BAB I
BATASAN WACANA
1. Pengertian wacana
Wacana
merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang di gunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks social. Stuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulisan dan dapat
bersifat transaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat di lihat
bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan
dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengunkapan
ide/gagasan penyapa. Ilmu yang mempelajari wacana di sebut dengan analisis
wacana.
Istilah
wacana di pergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan, tetapi juga
pembicaraan di depan umum, tulisan, serta upaya-upaya formal. Wacana mencakup
keempat tujuan penggunaan bahasa, yaitu:
v Expresi diri sendiri
v Exposisi
v Sastra
Persuasi (
landsten, 1976: 111-2; tarigan, 1985: 16-7) Dalam pengertian luas wacana adalah
rentang ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individual).
Wacana tidak hanya terdiri dari untaian ujaran atau kalimat yang secara
gramatikal yang tertera secara rapi.
2. Batasan wacana
Wacana
adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam prilaku
linguistic (atau yang lainya). (Edmondson, 1981 : 4)
Wacana
adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa ; dengan perkataan
lain unit-unit linguistic yang lebih besar dari pada kalimat atau klausa, (
stubbs, 1983 : 10)
Wacana
adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu
rasa kohesi bagi pembaca penyimak. (desee, 1984 : 72)
Wacana
adalah satuan bahasa terlengkap; dalam heraki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tinggi atau terbesar.
Demikianlah,
telah kita utarakan uraian pengertian, atau batasan wacana yang kita ambil dari
berbagai sumber. Dari sumber-sumber itu dapat kita lihat adanya persamaan dan
perbedaan pendapat dari berbagai pakar atau penulis.
Dari
sumber-sumber tersebut dapat kita lihat adanya unsure-unsur penting wacana
sebagai berikut:
a) Satuan
bahasa
b) Terlengkap/terbesar/klausa
c) Diatas
kalimat/klausa
d) Teratur/tersusun rapi/rasa
kohesi
e) Berkesinambungan/kontinuitas
f) Rasa
kohesi/rasa kepaduan
g) Lisan/tulis
h) Awal dan
akhir yang nyata
BAB II
STRUKTUR DAN TIPE WACANA
A. Struktur wacana
Satuan-satuan
bahasa secara linguistic mempunyai urutan dari yang terkecil sampe yang
terbesar, maka urutan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Fonem
b) Morfem
c) Kata
d) Frase
e) Klausa
f) Kalimat
g) wacana
Perlu kita
pahami benar-benar bahwa percakapan atau konversasi dalam kehidupan sehari-hari
sungguh beraneka ragam.
Konsep“berbentuk rapi”yang kita berikan pada
stuktur wacana, mengandung implikasi paling sedikit dalam dua hal, yaitu:
a) Adanya
kemungkinan untuk membedakan urutan-urutan wacana yang koheren dan yang tidak koheren;
a) Adanya
peluang untuk meramalkan: para pembicara dapat meramalkan apa yang ingin
dikatan oleh para pembicara lainnya, karena memang terdapat berbagai ketidakleluasaan dalam urutan
linier atau urutan yang lurus.
Wacana
merupakan segmen dari teks yang mempunyai kesatuan erat amat sederhana: wacana
melibatkan suatu topik tunggal
B. Tipe Dan Ciri Wacana
Eugene A.
Nida mengatakan bahwa setiap bahasa mempunyai beberapa tipe wacana yang
berbeda-beda, antara lain, ada lima tipe wacana, yaitu:
a) Narasi
b) Konversasi
c) Komposisi
d) Deklamasi
e) Puisi
Semua bahasa
mempunyai dua tipe umum ujaran, yaitu formal
dan informal, atau ada juga yang
lebih ingin mengklasifikasikannya atas nonkasual dan kasual, misalnya Voegelin
(1960).
Maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
a)
Wacana Tulis
b)
Wacana Lisan
Berdasarkan
langsung atau tidaknya pengungkapan,wacana dapat diklasifikasikan atas:
a)
Wacana Langsung
b)
Wacana tidak Langsung
Berdasarkan
cara membeberkannya atau cara menuturkannya, maka wacana dapat diklasifikasikan
atas:
a)
Wacana Pembeberan
b)
Wacana Penuturan
Berdasarkan bentuk wacana
dapat pula kita bagi atas:
a)
Wacana Prosa
b)
Wacana Puisi
c)
Acana Drama
BAB III
JENIS DAN TUJUAN WACANA
A. Jenis Wacana
Wacana dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut pandang kita
antara lain:
a) Berdasarkan
tertulis atau tidaknya wacana
b) Berdasarkan
langsung atau tidaknya pengungkapan wacana
c) Berdasarkan
cara penuturan wacana
Berdasarkan
apakah wacana itu disampaikan dengan media tulis atau media lisan, maka wacana
dapat diklasifikasikan atas:
a) Wacana tulis
b) Wacana lisan
Berdasarkan
cara atau cara menuturnya, maka wacana dapat diklasifikasikan atas:
a) Wacana prosa
b) Wacana puisi
c) Wacana drama
Wacana tulis
atau written discourse adalah wacana yang di sampaikan secara tertulis, melalui
media tulis. Untuk menerima, memahami, atau menikmati maka para penerima harus
membacanya.
a). Berdasarkan untaian pantun karo
Tentang
bahasa karo, memang agak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, tapi banyak juga
persamaan. Oleh sebab itu, pada pantun-pantun di bawah ini akan jelas terlihat
persamaanya dan perbedaan itu, terlebih dalam terjemahnnya.
Pantun anak-anak:
Cimen si
molah-olah
Palu-palu I
kutabulu
Andi enggo
sebenaken sekolah
Mela malu adi la belu
(“mentimun
bergantung-gantung
Palu memukul
di kutabuluh
Kalau di
mulai sekolah
Malu kalau
tidak pandai”)
Dan masih
banyak contoh pantun yang lain seperti pantun orang muda, pantun orang tua dan
sebagainya.
B. Tujuan Wacana
Dalam
pembahasan terdahulu telah di perbincangkan dengan terperinci batasan serta
pengertian wacana, hakikat, struktur, organisasi, tipe dan cirri, beserta
jenis-jenis wacana.
Pada prinsipnya wacana
mempunyai fungsi atau tujuan ganda, yaitu:
a) Memberikan
teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah mengatakan sesuatu yang bermanfaat
mengenai teks wacana individu dan juga kelompok
b) Berupaya
untuk menghasilkan suatu teori wacana (Berry, 1981 121)
Dalam
kaitanya dengan tujuan pertana itu, kita beranggapan
bahwa apa bila seseorang memberikan suatu teks maka orang itu ingin dengan
mudah dapat membandingkan teks-teks atau bagian teks sedemikian rupa agar dia
mudah memperlihatkan kesamaan-kesamaan dan perbedaanya. Dengan kata lain, kita
mengharapkan agar yang bersangkutan dapat dengan mudah menunjukkan sebanyak
mungkin perasaan dan perbedaan.
Dalam
kaitanya dengan tujuan kedua, maka berkeyakinan bahwa apa bila seseorang
membangun suatu teori wacana salah satu tujuan utama orang itu ialah
meramalakan pendistribusian bentuk-bentuk permukaan (surface froms), menurunkan
bentuk-bentuk wacana yang “gramatikal” dan membendung atau menghalangi bentuk
yang tidak gramatikal.
BAB IV
KALIMAT DALAM WACANA
A.
Struktur
Kalimat
Dengan
mempergunakan istilah yang bersifat teknis, dapat kita katakana bahwa perbedaan
gaya bahasa seseorang ditentukan oleh mikro-struktur yang mencakup teks dan
kalimat,maka ada tiga istilah yang kita perlukan dalam analisis selanjutnya
yaitu:
a)
Segmentasi kalimat (sentence
segmentation)
b)
Leksikalisasi (lexicalization)
c)
Manifestasi gramatikal (grammatical
manifestation)
1. Struktur
Gramatikal
Dipandang
dari segi gramatikal, maka kalimat mempunyai struktur:
Subjek, verba, komplemen
|
Ketiga
bagian utama tersebut dalam bahasa inggris dengan cara yang cukup jelas: verba
adalah kata yang secara khusus mempergunakan tense untuk menandai waktu suatu peristiwa. Kata yang bias kita
ganti itu adalah kata kerja utama ( the
main verb) bila hanya sendirian, atau kata kerja bantu ( the first auxiliary verb). Komplemen
adalah apa –apa saja yang melengkapi pengertian struktur verba, jika memang
verba itu membutuhkan pelengkap struktur tersebut.
2. Struktur
Semantik
Ditinjau
dari segi sematiknya, maka kalimat mempunyai struktur :
Age nts, Actions,
and Goals
|
Pelaku, Laku, dan Sasaran
|
Ataupun :
Subjek
kalimat dibatasi sebagai pelaku ( doer),
suatu tindakan atau laku. Contoh yang benar-benar menunjang hal ini, kita
kemukakan kalimat pasif pada contoh berikut “ Jendela dipecahkan oleh anak itu
dengan tongkat”.
Secara sistematis, beberapa
kata kerja aktif dapat pula membalikan sesuatu tindakan kembali kepada subjek,
seperti pada contoh berikut ini :
Kami
menerima tantangan dari masyaarakat
Dia
mengarahkan pukulan pada dagu
Mereka
menderita hempasan badai
Saya merasa
ketakutan terhadap gelap
Kini kamu
akan mengalami uujian berat
Setiap
kalimat diatas mempunyai fersi aktif lainnya dimana subjek benar-benar
merupakan pelaku.
3. Struktur
Retoris
Ditinjau
dari segi retoris, maka kalimat mempunyai struktur :
Topic, Pivot, and Stress
|
Pokok, Sumbu dan Tekanan
|
atau
Topic and comment
Pokok (pembicaraan) dan
komentar
|
Informasi lama informasi
baru
TEMA (theme) REMA
(rheme)
|
Kita tidak dapat mempergunakan istilah yang sama, yaitu topik dan komentar,
sebab kedua istilah itu mengacu pada posisi struktural dalam kalimat.
Topik
mengekspresikan informasi tematik (yaitu informasi yang lebih lama, yang lebih
dapat diramalkan, kurang informatif) sedangkan informasi rematik dicadang bagi
posisi bahwa topik suatu kalimat pada lahirnya mungkin atau tidak mungkin
menyebut topik suatu paragrap atau suatu wacana yang lebih abstrak.
Pada contoh
berikut ini, topic memiliki bawahanya sendiri yang terdiri dari topic dan
komentar, dan komentar mempunyai bawahan sendiri yang terdiri pula dari topic
dan komentar. Topic dan tekanan, memang penting dalam hal bagaimana cara kita
memahami suatu wacan.
B. Kalimat Sempurna
Dipandang
dari segi struktur internal klausa utama, maka kita dapat membedakan :
a)
Kalimat sempurna
b)
Kalimat tak sempurna
Kalimat
sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri atas sebuah klausa bebas.
Kalimat tak
sempurna adalah kalimat yang dasarnya terdiri atas sebuah klausa terikat, atau
sama sekali tidak mengandung struktur klausa.
Dalam
wacana, konteks itu memegang peranan penting dengan perkataan lain, dengan
tegas dapat kita katakana bahwa :
Dalam wacana tidak ada
kalimat
Tak sempurna
Atau
Semua kalimat sempurna
Dalam wacana
|
Dalam wacana
ideal tiga unsure utama yaitu awal (abstrak), tengah (orientasi), akhir (koda).
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita
jumpai teks di kantor, di toko di jalan, yang terdiri atas satu kata, satu
frase, satu klausa.
C. Kohesi dan Koherensi
1. Kohesi
Merupakan
organisasi sintaktik, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan
padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antaara kalimat dalam
sebuah wacana, baik dalam strata grmatikal maupun dalam strata leksikal
tertentu. Sarana-sarana kohesi itu ke dalam lima katagori, yaitu :
a)
Pronominal (kata sandi)
b)
Substitusi (penggantian)
c)
Elipsis
d)
Konjungsi
e)
Leksikal
2. koherensi
Koherensi
adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi
suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya
(wohl, 1978: 25)
BAB V
WACANA LISAN
Wacana lisan
adalah suatu bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan
koherensi tinggi yang bersinambungan.
Ciri atau unsure khas wacana
lisan antara lain:
1. Aneka
tindak
Aneka tindak
merupakan peringkat terbawah pada skala wacana. Perlu kita ketahui bahwa tindak
ini mempunyai jenis atau kelas yang beraneka ragam. Burton (1981: 65-8)
misalnya membedakan delapan jenis tindak yaitu:
v Penanda (marker)
v Panggilan (summons)
v Permintaan metastatemen (request-metastatement)
v Permisi setuju (permission-accept)
v Salam panggilan/setuju (greeting-summons)
v Salam-Maaf (accuse-excuse)
v Informasi-komentar (inform-comment)
v Prawancana (preface)
2. Gerak
Tindak dan
gerak dalam wacana sangat bersama dengan morfem dan kata dalam gramatikal.
Dengan defenisi dapat di katakana bahwa gerak adalah satuan bebas yang terkecil
walaupun dia mempunyai struktur dalam
hubungan tindak (Sinclair dan coultrad, 1978: 23). Ada pakar yang membedakan
gerak atas lima jenis, yaitu sebagai berikut:
v Gerak susun (framing
moves)
v Gerak pusat (focusing
moves)
v Gerak pembukaan (opening move)
v Gerak jawban (asnwerring move)
v Gerak lanjutan (follow-up move)
3. Pertukaran
Pakar wacana
lisan Deirdre membedakan dua jenis pertukaran atau exchanges yaitu:
a) Explicit
boundary exchanges
b) Conversational
exchanges
Uraian yang
sangat terperinci mengenai struktur dan ragam pertukaran telah di adakan oleh
Sinclair dan coulthard dalam menganalisis wacana bahasa inggris yang
dipergunakan oleh guru dan siswa di kelas. Mereka membedakan dua jenis utama
pertukaran yaitu:
a) Boundary exchanges (pertukaran batas)
b) Teaching exchanges (pertukaran pengajaran)
4. Transaksi
Transaksi
biasanya , mulai dengan pertukaran
persiapan dan berakhir dengan pertukaran
akhir. Ada pun tiga tipe utama transaksi adalah:
a) Transaksi
penerangan (informing transaction)
b) Transaksi
pengarahan (directing transaction)
c) Transaksi
pancingan (eliciting trasactions)
5. Kineksi
Kinesik atau gerakan, Bukanlah merupakan unsure kebahasaan tetapi turut
berperan untuk memperlancar jalannya komunikasi lisan tatap muka. Kineksi ini
mencakup aspek-aspek tertentu, prilaku komunikatif nonlokal antara partisipan
dalam suatu wacana lisan. Ilmu yang menelaah masalah kinesik disebut kinetic (kinetics).
BAB VI
BAHASA LISAN DAN TULIS
1. Pengertian
Bahasa lisan
dan tulis jelas berbeda. Bahasa lisan yang di maksud adalah kalimat yang di
ucap. Sedangkan bahasa tulis adalah kalimat yang di sampekan dalam bentuk
tulisan. Meski sudah ada tanda baca dalam bahasa tulisan, tidak sepenuhnya bias
menyampekan sama persis dengan apa yng di maksud oleh penulis. Fungsi tanda
baca sama halnya dengan ekspresi wajah
saat orang berbicara.tanpa tanda baca yang jelas maksud dari bahasa tulis tak
kan sampe dan berakibat salah paham.
2. Perbedaan Bahasa Lisan Dan
Tulisan
Bahasa Lisan:
v Diperkaya oleh penguatan ekspresi, gerak –gerik
dan intonasi
v Tidak membutuhkan alat bantu karena harus ada
lawan bicara
v Berlangsung cepat
v Tidak ada bukti autentik karena langsung
berhadapan dengan lawan bicara
v Memerlukan orang ke dua/ lawan bicara
v Hasil kurang baik karena tidak di persiapkan
sebelumnya
Bahasa Tulis:
v Umumnya di perkaya oleh tanda baca, unsure grama
tikal dan diksi yang tepat
v Mempunyai bukti autentik berupa tulis
v Tidak membutuhkan orang kedua/ lawan bicara
v Mempunyai hukum yang kuat
3. Ragam
Bahasa Lisan Dan Tulisan
Menurut
Felicia (2001:8), ragam bahasa dibagi berdarsarkan media pengantarnya atau
sarannya, yang terdiri atas :
a)
Ragam lisan
b)
Ragam tuli
Ragam lisan
adalah bahasa yang di ujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam
lisan yang setandar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan,
ceramah, dan ragam tulisan yang nonsetandar misalnya dalam percakapan antar
teman.
Ragam lisan
adalah bahasa yang tertulis atau tercetak. Ragam tulispun dapat berupa ragam
tulis yang standar maupun nonsetandar. Ragam tulis yang setandar kita temukan
dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar dan sebagainya. Kita juga
dapat menemukan ragam tulis nonsetandar dalam majalah remaja, iklan, atau
poster.
Jadi dalam
ragam bahasa lisan, kita berusahadengan
lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisaan
(ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu
memiliki hubungan yang erat. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam
bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal kedua jenis ragam bahasa itu
berkembang, menjadi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak
identik benar, meskipun ada pula kesamaan.
Contoh
perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa
dan kosakata) yaitu:
1. Tata bahasa
Bentuk kata,
tata bahasa, struktur kalimat, kosakata
a. Ragam bahasa
lisan :
v Nia sedang baca surat kabar
v Ari mau nulis surat
v Mereka tinggal di menteng
v Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa
tulis :
v Nia sedang membaca surat kabar
v Ari mau menulis surat
v Akan saya tanyakan soal itu
v Mereka bertempat tinggal kementeng
2. Kosa kata
Contoh ragam
lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam lisan
v Ariani bilang kalau kita harus belajar
v Kita harus bikin karya tulis
b. Ragam tulis
v Ariani mengantakan bahwa kita harus belajar
v Kita harus membuat karya tulis.
BAB VII
PERANAN KONTEKS
1. Ciri-Ciri Konteks
Sudah kita
bicarakan tiap peristiwa percakapan selalu terdapat faktor yang mengambil
peranan dalam peristiwa itu seperti penutur, lawan bicara, pokok pembicaraan,
tempat bicara dan lain-lain. Si pembicara akan memperhitungkan dengan siapa dia
bicara, tentang apa yang di bicarakan, dimana di bicarakan, bila dibicarakan,
situasi bicara dan lain-lain yang akan membagi warna terhadap pembicara itu.
Dan peristiwa semacam itu, jelas terlihat pada suatu diskusi karena akan
terlihat:
a) Tempat
diskusi
b) Peserta
diskusi
c) Suasana
diskusi
d) Tujuan diskusi
e) Aturan
diskusi
f) Ragam
diskusi
Dell Hymes
(1968:99) mengemukakan adanya factor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa
itu dengan singkatan SPEAKING. Dan pada bukunya yang lain mencatat tentang
cirri-ciri:
a) Adveesser
b) Advensee
c) Topic
pembicaraan
d) Setting
e) Channel
f) Code
g) Massage from
h) Event
1.1
Pembicara
Mengetahui
si pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterprestasikan
pembicaraanya. Umpamanya saja seorang mengatakan operasi harus dilaksanakan.
Kalau kita
ketahui yang bicara itu dokter tentu kita akan paham maksud dari operasi dan
itu adalah operasi terhadap manusia atau hewan. Tetapi bila yang berbicara itu
seorang ahli ekonomi yang dimaksud operasi bukan manusia atau hewan melainkan
mendrop kepasar dari pemerintah mengstabilkan harga.
Sebuah
contoh itupun sudah jelas bagi kita bagaimana pentingnya untuk mengetahui siapa
pembicara.
1.2
pendengar
kepentingan
mengetahui sipembicara sama dengan kepentingan
mengetahui si pendengar. Terhadap siapa ujaran itu ditunjuk akan
memperjelas makna ujaranitu. Berbeda-beda penerima ujaran maka berbeda juga
tapsirannya..
1.3
topik pembicara
sama
pentingnya dengan pembicara dan pendengar adalah topic pembicaraan. Dengan
mengetahui topic pembicaraan akan mudahlah bagi seseorang yang mendengar atau
yang membaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan. Banyak kata-kata yang mempunyai
makna lain dalam bidang-bidang tertentu.
1.4
Setting
yang di
maksud dengan seting di sini adalah soal waktunya, tempat pembicaraan itu di
lakukan. Termasuk juga dalam setting ini, hubungan antara si pembaca dan si
pendengar, gerak gerik tubuhnya, gerak-gerik roman mukanya.
1.5
Channel
untuk
memberikan informasi seorang pembicara dapat mempergunakan berbagai cara, bias
dengan lisan, tulisan, telegram dan lain-lain.
Demikian
pemilihan harus dilakukan oleh si pembicara dengan mempertimbangkan seluruh
itu. Supaya apa yang dikehendakinya yaitu sampainya informasi kepada si
pendengar tercapai.
1.6
Code
Dalam
peristiwa wawancara terutama di Indonesia yang memakai dialeg tertentu, maka
memakai bahasa Indonesia dialeg tersebut jauh lebih baik dari memakai bahasa
resmi.
1.7
Message from
pesan yang
harus disampaikan harus tepat, karena bentuk itu bersifatfundamental, banyak
pesan yang di sampaikan tidak sampai kependengar.
1.8
Event
peristiwa
tutur seperti wawancara akan berbeda dengan peristiwa tutur ceramah atau akan
berbeda lagi.
BAB VIII
KEUTUHAN WACANA
A. Pengertian Keutuhan Wacana
Keutuhan
wacana adalah satu aspek yang sangat penting karena ia menentukan apakah itu
boleh di anggap sebagai wacana atau hanya merupakan kumpulan ayat yang tidak
teratur. Melalui analisis keutuhan wacana kita dapat menentukan ada sesuatu
teks itu sebuah wacana atau hanya sekumpulan ayat yang tidak teratur. Melalui
analisis keutuhan wacana kita juga dapat
pula memahami hubungan bahasa dengan alam diluar bahasa secara lebih
mendalam.
Wacana
adalah keutuhan makna yang terdapat dalam sebuah ayat atau serumpun ayat.
Wacana juga adalah unit bahasa yang lebih besar dari pada ayat yang boleh
terdiri dari pada ayat, sejumlah ayat, ceraian dialog.
Menurut Ng
(1984:4): Wacana sebagai istilah umum yang bermaksudpercakapan atau penulisan
yang menyatakan sesuatu yang agak panjang.
Tarigan
(1987:27): Wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar
di atas kalimat atu klausa dengan koherensi dan kohesi tinngi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara
lisan dan tilis.
B. Jenis – Jenis Wacana
Umumnya
wacana dapat di bagikan kepada dua jenis yaitu :
a) Wacana lisan
b) Wacana
tulisan
C. Ciri – Ciri Keutuhan Wacana
Dalam tata
bahasa Dewan (2008:534) mnyatakan suatu wacana yang utuh mempunyai dua ciri
utama yaitu:
1. Kohesi dan koheren
2. Semantic
Dalam cirri-ciri semantic di atas
memiliki contoh sebagai berikut:
a. Hubungan sebab akibat
b. Hubungan
sebab dan hasil
c. Hubungan
sebab dan tujuan
d. Hubungan
syarat dan hasil
e. Hubungan
latar dan kesimpulan dan lain-lain
Hubungan
semantic dalam sesuatu wacana juga dikaitkan dengan situasi wacana. Dalam hal
ini, pengetahuan tentang bahasa yang digunakan akan membantu seseorang memahami
sesuatu wacana . Dalam tulisan menggunakan tanda baca seperti koma,
komabertitik, dan sebagainya.
3. Hubungan dari aspek fonologi
Dari aspek
fonologi wacana dapat di lihat dari pada hentian suara, nada suara dan intonasi
suara, Ini dapat menimbulkan hubungan semantic di antara bagian wacana.
4. Hubungan dari segi leksikal
Hubungan ini
dapat dilihat dari aspek wujudnya pertaliaan antara perkataan dalam suatu
wacana.
5. Segi tata
bahasa
Dari segi
tata bahasa wacana memperlihatkan hubungan berdasarkan tatabahasa. Ini dapat
dilihat dari pada pengguna penanda gramatik antara penanda tatabahasa yang
mewujudkan keutuhan wacana ialah:
1. Penanda
penghubung
2. Penanda
rujukan
3. Penanda
pengaanti
D. Aspek Sematis
Hubungan-hubungan
sematis antara kalimat-kalimat yang menyebabkan wacana itu memang banyak di
antaranya yaitu:
1. Sebab-akibat
2. Perbandingan
3. Perafrastis
4. Amplifikasi
5. Aditif
6. Identifikasi
7. Generic –
sepesipik
8. Penunjukkan
(referensi)
Hubungan –
hubungan antara kalimat-kalimat itu terjadi baik sebagai sebab pada kalimat
pertama dan akibat pada kalimat kedua. Bisa juga dengan perbandingan pada kalimat kedua dan
seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar