BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Berbicara tentang asal usul suatu
daerah pastilah suatu daerah tersebut mempunyai sebuah cerita atau kejadian
serta di percayai masyarakat. Atau anda sering membaca cerita asal usul suatu
daerah di sekitar anda akan tetapi tidak semua orang tahu tentang unsur-unsur
yang terdapat dalam sebuah karya sastra yaitu unsure intrinsiknya agar bisa di
sebut sebuah karya sastra contohnya cerita asal usul Bangkahalu.
Tapi apakah anda tau tapi apakah
anda mengetahui perkembangannya tentu sudah tapi tidak lengkap ataupun kurang
bahan maka dari itu kami mendapat tugas membuat makalah tentang asal usul
bangkahalu sebagai bahan diskusi kami di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Agar dapat menjadi bahan acuan pengembangan kami dan sebagai bahan
bacaan anda untuk menambah wawasan anda.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah singkat tentang Asal Usul
Bangkahulu.
1.2.2 Apa saja unsur-unsur intrinsik dalam cerita.
1.3
Tujuan penulisan
1.3.1 Agar dapat mengetahui tentang Asal Usul
Bangkahalu.
1.3.2 Sebagai bahan presentasi kelompok kami.
1.3.3 Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan
bagi pembaca.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
ASAL-USUL BANGKAHULU
Konon orang yang pertama-tama
menghuni Bengkulu ialah Nantu Kesumo dan kawan-kawannya. Ia datang dari Demak
di pulau Jawa. Ia memasuki daerah Bengkulu lewat pantai (pasar Bengkulu
sekarang). Di tanah yang baru ini, Nantu Kesumo dan kawan-kawannya menghadapi
tantangan yang sangat berat. Tanah Bengkulu masih merupakan hutan belantara.
Binatang-binatang buas dan liar masih hidup dengan bebas namun Nantu Kesumo
mempunyai kesaktian dan ilmu yang tinggi. Ia tidak takut pada binatang-binatang
buas itu.
Konon pada waktu Nantu Kesumo dan
kawan-kawannya sedang membuka hutan untuk membangun kampung, mereka bertemu
dengan ular yang sangat besar. Ular itu dapat mereka bunuh. Badan ular yang
panjang itu dipotong menjaditiga bagian sama panjang. Ketiga bagian tubuh ular
itu masing-masing menjelma menjadi meriam sapu ranjau, tombak bejabai, dan tabu
berantai. Untuk memperingati kisah ini, tiap-tiap mengadakan pesta perkawinan
dengan memotong kerbau mesti ada tombak berambu payung kering.
Kampung yang dibangun pertama kali
itu bernama Tanah Tinggi. Suatu hari penduduk kampung Tanah Tinggi itu melihat
batang bangka hanyut ke hulu. Batang bangka itu sebangsa pohon pinang. Pohon
bangka itu sangat aneh, bentuknya melingkar lingkar, mulai dari pangkal sampai
ke ujungnya. Keanehan pohon ini mengundang penduduk Tanah Tinggi untuk
menyaksikannya.
Dari kejadian inilah penduduk Tanah
Tinggi menamakan tanah kediaman mereka dengan Bangka Hulu, yang berasal dari
kata bangka (pinang) dan hulu (ulu sungai). Sejak saat itulah nama Bengkulu
dipakai orang. Alkisah diceritakan bahwa Nantu Kesumo datang ke Bengkulu dalam
keadaan bujangan. Ia datang bersama saudaranya bernama Kayu Mentiring. Kepada
saudaranya inilah dia meminta nasehat dan pertimbangan. Sebagai manusia biasa
yang normal, Nantu Kesumo tidak tahan hidup membujang terus.Akan tetapi dia tidak mau kawin dengan
wanita biasa. Wanita yang menjadi idamannya adalah Ratu Aceh. Kecantikan Ratu
Aceh sudah terkenal ke mana-mana, karena itulah Nantu Kesumo bermaksud
menjadikannya sebagai istri. Ia akan pergi ke Negeri Aceh untuk melamar.Sebelum
berangkat ke negeri Aceh ia mengutarakan niatnya itu kepada Kayu Mentiring,
“Saudaraku Kayu Mentiring, saya berniat pergi ke negeri Aceh, dengan maksud
untuk melamar Ratu Aceh. Doakanlah agar maksud saya berhasil”, kata Nantu
Kesumo. “Ingat Nantu Kesumo anatara kita dan negeri Aceh selalu bermusuhan,
lamaranmu mustahil diterima”, kata Kayu Mentiring. Niat Nantu Kesumo untuk
memperistri Ratu Aceh sudah nekat, oleh karena itu saudaranya terpaksa
menyetujui seraya katanya, “Kalau demikian maumu, saya akan membantumu. Apapun
yang terjadi kita hadapi bersama”. Alkisah, berangkatlah Nantu Kesumo seorang
diri dengan perahu yang bernama Rejung Kelam.Setelah kurang lebih sebulan
berlayar sampailah ia ke tepi pantai tempat pemandian Raja Aceh. tempat ini selalu
dijaga oleh hulubalang Raja, dengan senjata meriam yang diarahkan ke laut untuk
menembak musuh.
Perahu Nantu Kesumo dapat dilihat oleh
Hulubalang Raja, penjaga pemandian. Mereka menembakkan meriam kearah perahu
Nantu Kesumo. Tak satupun peluru meriam mengenai Nantu Kesumo. Ia tidak tembus
oleh peluru. Penjaga pemandian lari ketakutan. Nantu Kesumo pun mendarat dan
masuk ke negeri Kerajaan Aceh.
Alkisah pada waktu itu kerajaan
Aceh sedang merayakan pertunangan Ratu Aceh. Salah satu acaranya adalah mengadakan
gelanggang pertaruhan selama tiga bulan. Barang siapa yang akan mengikuti
pertaruhan harus minta izin kepada kakak Putri Aceh bernama Raden Cili. Sesudah
mendapat izin, calon peserta harus menyerahkan dua peti uang kepada Putri Aceh.
Satu peti berbentuk panjang, satu lagi berbentuk pendek. Nantu Kesumo
menggunakan kesempatan ini untuk bertemu muka dengan idaman hatinya Ratu Aceh.Ia izinkan mengikuti pertaruhan. Ia pun
menyerahkan dua peti uang kepada Putri Aceh. Pasa saat itulah ia bertemu muka
dengan Putri Aceh, untuk pertama kalinya yang membuat keduanya saling jatuh
cinta. Hubungan cinta ini tidak disetujui Raden Cili.
Nantu Kesumopun masuk ke gelanggang pertaruhan. Ia mengikuti pertaruhan permainan Gelincing Jae, yaitu sebuah permainan yang mempergunakan uang sen sebanyak dua keping yang diempaskan diatas batu. dalam permainan ini Nantu Kesumo kalah meraub, menang meraub.
Nantu Kesumopun masuk ke gelanggang pertaruhan. Ia mengikuti pertaruhan permainan Gelincing Jae, yaitu sebuah permainan yang mempergunakan uang sen sebanyak dua keping yang diempaskan diatas batu. dalam permainan ini Nantu Kesumo kalah meraub, menang meraub.
Terjadilah keributan di tengah
gelanggang. Permainan Gemincing Jae dihentikan, digantikan dengan pertaruhan
menyabung ayam. Ayam Nantu Kesumo selalu menang, tak pernah sekalipun mengalami
kekalahan. Hal ini dilaporkan panitia pertaruhan ke Raden Cili. Ia
memerintahkan prajurit kerajaan menangkap Nantu Kesumo. Hal ini diketahui oleh
Nantu Kesumo, iapun membuat keributan dengan memukul canang dari tempurung.
Bunyi tempurung itu sebagai tanda naiknya harga beras. Tanda ini menimbulkan
kemarahan kepada peserta pertaruhan yang kalah. Jumlah yang kalah sangat besar.
Terjadilah keributan besar yang hebat. Banyak korban berjatuhan.
Sementara itu keributan di Aceh
berlangsung terus, Nantu Kesumo terluka di lambung tunggai, dan luka luka di
ujung kuku (mungkin maksudnya tidak seberapa). Raden Cili dan pasukan
tentaranya tidak dapat menangkap Nantu Kesumo.
Raden Cili dan tentaranya berusaha menghentikan keributan dan kekacauan itu. Dalam keadaan kacau itu Nantu Kesumo memanfaatkan kesempatan yang baik itu untuk menenui Ratu Aceh untuk membawanya lari ke Bengkulu.
Raden Cili dan tentaranya berusaha menghentikan keributan dan kekacauan itu. Dalam keadaan kacau itu Nantu Kesumo memanfaatkan kesempatan yang baik itu untuk menenui Ratu Aceh untuk membawanya lari ke Bengkulu.
Dibawalah Ratu Aceh ke luar istana
kerajaan. Pada malam harinya mereka menuju pantai untuk selanjutnya berlayar
menuju Bengkulu. Perahu yang digunakan adalah tetap perahu Rejung Kelam. Kedua
insan itu pura pura gembira dan bahagia. Nantu Kesumo gembira karena maksudnya
tercapai, membawa pulang Ratu Aceh. Sedang Ratu Aceh gembira karena ia dapat
bebas dari kungkungan adat kerajaan, bebas menikmati keindahan alam. Setelah
kurang lebih satu bulan berlayar sampailah mereka ke tanah harapan yaitu
Bengkulu. Kedatangannya disambut dengan kegembiraan oleh saudaranya Kayu
Mentiring dan semua penduduk di desanya. Upacara pernikahanpun diadakan dengan
sederhana.
Sementara itu di Negeri Aceh
setelah keributan dan kekacauan dapat diatasi, Raja marah kepada Raden Cili dan
semua pasukannya. Raja memerintahkan kepada Raden Cili memimpin pasukan untuk menyerang
Bengkulu dan mengambil Ratu Aceh. Pasukan disiapkan dengan perlengkapan dan
persenjataan yang cukup dan lengkap, serta persediaan makanan yang banyak.
Nantu Kesumo sudah menduga bahwa Raja Aceh pasti akan menyusul putrinya. Karena
itu sebelum mereka datang ke Bengkulu, ia dan saudaranya Kayu Mentiring
memerintahkan kepada semua penduduk untuk siap-siaga menghadapi segala
kemungkinan akibat serangan pasukan Raja Aceh. Benteng-benteng dibangun dan
persenjataan dilengkapi, persediaan makananpun diperbanyak.
Alkisah maka datanglah pasukan Raja
Aceh yang dipimpin oleh Raden Cili sendiri. Pertempuran pun terjadi antara
kedua pasukan itu. Tempat terjadinya pertempuran di suatu tempat yang sekarang
bernama Bukit Aceh, terletak di bagian utara kotamadya Bengkulu.
Pasukan Aceh banyak yang tewas
dalam pertempuran. Mayat-mayatnya tidak sempat dikuburkan, hingga menimbulkan
bau yang sangat busuk. Pasukan Nantu Kesumo tidak tahan jika terus-menerus
tercium bau yang sangat busuk itu. Merekapun minta ke Nantu Kesumo untuk
menjauhi tempat itu. Nantu Kesumomenyetujui dan tempat yang dipilih adalah
Gunung Bungkuk. Menurut cerita orang di Gunung Bungkuk masih terdapat perahu
Rejung Kelam yang sudah membatu.
Tidak lama setelah pindah sementara
ke Gunung Bungkuk, Kayu Mentiring meninggal dunia. Ia meninggalkan seorang anak
yang bernama Bintang Roano, konon menurut cerita Bintang Roano meninggal di
Bengkulu dan jenazahnya dimakamkan di daerah yang sekarang bernama Pasar
Anggut. Sedangkan Nantu Kesumo sempat kembali lagi ke tempat semula, yaitu
Bengkulu, setelah bau mayat hilang. Nantu Kesumo dan Ratu Aceh hidup rukun dan
bahagia, tetapi sayang tidak mempunyai anak.
2.2
Unsur-unsur Intrinsik dalam cerita asal usul Bangkahulu
Tema: Perjalan Nantu Kesumo
Alur:
Alur yang
digunakan adalah Alur Maju. Karena digambarkan perjalanan Nantu Kesumo dalam
meminang Ratu Aceh.
Latar tempat:
1.
Tepi pantai
Setelah kurang lebih sebulan berlayar
sampailah ia ketepi pantai tempat pemandian Raja Aceh.
2.
Gelanggang pertaruhan
Nantu Kesumo pun masuk ke gelanggang
pertaruhan ia mengikuti pertaruhan permainan gelincing jae,yakni sebuah
permainan yang mempergunakan uang sen sebanyak dua keping yang dihempaskan
diatas batu besar.
3.
Luar istana kerajaan
Dalam keadaan kacau itu Nantu Kesumo
memanfaatkan kesempatan yang baik itu menemui Ratu Aceh untuk membawanya lari
ke bengkulu. Dibawalah Ratu Aceh ke luar istana kerajaan.
4.
Bengkulu
Kurang lebih satu bulan berlayar
sampailah mereka itu ketanah harapan yaitu bengkulu.
5.
Bukit aceh
Pertempuran terjadi antara kedua
pasukan itu. Tempat terjadinya pertempuran di tempat yang sekarang bernama
Bukit Aceh, terletak di bagian utara kota madya Bengkulu.
6.
Gunung bungkuk
Nantu Kesumo menyetujui dan tempat
yang dipilih adalah Gunung Bungkuk.
Latar waktu
1.
Malam hari
Pada malam harinya mereka menuju pantai selanjutnya berlayar
menuju Bengkulu.
Watak :
Kayu Mentiring: bijak, Ratu Aceh: mudah
jatuh cinta, Raja Aceh: pemarah, Raden Cili: pemarah dan pembenci.
Sudut Pandang: orang ketiga, karena di situ hanya
menceritakan kejadian-kejadian tanpa
terlibat langsung dalam kejadian tersebut.
Latar Suasanan:
=> Kekacauan terjadilah kekeributan di tengah
gelanggang pertaruhan permainan gemincing jae dihentikan, dan diganti dengan
pertaruhan menyabu ayam. ayam nantu kesumo selalu menang tak pernah sekalipun
mengalami kekalahan. hal ini dilaporkan panitia pertarungan ke raden cili.
=> Gembira kedua insan itu pura-pura gembira dan
bahagia. Nantu Kesumo gembira karena maksudnya tercapai membawa pulang Ratu
Aceh. sedangkan Ratu Aceh gembira karena ia dapat bebas dari kungkung adat
kerajaan, dan bebas menikmati keindahan alam.
Penokohan
Nantu Kesumo: selalu berusaha mewujudkan apa yang ia inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
-
makalah pada Ceramah Diskusi Permuseuman Dan Kebudayaan di Museum Bengkulu, Juli
2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar