KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Sastra Perbandingan”.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan
makalah ini dan jauh dari sempurna. Penulis berharap makalah yang sederhana ini
dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang
proses pembelajaran di dalam kelas.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi menambah sempurnanya makalah ini dan kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya
dan bagi penulis.
Pringsewu, 20 Maret 2017
Kelompok
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.....................................................................................
ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ....................................................................................... 1
B. Pokok
Pembahasan.................................................................................
2
C. Tujuan
.................................................................................................... 2
BAB
II TEORI PEMBAHASAN
1. Angkatan
’30-an atau Angkatan Pujangga Baru .................................. 3
2.
Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan
Pujangga Baru
Angkatan
30an ...................................................................................... 4
3. Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya ...................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A.
Contoh Karya Sastra angkatan 30an ...................................................... 9
BAB IV PENUTUP
A.
Simpulan ................................................................................................ 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesusastraan Indonesia
artinya semua hal yang meliputi sastra Indonesia.Sejak lahirnya (1920) sampai
sekarang (1990), kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan
demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik
dalam rangka prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak
Indonesia modern yang pertama adalah sajak “Tanah Air” yang ditulis oleh M.
Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong Sumatra No.4, Tahun III, April
1920. sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan response terhadap karya
sebelumnya (Riffaterre via Teeuw, 1983:65), baik berupa tanggapan atau
penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang
telah ada. Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi
sebelumnya, tetapi sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada
ataupun norma puisi sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu tidak
lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11).
Demikian juga karya
sastra itu merupakan tegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw, 1983:4,11).
Dipandang dari hal tersebut itu, sajak Muhammad Yamin merupakan response
terhadap sajak-sajak yang telah ada, baik berupa penentangan ataupun
penyimpangan terhadap norma-norma karya sastra sebelumnya. Sebelum Muhammad
Yamin menulis sajak “Tanah Air” itu, di Indonesia sudah ada Sastra Melayu Lama.
Adanya respon Muhammad Yamin tentang penyimpangan norma-norma yang tradisional
atau konvensional yang pada akhirnya membuat Muhammad Yamin membentuk kelompok
penyair sezaman atau seperiode dan pada akhirnya membentuk sebuah angkatan
sastra atau periode sastra yang kemudian terkenal dengan periode Angakatan
Pujangga Baru (1933-1942). Untuk lebih jelas mengenai periode Angkatan Pujangga
Baru akan diuraikan dalam makalah ini.
B.
Pokok
Pembahasan
4. Angkatan
’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
5. Ciri-ciri
karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru Angkatan 30an
6. Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui tentang Angkatan
’30-an atau Angkatan Pujangga Baru, Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan
Pujangga Baru Angkatan 30an, dan Tokoh-tokoh
Pujangga Baru ( 30an) serta hasil
karyanya.
BAB
II
PENDAHULUAN
A.
Angkatan
’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya
yang lahir sekitar ‘30–40-an diambil dari majalah sastra yang terbit pada 1933.
Majalah itu bernama Pujangga Baroe yang kepengurusannya dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane. Angkatan Pujanga
Baru disebut juga Angkatan ’30-an sebab angkatan ini lahir pada tahun 1930-an.
Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda
dengan karya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai
memancarkan jiwa yang
dinamis, individualistis, dan
tidak lagi mempersoalkan tradisi
sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbul karena para pengarang khususnya
sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya
yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin
tinggi sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental
dengan warna kedaerahan.
Layar Terkembang merupakan salah satu karya
terpenting pada angkatan ini. Novel tersebut merupakan buah karya Sutan Takdir
Alisyahbana (STA). Dalam novel tersebut, STA menyampaikan pendapat dan
pandangan-pandangannya tentang peranan
wanita dan kaum muda dalam pembangunan bangsa. Novel lainnya yang
monumental pada angkatan ini adalah Belenggu karya Armijn Pane. Belenggu merupakan novel yang menarik karena
mengangkat kehidupan nyata, seperti perselingkuhan yang sebelumnya
disembunyikan di belakang dinding-dinding kesopanan. Novel ini juga bukan hanya
menggambarkan gerak-gerik lahir tokoh-tokohnya, tetapi pergolakan batin mereka.
Daya tarik lainnya adalah Armijn Pane tidak menyelesaikan ceritanya seperti
kebiasaan para pengarang sebelumnya, tetapi membiarkan pembaca menyelesaikannya
sesuai dengan angan-angan masing-masing.
Angkatan Pujangga Baru juga diwarnai oleh puisi-puisi
Amir Hamzah (1911–1946) yang memiliki ciri khas tersendiri sekaligus sebagai
ikon angkatan tersebut. Puisi-puisi Amir Hamzah dibukukan dalam Nyanyi Sunyi
(1937) dan Buah Rindu (941). Puisi-puisi Amir Hamzah pada umumnya bernada
romantisisme: kerinduan dan rasa sedih. Kesedihan itu menyebabkan timbulnya
rasa sunyi, berpasrah diri. Selain Amir Hamzah, penyair yang tergolong Angkatan
Pujangga Baru adalah J.E. Tatengkeng (1907–1968) yang puisi-puisinya terkumpul
dalam Rindu Dendam. J.E. Tatengkeng banyak melahirkan puisi-puisi religius. Ada
pula Asmara Hadir yang sebagian besar puisinya penuh dengan romantisisme dan
kesedihan.
B.
Ciri-ciri
karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru Angkatan 30 an
Ciri-ciri
karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri
struktur estetik dan ciri ekstra estetik.
a.
Ciri Struktur Estetik
1.
Bentuknya teratur rapi, simetris.
2.
Mempunyai persajakan akhir.
3. Banyak menggunakan pola sajak pantun dan
syair meskipun ada pola yang lain.
4. Sebagai
besar puisi empat seuntai.
5. Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan
terdiri atas sebuah gatra (kesatuan sintaktis)
6. Tiap
gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.
7. Pilihan katanya menggunakan “kata-kata
Pujangga” atau “bahasa nan indah”.
8. Gaya
ekpresinya beraliran romantik.
9. Gaya sajak Pujangga Baru polos, tidak
mempergunakan kata-kata kiasan yang bermakna ganda, kata-katanya serebral,
hubungan kalimat kalimatnya jelas.
b. Ciri
Struktur Ekstra Estetik
1. Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan
masyarakat kota, seperti
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.
2. Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak
mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.
3. Ide keagamaan menonjol.
4. Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat :
kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.
5. Sifat didaktis masih tampak kuat.
Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra
estetik maka dapat diuraikan secara umum
karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.
1. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar
pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat
kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya
Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan
lain-lainnya.
2. Mengandung nafas kebangsaan atau unsur
nasional. Hal ini terlihat dalam
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.
3. Memiliki kebebasan dalam menentukan
bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya
sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik dan esai.
4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah
bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan
ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.
5. Romantik idealisme menjadi cirinya
juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi sering
terasa berlebihan.
6. Pengaruh
asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda.
a.
Puisi
Ciri-ciri
puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1)
Puisinya berbentuk puisi baru, bukan
pantun dan syair lagi,
2)
Bentuknya lebih bebas daripada puisi
lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima,
3)
Persajakan (rima) merupakan salah satu
sarana kepuitisan utama,
4)
Bahasa kiasan utama ialah perbandingan,
5)
Pilihan kata-katanya diwarnai dengan
kata-kata yang indah,
6)
Hubungan antara kalimat jelas dan hampir
tidak ada kata-kata yang ambigu,
7)
Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam
yang indah, dan tentram.
Puisi baru
berdasarkan isinya yaitu :
1)
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
2)
Himne adalah puisi pujaan untuk tuhan,
tanah air, atau pahlawan.
3)
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang
yang berjasa.
4)
Epigram adalah puisi yang berisi
tuntunan/ajaran hidup.
5)
Romance adalah puisi yang berisi luapan
perasaan cinta kasih.
6)
Elegi adalah puisi yang berisi ratap
tangis/kesedihan.
7)
Satire adalah puisi yang berisi
sindiran/kritik.
b.
Prosa
Ciri-ciri puisi pada angkatan
pujangga baru yaitu :
1)
Berbentuk prosa baru yang bersifat
dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat),
2)
Masalah yang diangkat adalah masalah
kehidupan masyarakat sehari-hari,
3)
Alurnya lurus,
4)
Tidak banyak sisipan-sisipan cerita
sehingga alurnya menjadi lebih erat,
5)
Teknik perwatakannya tidak menggunakan
analisis langsung. Deskripsi fisik sudah sedikit,
6)
Pusat pengisahannya menggunakan metode
orang ketiga,
7)
Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan
perumpamaan, pepatah, dan peribahasa,
8)
Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah,
drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan,
9)
Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan
Barat
10) Dipengaruhi
siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas, dan tertulis
C.
Tokoh-tokoh Pujangga Baru ( 30an) dan hasil karyanya
adalah sebagai berikut.
1. Sutan Takdir
Alisyahbana
Hasil
karyanya, antara lain: (1) Tak Putus Dirundung Malang, roman tahun 1929; (2)
Dian Yang Tak Kunjung Padam, roman tahun 1932, (3) Anak Perawan di Sarang
Penyamun, roman tahun 1941; (4) Layar Terkembang, roman tahun 1936; (5) Tebaran
Mega, puisi;
2. Sanusi Pane
Hasil
karyanya antara lain: (1) Pancaran Cinta tahun 1926, (2) Puspa Mega tahun 1927,
(3) Madah Kelana tahun 1937, (4) Manusia Baru tahun 1940, (5) Arjuna Wiwaha
tahun 1940.
3. Armyn Pane
Hasil
karyanya antara lain: (1) Belenggu, tahun 1938, (2) Jiwa Berjiwa, tahun 1939
4. Amir Hamzah
Hasil
karyanya antara lain: (1) Nyanyi Sunyi, (2) Buah Rindu, (3) Setanggi Timur.
5. Y.E
Tatengkeng
Hasil
karyanya adalah Rindu Dendam tahun 1934.
6. Hamidah
Hasil
karyanya Kehilangan Mustika tahun 1935.
7. Suman
Hasibuan
Hasil karya
Suman antara lain: (1) Kasih Tak Terlerai tahun 1929,
(2) Percobaan Setia tahun 1931, (3) Mencari
Pencuri Anak Perawan tahun 1932, (4) Kasih Tersesat, tahun 1932, (5) Tebusan
Darah, tahun 1939.
BAB III
CONTOH KARYA SASTRANYA
1.
SINOPSIS NOVEL “TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG”
Buku
tersebut menceritakan tentang seseorang yang tidak henti-hentinya mengalami
kepahitan hidup. Kisah tersebut berawal dari sebuah keluarga miskin di Dusun
Ketahun, Bengkulu. Keluarga tersebut beranggotakan tiga orang–seorang ayah dan
dua orang anaknya. Cerita pahit kehidupannya berawal ketika ia dan
adiknya–Laminah, yang harus ditinggal mati ayahnya. Yang sebelumnya mereka juga
terlebih dahulu ditinggal mati oleh ibu mereka.
Setelah
menjadi seorang yatim piatu, mereka kemudian diasuh oleh bibi mereka, Jepisah.
Bibi mereka selalu bersikap baik terhadap mereka. Pertama kali saat mereka
tinggal bersama Jepisah, mereka diperlakukan seperti anak sendiri oleh Jepisah
dan suaminya–Madang. Akan tetapi, setelah beberapa hari kemudian mereka kembali
harus merasakan pahitnya kehidupan. Suami Jepisah mulai bertingkah seenaknya
sendiri terhadap mereka. Madang tidak segan-segan mengeluarkan kata-kata keras
dan kasar kepada mereka, bahkan memukul atau pun menendang sekalipun. Padahal
Jepisah sangat menyayangi mereka berdua.
Mereka
berdua tetap bersabar sampai akhirnya sebuah kesalahpahaman menjadikan mereka
harus pergi meninggalkan bibi yang sangat mereka sayangi itu. Mereka lalu
menginap di tempat Datuk Halim dan Seripah, istrinya. Kehidupan mereka pun
mulai membaik. Mereka diperlakukan seperti seorang yatim piatu yang memang
benar-benar harus disayangi dan dikasihi. Tapi, karena merasa sudah sangat
merepotkan, mereka berdua berencana untuk pergi merantau ke kota, meninggalkan
Dusun Ketahun.
Sesampainya di kota Bengkulu, tepatnya di kampung Cina, mereka dipekerjakan oleh seorang tokeh yang memiliki sebuah toko Roti. Beberapa tahun mereka hidup dengan tenang disana. Namun, ketenangan mereka kembali harus terusik setelah kedatangan Sarmin, pegawai baru di toko itu. Perngai Sarmin sangat menyeramkan. Bandannya kekar berotot. Laminah merasa sangat terganggu akan keberadaan Sarmin. Berkali-kali ia harus menangis tersedu karena rasa takutnya terhadap Sarmin. Oleh karena itu, Mansur bertekad memberi peringatan terhadap Sarmin. Perkelahian pun tidak dapat dielakkan lagi.
Sesampainya di kota Bengkulu, tepatnya di kampung Cina, mereka dipekerjakan oleh seorang tokeh yang memiliki sebuah toko Roti. Beberapa tahun mereka hidup dengan tenang disana. Namun, ketenangan mereka kembali harus terusik setelah kedatangan Sarmin, pegawai baru di toko itu. Perngai Sarmin sangat menyeramkan. Bandannya kekar berotot. Laminah merasa sangat terganggu akan keberadaan Sarmin. Berkali-kali ia harus menangis tersedu karena rasa takutnya terhadap Sarmin. Oleh karena itu, Mansur bertekad memberi peringatan terhadap Sarmin. Perkelahian pun tidak dapat dielakkan lagi.
Setelah
kejadian itu, Mansur beserta adiknya memutuskan untuk mencari pekerjaan
ditempat lain. Mereka pun kembali merasakan kejamnya kehidupan. Mansur harus di
bawa ke kantor polisi dan terpaksa mendekam di dalam sel setelah dituduh
mencuri uang. Laminah harus menerima kenyataan pahit itu, ia harus rela hidup
sendirian tanpa saudaranya. Terlebih ia kembali terusik oleh Darwis, temannya
dulu ketika masih bekerja di toko Roti. Keperawanannya hampir saja terenggut
oleh pria tak berhati itu. Ia tidak tahan lagi akan kehidupan pahit yang selalu
dialaminya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyudahi hidupnya dengan
melompat dari tebing curam ke lautan luas.
Setelah
sekian lama terkurung di dalam penjara. Mansur akhirnya bisa merasakan kembali
udara segar kota Bengkulu. Tak lama kemudian, kabar mengenai kematian adiknya
pun terdengar olehnya. Kini, ia hanya hidup sendiri setelah ditinggal mati ibu,
ayah dan adiknya. Ia berusaha tetap tabah mengahadapi kenyataan tersebut.
Sampai akhirnya malapetaka pun datang. Karena terlalu banyak memikirkan
kehidupan yang baginya semakin kejam, fisiknya menjadi lemah hingga akhirnya
ketika sedang berlayar ia jatuh pingsan dan tenggelam ke lautan. Jasadnya
hilang entah kemana.
Tema :
Kehidupan seseorang yang tak pernah putus dirundung malang.
Setting : Dusun Ketahun, Kota Bengkulu.
Tokoh :
Syahbuddin, Mansur, Laminah, Jepisah, Madang, Marzuki, Datuk Halim, Andung
Seripah, Malik, Darwis, Tokeh dan Istrinya.
Alur :
Maju.
Amanat : Meskipun hidup kita terasa pahit. Akan
tetapi, kita harus tetap bersabar dalam menjalani kehidupan tersebut.
Gaya Bahasa : Melayu.
Dian yang Tak Kunjung Padam merupakan karya STA (Sutan Takdir Alisjahbana) yg pertama kali diterbitkan oleh PN. Balai Pustaka pd tahun 1932.
Tokoh:
Yasin, Molek, Raden Mahmud, Cek Siti, Ibu Yasin, Sayid Mustafa.
Suatu hari,
Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu dengan seorang
gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis cantik
yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang mewah
di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama
kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka
tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok
antara keduanya.
Baik Yasin
maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta kasih mereka
yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta
mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam kertas.
Pada suatu
hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu
dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara
terang-terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan
seluruh kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala
kesederhanaannya, mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak
oleh keluarga Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin.
Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu
pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama
kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua keturunan
Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek. Orangtua
Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima lamaran Sayid.
Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap
berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Molek
karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid
menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid
terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan,
kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika
mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya yang
semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di
Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu
ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat memendam
kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah
kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya pun
meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih hidup
menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu.
Sinopsis
Tuti dan Maria merupakan anak dari Raden
Wiriatmajda, anak sulungnya yaitu Tuti memiliki sifat yang teguh pendiriannya,
pendiam dan aktif dalam berbagai organisasi wanita. Sebaliknya dengan anak
bungsu Wiriatmajda, Maria cenderung periang, lincah dan orang yang mudah kagum.
Hari minggu ini mereka akan mengunjungi akuarium di sebuah pasar ikan, ketika
mereka hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar seorang pemuda
menghampiri mereka yang kebetulan sepeda pemuda itu bersebelahan dengan sepeda
mereka. Akhirnya mereka berkenelan dengan pemuda tersebut. Pemuda tersebut
bernama Yusuf dia merupakan mahasiswa kedokteran dan putra dari Demang Munaf,
yang tinggal di Martapura Kalimantan Selatan. Setelah berkenalan Yusuf
mengantar Tuti dan Maria sampai depan rumah.
Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis tersebut,
terutama Maria gadis yang cantik, lincah dan periang. Yusuf telah menaruh hati
kepada Maria sejak pertama mereka bertemu. Keesokan hainya Yusuf, Maria dan
Tuti bertemu di depan hotel Des Indes semenjak pertemuan mereka yang
kedua itu Yusuf sering sekali menjemput Maria untuk berangkat bersama ke
sekolah. Hubungan mereka semakin dekat, Yusuf pun sudah berani berkunjung ke
rumah Wiriatmadja untuk menemui Maria. Di sana dia di sambut dengan lembut dan
sopan, sering sekali dia berkunjung ke sana. Tuti pun sedang di sibukkan dengan
kongres Putri Sedar yang di pimpinnya.
Yusuf memutuskan untuk berlibur sebentar di kampong halamannya. Selama berlibur
Maria dan Yusuf saling berkirim surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan
telah pindah ke Bandung. Surat-surat yang dikirim oleh Maria membuat Yusuf
semakin rindu kepadanya, sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan
mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf di sambut hangat oleh Maria dan Tuti. Yusuf
mengajak mereka berjalan-jalan, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan
kesibukannya. Mereka menuju ke air terjun, di bawah air terjun. Maria merasa
kedinginan dalam kesempatan itu Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Hari-hari Maria penuh dengan kehangatan dengan Yusuf. Sebaliknya hari-hari Tuti
dihabiskan dengan membaca buku. Melihat kemesraan yang di alami adiknya Tuti
pun ingin mengalami hal yang sama. Tetapi Tuti memiliki kekawatiran terhadap
hubungan Maria dan Yusuf. Tuti menasehati Maria jangan terlalu diperbudak oleh
cinta, nasehat Tuti justru memicu pertengkaran di antara mereka. Maria bahkan
menyinggung akibat putusnya hubungan Tuti dengan tunangannya Hambali.
Pertengkatan antara mereka memberikan pukulan keras terhadap Tuti.
Dari kejadian itu Tuti merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya. Di tempat
kerjanya Tuti mendapat teman baru yaitu Supomo. Supomo sempat menyatakan
cintanya kepadanya. Sekarang Tuti dihadapkan pada dua pilihan antara menikah
dengan organisasi Putri Sedar yang tidak dapat dia tinggalkan. Akhirnya dia
memutuskan untuk meninggalkan Supomo meskipun dia telah berusia 27 tahun.
Maria terserang sakit yang cukup parah, yaitu muntah darah dan TBC. Keluarga
Wiriatmadja akhirnya memutuskan agar Maria di rawat di rumah sakit Pacet. Tuti
pun kembali memperhatikan Maria, Ia sangat khawatir akan keadaan adiknya.
Setiap hari Yusuf juga mengunjungi Maria, secara langsung Yusuf selalu bertemu
dengan Tuti. Tuti dan Yusuf sudah mulai dekat. Semakin hari keadaan Maria
semakin menurun, dan keadaannya berakhir dengan kematian.
Sebelum meninggal Maria telah berpesan kepada Tuti, supaya apabila jiwanya
tidak terselamatkan kakaknya bersedia menjadi istri kekasihnya yang sekarang
ini. Tuti dan Yusuf telah kehilangan seseorang yang amat mereka sayangi.
Sepeninggal Maria, Tuti merasa bahwa Yusuf dapat dicintainya dengan tulus,.
Sebaliknya Tuti juga merasakan bahwa cinta Yusuf kepadanya juga tulus. Sekarang
Tuti merasa yakin bahwa Yusuf adalah calon suami yang baik dan bisa di cintainya.
Seorang
dokter bernama Sukartono menikah dengan seorang yang cantik dan cerdas bernama
Sumartini. Sebenarnya keduanya tidak saling mencintai, karena memiliki kepentingan
masing-masing, akhirnya keduanya sepakat untuk menikah. Sukartono merasa bahwa
Sumartini adalah orang yang cocok untuk mendampingi hidupnya. Dia menikahi
Sumartini karena kecantikan dan kepandaianya.
Sumartini
menikahi Sukartono dengan alasan dia ingin melupakan masa lalunya. Tak lama
setelah membina rumah tangga, ternyata kehidupan mereka tidak harmonis. Mereka
sering bertengkar dan cekcok, bahkan saling diam tanpa komunikasi.
Sukartono
adalah seorang dokter yang menjunjung tinggi pekerjaanya. Dia bekerja disiplin
tanpa kenal lelah demi pasienya. Dia juga seorang dokter yang dermawan karena
sering membebaskan bayaran bagi pasienya yang tidak mampu.
Ternyata
pengabdian Sukartono pada pekerjaanya telah membuat dia lupa pada kehidupan
rumah tangganya. Sumartini merasa diabaikan dan beranggapan bahwa suaminya
lebih mencintai pekerjaan daripada dirinya, seakan tidak pernah ada waktu
komunikasi dalam rumah tangga. Hari-hari mereka sering dilalui dengan
pertengkaran. Sukartini merasa tidak memiliki hak di hadapan Sukartono. Itulah
yang memicu pertengakaran di antara mereka, sepertinya tiada hari yang dilalui
tanpa pertengkaran.
Waktu pun
berlalu, suatu hari Sukartono menerima telpon bahwa ada seorang pasien yang
sakit keras. Dia lalu diminta menemui pasienya di suatu hotel. Sukartono pun
memenuhi panggilan pasien tersebut. Setelah sampai di hotel, Sukartono kaget
bahwa pasienya adalah Rohayah yang merupakan teman sekolah dan sahabat masa
kecilnya.
Rohayah
menceritakan bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak cocok hidup
dengan suaminya. Akhirnya dia pindah ke Jakarta dan memutuskan menjadi janda.
Sebenarnya Rohayah secara diam-diam telah jatuh hati pada Sukartono. Itulah
yang membuatnya mencari keberadaan Sukartono.
Setelah
bertemu, Rohayah kemudian melancarkan seranganya dengan memberikan
rayuan-rayuan dan pujian kepada Sukartono. Semula Sukartono tidak terpengaruh
dengan rayuan Rohayah. Tetapi setelah dirayu terus-menerus akhirnya dia jatuh
juga pada rayuan Rohayah. Sukartono merasa bahwa dengan Rohayah dia bisa
menemukan ketenangan hatinya yang tidak bisa dia peroleh bersama Sumartini.
Keharmonisan
hubungan Sukartono dengan Rohayah akhirnya tercium juga oleh Sumartini. Dia
marah dan jengkel, kemudian pergi ke hotel tempat Rohayah menginap untuk
memberikan caci maki dan menumpahkan amarahnya. Setibanya di hotel, perasaan
marah Sumartini luluh juga oleh kelembutan hati dan keramahan Rohayah.
Setelah
pulang dari hotel tempat Rohayah menginap, Sukartini berintrospeksi diri. Dia
merasa telah berlaku kasar pada suaminya dan tidak bisa memberikan rasa kasih
sayang seperti yang diinginkan suaminya. Dia lalu memutuskan untuk berpisah
dengan Sukartono.
Pada mulanya
Sukartono tidak mengijinkan keputusan Sumartini, bahkan dia juga akan berusaha
mengubah hidupnya untuk lebih perhatian pada Sumartini, tetapi karena kebulatan
tekad Sumartini, akhirnya Sukartono tak kuasa juga untuk mencegahnya, mereka
pun secara resmi berpisah. Hati Sukartono pun gundah. Dia merasa sedih dengan
perceraian tersebut.
Penderitaanya
bertambah ketika mengetahui bahwa Rohayah telah pindah dan meninggalakan sebuah
surat yang menyatakan perasaanya pada Sukartono. Pada akhirnya Sukartono
mengabdikan diri pada sebuah panti asuhan. Di tempat tersebut dia merasa
mendapatkan ketenangan batinya karena bisa membantu orang lain.
Buah rindu. (Karya : Amir Hamzah)
Buah Rindu
Dikau sambur
limbur pada senja
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dikau alkamar purnama raya
Asalkan kanda bergurau senda
Dengan adinda
tajuk mahkota.
Di tuan rama –
rama melayang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang menyelang
Di dinda dendang sayang
Asalkan kanda selang menyelang
Melihat adinda
kekasih abang.
Ibu, seruku
laksana pemburu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Memikat perkutut di pohon ru
Sepantun swara laguan rindu
Menangisi kelana
berhati mutu
Kelana jauh duduk
merantau
Dibalik gunumg dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah jawa mahkota pulau…
Dibalik gunumg dewala hijau
Diseberang laut cermin silau
Tanah jawa mahkota pulau…
Buah kenangku
entah kemana
Lalu mengembara kesini sana
Haram berkata sepatah jua
Lalu mengembara kesini sana
Haram berkata sepatah jua
Ia lalu
meninggalkan beta.
Ibu lihatlah
anakmu muda belia
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Setiap waktu sepanjang masa
Duduk termenung berhati duka
Laksana Asmara kehilangan
seroja.
Bunda waktu tuan
melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibunda menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda ?
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibunda menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda ?
Wah kalau begini
naga – naganya
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.
Kayu basah dimakan api
Aduh kalau begini laku rupanya
Tentulah badan lekaslah fani.
engan apakah
kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat
naik, setelah menghalaukan panas payah terik.
(Amir Hamzah, Doa)
...
Di tengah manusia
Aku tersia-sia,
Mencari khabar
Yang agak benar
...
(Y.E Tatengkeng, Gadis Belukar)
...
Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai.
Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di dalam
dada.
(STA, Prjuangan)
...
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
...
(Muhammmad Yamin, Indonesia Tumpah Darahku)
Konotasi
Kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan yang terkumpul
dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan itu disebut konotasi.
Konotasi menambah denotasi dengan menunjukkan sikap-sikap dan nilai-nilai,
dengan memberi daging (menyempurnakan) tulang-tulang arti yang telanjang dengan
perasaan atau akal (Altenbernd dalam Pradopo, 1987:59). Contoh puisi angkatan
Pujangga Baru yang menggunakan kata konotasi adalah:
...
Angin pulang
menyejuk bumi
Menepuk
teluk mengempas emas
Lari ke
gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun
di atas alas.
...
(Amir
Hamzah, Berdiri Aku)
...
Gairah
menggulung menuju teluk
Selara tua
gugur ke tanah
Pucuk muda
tertawa mengolak sela,
Keranda
muram diusung ke makam,
...
(STA, Jangan
Tanggung Jangan Kepalang)
...
Akarnya
tumbuh di hati dunia
Daun berseri, Laksmi mengarang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja
kembang gemilang mulia.
...
(Sanusi
Pane, Teratai)
J.E. Tatengkeng:
ANAKKU
engkau datang mengintai hidup
engkau datang menunjukkan muka
tapi sekejap matamu kaututup,
melihat terang anaknda tak suka.
mulut kecil tiada kau buka,
tangis teriakmu takkan diperdengarkan
alamat hidup wartakan suka,
kau diam, anakku, kami kautinggalakn.
sedikit pun matamu tak mengerling,
memandang ibumu sakit terguling
air matamu tak bercucuran,
tinggalkan ibumu tak berpenghiburan.
kau diam, diam, kekasihku,
tak kaukatakan barang pesanan,
akan penghibur duka didadaku,
kekasihku, anakku, mengapa kain?
sebagai anak melalui sedikit,
akan rumah kami berdua,
tak anak tak insyaf sakit,
yang diderita orang tua.
tangan kecil lemah tergantung,
tak diangkat memeluk ibumu,
menyapu dadanya, menyapu jantung,
hiburkan hatinya, sayangkan ibumu.
selekas anaknda datang,
selekas anaknda pulang.
tinggalkan ibu sakit terlintang,
tinggalkan bapak sakit mengenang.
selamat jalan anaknda kami,
selamat jalan kekasih hati.
anak kami Tuhan berikan,
anak kami Tuhan panggilkan,
hati kami Tuhan hiburkan,
nama Tuhan kami pujikan.
(Rindu Dendam, 1934)
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Angkatan Pujanga
Baru disebut juga Angkatan ’30-an sebab angkatan ini lahir pada tahun 1930-an. Karya
sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan
sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai memancarkan jiwa
yang dinamis, individualistis, dan
tidak lagi mempersoalkan tradisi
sebagai tema sentralnya. Hal semacam itu timbul karena para pengarang khususnya
sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya
yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin
tinggi sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental
dengan warna kedaerahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidi, Ajip. (1968). Ikhtisar sejarah sastra. Bandung : Bina
cipta
E. Kosasih. (2008).
Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung : Nobel Edu
Putri
Wulan Sari Purnama. (2016). Sastra pujangga
baru [online].Tersedia : Putriwulansaripurnama.blogspot.co.id
1 komentar:
wow keren
Posting Komentar