BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam makalah ini akan
dibahas lebih mendalam mengenai pengertian praanggapan dan jenis praanggapan. Beberapa definisi tentang
praanggapan di antaranya menurut George Yule (2006:43) menyatakan bahwa
praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur
sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi
adalah penutur bukan kalimat. Sedangkan Louise
Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Dari
beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan
adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa
yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Jadi yang dimaksud dengan praanggapan adalah suatu penafsiran atau asumsi oleh sang penutur pada saat
berdiolog dengan pendengarnya. Makin tepat praanggapan yang dihipotesiskan, makin
tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian praanggapan?
2. Apasaja jenis-jenis praanggapan ?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka kami bisa menuliskan tujuan dari masalah tersebut sebagai
berikut:
1. Siswa mampu mengetahui pengertian praanggapan.
2.
Siswa mampu mengetahui dan mempelajari jenis-jenis praanggapan
3. Siswa
mampu mengetahui contoh-contoh praanggapan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) berasal
dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum
pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya
tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan. Selain
definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya
adalah George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi
adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum
menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan
kalimat.
Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa
praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian
praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi
berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau
ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan
sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat
dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas
dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur
sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh
mitra tutur.
Untuk
memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?”
Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum
bertutur (a) memiliki praanggapan bahwa (b) mengetahui maksudnya yaitu terdapat
sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
Kesalahan membuat praanggapan efek dalam ujaran
manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai
komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang
dihipotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
Contoh:
(a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(b) “Minuman nya sudah selesai”.
Dari contoh (a)
praanggapan adalah:
(1) saya mempunyai ayah;
(2) Ayah ada
disurabaya.
Pada contoh (b) praanggapannya adalah silahkan
diminum. Oleh karena itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan
respons orang terhadap penafsiran suatu ujaran.
B. Ciri Praanggapan
Ciri
praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule,2006:45).
Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan
tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau
dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat berikut :
A : “Gitar Budi itu baru”.
B
: “Gitar Budi tidak baru”.
Kalimat
(b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (4a). Praanggapan dalam kalimat (4a)
adalah Budi mempunyai gitar. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak
berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (4a), yaitu
memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi mempunyai gitar.
Wijana
(dikutif, 2009:64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan
kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang
diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang
memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas
pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut.
a.
“Istri pejabat itu cantik sekali”.
b.
“Pejabat itu mempunyai istri”.
Kalimat
(b) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (5a). Kalimat tersebut
dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut mempunyai istri.
Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat tersebut tidak
mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
C.
Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan
(presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa,
dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan
praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan,
yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi
non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi
konterfaktual.
1.
Presuposisi Esistensial
Presuposisi
(praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/
keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
a.
Orang itu berjalan
b.
Ada orang berjalan
2.
Presuposisi Faktif
Presuposisi
(praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan
mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
a.
Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b.
Dia sakit
3.
Presuposisi Leksikal
Presuposisi
(praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang
dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna
lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
a.
Dia berhenti merokok
b.
Dulu dia biasa merokok
4.
Presuposisi Non-faktif
Presuposisi
(praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
a.
Saya membayangkan berada di Hawai
b.
Saya tidak berada di Hawai
5.
Presuposisi Struktural
Presuposisi
(praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah
dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian
struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat
tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di
mana) seudah diketahui sebagai masalah.
a.
Kapan dia pergi?
b.
Dia pergi
6.
Presuposisi konterfaktual
Presuposisi
(praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya
tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak
belakang dengan kenyataan.
a.
Seandainya ibu kota Jawa Barat ada di Sumedang.
b.
Ibu kota Jawa Barat bukan di Sumedang.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
praanggapan
adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa
yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur, jenis praanggapan yaitu
presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif,
presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
B.
Saran
Penulis menyarankan dalam pembuatan makalah ini
mengenai pengetahuan tentang praanggapan, ciri-ciri praanggapan, dan
jenis-jenis praanggapan.Penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk mempelajari
praanggapan agar dapat menambah ilmu
pengetahuan yang lebih luas . Dengan mempelajari hal di atas
diharapkan pembaca dapat memahami apa
yang dimaksud dengan praanggapan sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://edisuryadimaranaicindo. Wordpress.com/2016/03/03/Aspek-Aspek-
Pragmatik-Praanggapan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar