeHe1-FTaWSGc/s400/belenggu.jpg
Seorang dokter bernama Sukartono menikah dengan seorang yang cantik dan cerdas bernama Sumartini. Sebenarnya keduanya tidak saling mencintai, karena memiliki kepentingan masing-masing, akhirnya keduanya sepakat untuk menikah. Sukartono merasa bahwa Sumartini adalah orang yang cocok untuk mendampingi hidupnya. Dia menikahi Sumartini karena kecantikan dan kepandaianya. 
Sumartini menikahi Sukartono dengan alasan dia ingin melupakan masa lalunya. Tak lama setelah membina rumah tangga, ternyata kehidupan mereka tidak harmonis. Mereka sering bertengkar dan cekcok, bahkan saling diam tanpa komunikasi. 
Sukartono adalah seorang dokter yang menjunjung tinggi pekerjaanya. Dia bekerja disiplin tanpa kenal lelah demi pasienya. Dia juga seorang dokter yang dermawan karena sering membebaskan bayaran bagi pasienya yang tidak mampu.
Ternyata pengabdian Sukartono pada pekerjaanya telah membuat dia lupa pada kehidupan rumah tangganya. Sumartini merasa diabaikan dan beranggapan bahwa suaminya lebih mencintai pekerjaan daripada dirinya, seakan tidak pernah ada waktu komunikasi dalam rumah tangga. Hari-hari mereka sering dilalui dengan pertengkaran. Sukartini merasa tidak memiliki hak di hadapan Sukartono. Itulah yang memicu pertengakaran di antara mereka, sepertinya tiada hari yang dilalui tanpa pertengkaran.
Waktu pun berlalu, suatu hari Sukartono menerima telpon bahwa ada seorang pasien yang sakit keras. Dia lalu diminta menemui pasienya di suatu hotel. Sukartono pun memenuhi panggilan pasien tersebut. Setelah sampai di hotel, Sukartono kaget bahwa pasienya adalah Rohayah yang merupakan teman sekolah dan sahabat masa kecilnya. 
Rohayah menceritakan bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak cocok hidup dengan suaminya. Akhirnya dia pindah ke Jakarta dan memutuskan menjadi janda. Sebenarnya Rohayah secara diam-diam telah jatuh hati pada Sukartono. Itulah yang membuatnya mencari keberadaan Sukartono. 
Setelah bertemu, Rohayah kemudian melancarkan seranganya dengan memberikan rayuan-rayuan dan pujian kepada Sukartono. Semula Sukartono tidak terpengaruh dengan rayuan Rohayah. Tetapi setelah dirayu terus-menerus akhirnya dia jatuh juga pada rayuan Rohayah. Sukartono merasa bahwa dengan Rohayah dia bisa menemukan ketenangan hatinya yang tidak bisa dia peroleh bersama Sumartini.
Keharmonisan hubungan Sukartono dengan Rohayah akhirnya tercium juga oleh Sumartini. Dia marah dan jengkel, kemudian pergi ke hotel tempat Rohayah menginap untuk memberikan caci maki dan menumpahkan amarahnya. Setibanya di hotel, perasaan marah Sumartini luluh juga oleh kelembutan hati dan keramahan Rohayah.
Setelah pulang dari hotel tempat Rohayah menginap, Sukartini berintrospeksi diri. Dia merasa telah berlaku kasar pada suaminya dan tidak bisa memberikan rasa kasih sayang seperti yang diinginkan suaminya. Dia lalu memutuskan untuk berpisah dengan Sukartono.
Pada mulanya Sukartono tidak mengijinkan keputusan Sumartini, bahkan dia juga akan berusaha mengubah hidupnya untuk lebih perhatian pada Sumartini, tetapi karena kebulatan tekad Sumartini, akhirnya Sukartono tak kuasa juga untuk mencegahnya, mereka pun secara resmi berpisah. Hati Sukartono pun gundah. Dia merasa sedih dengan perceraian tersebut. 
Penderitaanya bertambah ketika mengetahui bahwa Rohayah telah pindah dan meninggalakan sebuah surat yang menyatakan perasaanya pada Sukartono. Pada akhirnya Sukartono mengabdikan diri pada sebuah panti asuhan. Di tempat tersebut dia merasa mendapatkan ketenangan batinya karena bisa membantu orang lain.

 

Buah rindu. (Karya : Amir Hamzah)

Buah Rindu

Dikau sambur limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda tajuk mahkota.

Di tuan rama – rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang menyelang
Melihat adinda kekasih abang.

Ibu, seruku laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana berhati mutu

Kelana jauh duduk merantau
Dibalik gunumg dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah jawa mahkota pulau…

Buah kenangku entah kemana
Lalu mengembara kesini sana
Haram berkata sepatah jua
Ia lalu meninggalkan beta.

Ibu lihatlah anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Laksana Asmara kehilangan seroja.

Bunda waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibunda menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda ?

Wah kalau begini naga – naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.



engan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik.
(Amir Hamzah, Doa)

...
Di tengah manusia
Aku tersia-sia,
Mencari khabar
Yang agak benar
...
(Y.E Tatengkeng, Gadis Belukar)

...
Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai.
Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di dalam dada.
(STA, Prjuangan)

...
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
...
(Muhammmad Yamin, Indonesia Tumpah Darahku)

Konotasi
Kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan itu disebut konotasi. Konotasi menambah denotasi dengan menunjukkan sikap-sikap dan nilai-nilai, dengan memberi daging (menyempurnakan) tulang-tulang arti yang telanjang dengan perasaan atau akal (Altenbernd dalam Pradopo, 1987:59). Contoh puisi angkatan Pujangga Baru yang menggunakan kata konotasi adalah:

            ...
Angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas.
...
(Amir Hamzah, Berdiri Aku)

...
Gairah menggulung menuju teluk
Selara tua gugur ke tanah
Pucuk muda tertawa mengolak sela,
Keranda muram diusung ke makam,
...
(STA, Jangan Tanggung Jangan Kepalang)
...
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri, Laksmi mengarang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia.
...
(Sanusi Pane, Teratai)


J.E. Tatengkeng:
ANAKKU

engkau datang mengintai hidup
engkau datang menunjukkan muka
tapi sekejap matamu kaututup,
melihat terang anaknda tak suka.
mulut kecil tiada kau buka,
tangis teriakmu takkan diperdengarkan
alamat hidup wartakan suka,
kau diam, anakku, kami kautinggalakn.
sedikit pun matamu tak mengerling,
memandang ibumu sakit terguling
air matamu tak bercucuran,
tinggalkan ibumu tak berpenghiburan.
kau diam, diam, kekasihku,
tak kaukatakan barang pesanan,
akan penghibur duka didadaku,
kekasihku, anakku, mengapa kain?
sebagai anak melalui sedikit,
akan rumah kami berdua,
tak anak tak insyaf sakit,
yang diderita orang tua.
tangan kecil lemah tergantung,
tak diangkat memeluk ibumu,
menyapu dadanya, menyapu jantung,
hiburkan hatinya, sayangkan ibumu.
selekas anaknda datang,
selekas anaknda pulang.
tinggalkan ibu sakit terlintang,
tinggalkan bapak sakit mengenang.
selamat jalan anaknda kami,
selamat jalan kekasih hati.
anak kami Tuhan berikan,
anak kami Tuhan panggilkan,
hati kami Tuhan hiburkan,
nama Tuhan kami pujikan.

(Rindu Dendam, 1934)






BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Angkatan Pujanga Baru disebut juga Angkatan ’30-an sebab angkatan ini lahir pada tahun 1930-an. Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai memancarkan  jiwa  yang  dinamis,  individualistis,  dan  tidak  lagi mempersoalkan tradisi sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbul karena para pengarang khususnya sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin tinggi sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental dengan warna kedaerahan.


















DAFTAR PUSTAKA

Rosidi, Ajip. (1968). Ikhtisar sejarah sastra. Bandung : Bina cipta
E. Kosasih. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung : Nobel Edu
Putri Wulan Sari Purnama. (2016). Sastra pujangga baru [online].Tersedia : Putriwulansaripurnama.blogspot.co.id

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda