Kupakai Jilbabku Untukmu Ayah
Judul Cerpen Kupakai Jilbabku Untukmu Ayah
Lolos moderasi pada : 9 March 2017
Banyak orang bilang bahwa aku adalah seorang anak tak tahu
diri, malas dan suka keluar malam.
Namaku Atika Sari, aku hidup sederhana bersama ayah. Sedangkan ibu telah meninggal sesudah melahirkanku. Aku adalah anak semata wayang ayahku. Ayah hanya bekerja sebagai supir bajaj. Tapi sejujurnya aku muak akan hidup ini. Mengapa aku tidak seperti teman-temanku yang lain. Yang bisa membeli apa yang mereka inginkan. Aku merasa iri pada mereka, pada orangtua mereka yang mampu membahagiakan anaknya. Tapi aku? Ah sudahlah, rasanya itu tak mungkin terjadi padaku.
Namaku Atika Sari, aku hidup sederhana bersama ayah. Sedangkan ibu telah meninggal sesudah melahirkanku. Aku adalah anak semata wayang ayahku. Ayah hanya bekerja sebagai supir bajaj. Tapi sejujurnya aku muak akan hidup ini. Mengapa aku tidak seperti teman-temanku yang lain. Yang bisa membeli apa yang mereka inginkan. Aku merasa iri pada mereka, pada orangtua mereka yang mampu membahagiakan anaknya. Tapi aku? Ah sudahlah, rasanya itu tak mungkin terjadi padaku.
Aku selalu diejek dan dihindari oleh teman-temanku karena aku
tergolong orang yang miskin. Sejak saat itu aku menjadi semakin benci pada
ayah. Hal itu yang menyebabkan aku frustasi dan akhirnya aku menjadi anak yang
sering keluar malam tanpa arah dan tujuan. Bagiku, rumah itu serasa aku berada
di dalam neraka.
Saat itu, ayah sudah pulang kerja sekitar jam 18.47 aku hanya
diam di kamar. Dan tak lama, ayah memanggilku. Aku keluar dengan wajah malas
dan merengut.
“Ini bapak belikan nasi nak, makanlah” katanya dengan wajah lelahnya sambil menyodorkan sebungkus yang berisi nasi dan lauk pauk. Mendengarnya telingaku kembali panas, aku mengambil sebungkus nasi itu dari tangannya lalu aku banting ke lantai hingga nasi dan lauknya berserakan kemana-mana. Lalu aku kembali ke kamarku. Aku benci, sampai kapanpun aku benci padanya. Benci karena dia tidak bisa membahagiakan aku.
“Ini bapak belikan nasi nak, makanlah” katanya dengan wajah lelahnya sambil menyodorkan sebungkus yang berisi nasi dan lauk pauk. Mendengarnya telingaku kembali panas, aku mengambil sebungkus nasi itu dari tangannya lalu aku banting ke lantai hingga nasi dan lauknya berserakan kemana-mana. Lalu aku kembali ke kamarku. Aku benci, sampai kapanpun aku benci padanya. Benci karena dia tidak bisa membahagiakan aku.
Untuk apa aku di rumah? Sedangkan aku selalu muak melihat
wajahnya. Aku pun keluar malam hari, aku pergi dengan berjalan kaki tak tentu
arah. Aku melihat segerombolan lelaki dan perempuan muda tengah asik
berbincang-bincang di sana. Aku pun mendekati, aku tadinya sempat berpikir
bahwa aku akan mendapat hinaan karena pakaianku yang lusuh ini. Tapi ternyata
mereka baik, mereka ramah tak memilih-milih teman. Aku pun ikut duduk bersama
mereka. Sejak saat itu aku selalu keluar malam setiap hari untuk berkumpul
bersama mereka. Aku sering diberikan baju indah oleh mereka terutama para
perempuan.
“Nih, gue bawain baju buat lo. Dipake ya” Kata Sella sambil memberikan baju dan sepatu tinggi itu.
“Nih, gue bawain baju buat lo. Dipake ya” Kata Sella sambil memberikan baju dan sepatu tinggi itu.
“Waw, makasih ya. Lo orang baik banget deh” jawabku bahagia. Baju-baju yang sering mereka berikan
padaku selalu aku pakai setiap aku berkumpul dengan mereka tiap malam di taman.
Baju yang sangat menarik bagiku, bahkan sekarang aku suka memakai pakaian seksi
yang tak layak aku pakai.
Saat itu ayah melihatku pergi dengan pakaian yang baginya tak
senonoh.
“Tika, mau kemana kamu nak malam-malam begini? Jangan keluar nak, itu berbahaya bagimu. Dan jangan memakai pakaian itu nak. Berpakaianlah dengan sopan” Ujar ayahku.
“Udah deh pak, bapak gak usah sok nasehatin aku. Aku ini udah gede pak, bukan anak kecil lagi yang selalu bapak atur. Aku muak di rumah ini pak. Lebih baik aku pergi bersama teman-temanku! Bapak jangan pernah ngatur hidup aku!” kataku sambil menutup pintu keluar dengan keras.
“Tika, mau kemana kamu nak malam-malam begini? Jangan keluar nak, itu berbahaya bagimu. Dan jangan memakai pakaian itu nak. Berpakaianlah dengan sopan” Ujar ayahku.
“Udah deh pak, bapak gak usah sok nasehatin aku. Aku ini udah gede pak, bukan anak kecil lagi yang selalu bapak atur. Aku muak di rumah ini pak. Lebih baik aku pergi bersama teman-temanku! Bapak jangan pernah ngatur hidup aku!” kataku sambil menutup pintu keluar dengan keras.
Aku kembali berkumpul dengan teman-temanku. Dan itu membuatku
semakin liar. Bahkan aku pernah tak pulang ke rumah hingga esok hari. Aku
terhanyut dalam suasana kegelapan malam yang bagiku itu adalah kebahagiaanku.
Hingga pada akhirnya kesucianku pun hilang. Hilang akibat efek malam hari yang
membuat hidupku merasa nyaman berada dalam suasana itu. Ayahku pun tak tahu
bahwa aku telah menjadi anak yang sangat nakal sekali. Tetapi ayah selalu
berkata padaku “sebaiknya kamu memakai jilbab nak agar auratmu tertutup”
ucapannya yang selalu membuatku bising. Aku malah semakin tak mau melihatnya
lagi karena aku malas mendengar ucapan itu. Selalu, selalu, dan bahkan setiap
hari ayah berkata itu padaku. Aku hanya merengut dan selalu menjawab
perkataannya dengan amarah.
Hari ini, adalah hari ulangtahunku. Aku berharap pacarku akan
memberikanku kado. Tetapi, kenyataan tak seindah yang aku bayangkan. Aku malah
diputuskan oleh pacarku. Dia bilang bahwa dia punya pengganti lain yang lebib
cantik dari aku. Hatiku sakit sekali. Ini semua karena ulah ayahku. Karena
ayahku miskin sehingga tidak ada satupun orang yang benar benar menyayangiku.
Saat itu aku tengah menyeberang jalan menuju pulang karena
jam sekolah telah usai. Aku melihat ayah di seberang sana sambil
melambai-lambaikan tangannya sambil membawa sebuah kotak kecil berselimut
kertas kado. Aku hanya terdiam, ayah mulai menyebrang dan mendekat kearahku.
Tetapi saat ia sudah berada di tengah jalan, terdapat mobil Kijang dari arah
berlawanan melaju kencang dan menumbur ayaku. Tak ada yang dapat menghentikan
kejadian itu. Ayahku terkapar berlumuran darah. Tapi ia tetap menggenggap kado
itu dengan erat. Aku terkejut dan mendekati ayahku dan orang orang di sekitarku
pun hingga menghampiri membentuk lingkararan. Aku terduduk, aku menangis
terisak-isak. Aku menjerit. Saat dalam keadaan menangis, ayah berkata padaku
sangat pelan seperti bisikan.
“Tika, maafkan bapak karena tidak bisa membahagiakanmu. Bapak hanya bisa memberikan ini padamu nak. Bapak sayang kamu nak” kata ayahku dalam keadaan makin lemah sambil menggerakan kado itu yang artinya ia memberikannya padaku. Seketika itu ayahku menghela nafas terakhirnya dengan mengeluarkan setetes air mata.
“Tika, maafkan bapak karena tidak bisa membahagiakanmu. Bapak hanya bisa memberikan ini padamu nak. Bapak sayang kamu nak” kata ayahku dalam keadaan makin lemah sambil menggerakan kado itu yang artinya ia memberikannya padaku. Seketika itu ayahku menghela nafas terakhirnya dengan mengeluarkan setetes air mata.
“Bapak, jangan tinggalin Tika pak. Tika gak punya siapa-siapa lagi selain bapak. Pak, maafin Tika pak. Maafin semua salah Tika yang membuat bapak sakit hati terhadap Tika. Pak, Tika minta maaf pak. Bangun pak. Tika sayang bapak.” kataku dengan linangan air mata yang semakin menjadi.
Kemudian jasad ayahku dimandikan lalu disholatkan. Aku
menangis tiada henti di hadapan jasad ayahku. Saat sedang dikuburkan, aku
semakin ingin memberontak. Hati sesak, ada beribu-ribu penyesalan yang aku
rasakan saat itu. Saat pemakaman selesai, aku pulang bersama dengan para
tetanggaku yang mengantarkan. Saat sudah sampai di rumah, aku membuka kado
pemberian ayahku yang ternyata berisi jilbab dan mukena serta selembar surat.
Kubuka surat itu perlahan dan mulai membacanya.
Nak, maafkan bapak tidak bisa membahagiakanmu, maafkan bapak
atas segala kekurangan bapak. Maafkan bapak telah membuatmu menjadi bahan
hinaan banyak orang. Maafkan bapak nak. Bapak pun sudah terlalu tua dan lelah
dalam menasihatimu. Bapak tidak berharap apa-apa nak. Bapak hanya ingin kamu
menjadi anak yang baik. Pakailah jilbab ini sebagai penutup auratmu nak. Dan
gunakan mukena ini untukmu mendekatkan diri kepada Allah. Maafkan bapak tidak
bisa memberimu yang lebih dari ini. Bapak sangat menyayangimu nak, setiap kamu
pergi malam hari, bapak menangis. Bapak menangis karena tidak dapat mendidik
kamu dengan baik. Tapi ketahuilah nak, setiap keringat lelah yang bapak
keluarkan, itu semua karena bapak ingin berjuang membahagiakanmu nak. Tapi
maafkan bapak jika bapak tidak dapat membahagiakanmu seumur hidup bapak nak.
Bapak sayang Tika.
Tak terasa bulir-bulir air yang jatuh dari mataku menuju
kertas putih itu keluar. Aku memeluk kertas, jilbab, dan mukenah itu. Aku
menangis tiada henti. Sekeji inikah aku terhadap ayahku Ya Allah? Sungguh aku
sangat menyesali perbuatanku. Aku masih ingin melihat wajah ayahku lagi, aku masih
ingin diberikan perhatian oleh ayahku. “Aku berjanji pak, aku akan selalu
memakai jilbab ini untuk menutupi lekukan-lekukan tubuhku. Aku berjanji akan
memenuhi permintaan bapak. Bapak adalah pria terhebat yang Tuhan titipkan untuk
menjagaku. Bapak, maafkan aku pak. Maafkan aku telah membuatmu terluka. Semoga
bapak ditempatkan di sisi-Nya”
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar