Selasa, 20 Maret 2018

Periode Sastra

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang sastra mungkin itu hal yang biasa bagi anda yang sering mendengarkan dan melihat karya sastra di tempat anda ataukah di sekolah anda pasti ada pelajarannya yaitu sastra.
Tapi apakah anda tau sejarah perkembangannya tentu sudah tapi tidak lengkap ataupun kurang bahan maka dari itu kami mendapat tugas membuat makalah tentang sejarah sastra Indonesia sebagai bahan diskusi kami di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Agar dapat menjadi bahan acuan pengembangan kami dan sebagai bahan bacaan anda untuk menambah wawasan anda.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Membahas sejarah sastra Periode 1900 sampai 1933.
1.2.2 Membahas sejarah sastra Periode 1933 sampai 1942.
1.2.3 Membahas sejarah sastra Periode 1942 sampai 1945.
1.2.4 Membahas sejarah sastra Periode 1945 sampai 1953.
1.2.5 Membahas sejarah sastra Periode 1953 sampai 1961.
1.2.6 Membahas sejarah sastra Periode 1961 sampai Sekarang.



1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Sebagai pencari nilai bagi penulis.
1.3.2 Sebagai bahan presentasi kelompok kami.
1.3.3 Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi pembaca.















BAB II
Pembahasan
2.1 Periode Sejarah Sastra Indonesia                                                 
     2.1.1 Periode 1900 sampai 1933
            2.1.1.1 “Bacaan Liar” dan Commisie Voor De Volkslectuur (Balai Pustaka)
Tahun 1948 pemerintah belanda mendapat kekuasaan dari raja untuk mempergunakan uang sebesar F. 25.000 pertahun untuk keperluan sekolah. Sekolah itu didirikan hanya untuk orang-orang Bumiputra dan Priyayi yang akan dijadikan pegawai setempat. Para Priyayi yang telah sekolah pun menjadi gemar membaca walau masih dalam bahasa belanda. Mereka pun menyadari bahwa bangsa kita sebenarnya telah dijajah. Sehingga pada abad ke- 19 mereka membuat surat-surat kabar yang bertujuan memberikan penerangan kepada rakyat.
-          Di Surabaya terbit surat kabar Bintang Timoer (1862)
-          Di Padang terbit surat kabar Pelita Ketjil (1882)
-          Di Jakarta terbit surat kabar Bianglala (1867) dll.
Awal abad 20 di Bandung terbit surat kabar Medan Prijaji memuat cerita bersambung berbentuk roman berbahasa melayu. Yang sangat menarik adalah roman yang berjudul Hikajat Siti Mariah karya H. moekti. Pimpinan redaksi Rd. Mas (Djokonomo) Tirto Adhisurjo (lahir 1875). Telah menulis dua buah roman yaitu. Boesono (1910) dan Njai Permana (1912). Pengarang lain yang produktif dan sebagai wartawan yaitu Mas Marco Martodikromo. Berkali-kali dijatuhi hukuman oleh pemerintah Belanda dan ahirnya meninggal dalam
pembuanganya di Digul-Atas Irian Barat. Karyanya yaitu Mata Gelap (1914), Studen Hidjo (1919), Sjair Rempah-rempah (1919) dan Rasa Merdeka (1924). Hikajat Kadiroen (1924) karya Semaun yang di larang beredar oleh pemerintah Belanda.
Roman yang menghibur yaitu kisah Njai Dasima (1896) karya G. Francis menceritakan nasib wanita kampong yang di jadikan nyai-nyai orang inggris kemudian tertawan hatinya oleh guna-guna bang samiun.
Buku-buku buah tangan Martatuli misalnya Max Havelaar sangat besar membangkitkan kesadaran dan keinginan bangsa untuk merdeka. “Aku Telah Banyak Menderita” karya Martatuli Atau Eduard Douwes Dekker (1820-1887).
Tahun 1908 berdiri Komisi Bacaan Rakyat (Commisie voor de Inlandsche schoolen Volkslectuur). Tahun 1917 berubah menjadi Kantor Bacaan Rakyat (Kantoor voor de Volkslectuur) atau Balai Pustaka. Sekertaris badan itu yaitu Dr. A. Rinkes.
Tahun 1914 bali pustaka menerbitkan roman bahasa Sunda karangan D. K. Ardiwinata (1866-1947) Baruang Ka Nu Ngarora (ratjun bagi paramuda). Tjerita Si Djamin dan Sin Djohan (1918) di sandur Merari Siregar dari Jan Smess karangan J. Van Maurik. Azab dan Sengsara Anak Gadis (1920) karya Merari Siregar. Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli. Muda Taruna (1922) karya Muhammad Kasim. 
            2.1.1.2 Sajak-sajak Yamin dan Roestam Efendi
Dalam majalah Jong Sumatra (1920) memuat sajak-sajak calon politikus yaitu Muh. Yamin yang berjudul “Tanah Air” terdiri dari Sembilan seuntai .   Kemudian di ikuti sajak-sajak lainnya yang
berbentuk Soneta. Kemudian Yamin menulis sajak-sajak Lirika (1920- 1922). Kemudian tahun 1922 sajak “Tanah Air” di buat menjadi buku kecil sebagai peringatan perkumpulan tersebut selama 5 tahun. 1928 Yamin Menerbitkan Indonesia Tumpah Darahku (sumpah pemuda). Muh. Yamin lahir di Sawahlunto, 23 Agustus 1903 dan wafat Jakarta, 26 Okt 1962. Selain sajak ia juga menulis drama yang berlatar belakang sejarah yaitu Ken Angrok dan Ken Dedes (1934) dan Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1932). Romannya yaitu Gadjah Mada (1946) dan Pangeran Diponegoro (1950). Ia pula menerjemahkan sastra asing “Julius Caesar (1952)” karya William Shakespeare (1564-1616), “Menantikan Surat Dari Raja” dan “Di dalam Dan Di luar Lingkungan Rumah Tangga” karya Rabindranath Tagore (1861-1941).
Penyahir yang berjuang demi kemerdekaan yang sezaman dengan Muh Yamin adalah Roestam Effendi (lahir 1902). Karyanya “Debasari (1924)” dan “Pertjikan Permenugan (1926) “. Berjenis drama bersajak.
            2.1.1.3 Balai Pustaka dan Roman-romannya.
Merupan keritikan terhadap adat:
                          a. Azab dan Sengsara (Merari Siregar)
                          b. Muda Taruna (M. Kasim)
                          c. Sitti Nurbaya, La Hami, Anak dan Kemenakan (Marah Rusli)
                          d. Darah Muda dan Asmara Djaja (Adi Negoro atau Djamaluddin)
                                 Persoalan Pemilihan Jodoh:

                          a. Karam Dalam Gelombang Pertjintaan, Buah Tangan Kejora, Pertemuan, Buah Tangan Abas Soetan Pamoentjak Salah Pilih (Nur Sutan Iskandar).
                          b.  Tjinta Jang Membawa Maut (Abd. Ager dan Nursinah Iskandar)
                               Pemuda yang mengecap Pendidikan:
                          a. Djeupa Atjeh (H. M. Zainuddin)
                          b. Tak disangka (Sutan Sati)
                          c. Tak Putus Dirundung Malang (Sutan Takdir Alisjahbana)
                               Roman terpenting terbitan Balai pustaka:
                          a. Salah Asuhan karya Abdul Muis
            2.1.1.4 Sanusi Pane (1905-1968)
Bukunya yang pertama berupa kupulan prosa lirik berjudul Pantjaran Tjinta (1926), sajak Puspa Mega (1927) sajaknya berbentuk sonata terdiri dari 14 baris yang umumnya dua bait pertama (octavo), berupa empat seuntai dan baris terahir (sektet) tiga seuntai.yang empat seuntai biasanya digunakan penyair untuk melukiskan (keindahan) alam (lahir) dan yang tiga seuntai di gunakan unntuk mengajuk hatinya sendiri. Drama karya pane yang di tulis dalam bahasa belanda yaitu Airlangga (1928) dan Eazame Garoedavlucht (1930). Dalam bahasa Indonesia “ Kertadjaja (1932)” dan “Sandyakala Ning Madjapahit (1933). “Manusia Baru (1940)”. Sanusi Pane bekerja pada redaktur balai pustaka tapi lebih aktif dalam dunia pendidikan. Tahun 1932-1933 ia memimpin majalah Timbul edisi bahasa Indonesia. Terus menulis buku “Sedjarah Indonesia(1942)” dan Indonesia Sepanjang Masa (1952). Dan minatnya dalam sastra lama ia menerjemahkan Ardjuna Wiwaha(1948) dari bahasa Kawi dan menyusun Bungarampai dari Hikayat Lama (1946). Wafat 2 januari 1968 di Jakarta.
2.1.2 Periode 1933 sampai 1942
          2.1.2.1 Lahirnya Majalah Pujangga Baroe
Pada tahun 1933 Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sutan Takdir Alisjahbana. Mendirikan majalah Pujangga Baroe (1933-1942 dan 1949-1953). Tujuan penerbitan majalah Pujangga Baru adalah:
     (1) Sebagai wadah berkumpulnya para sastrawan yag sebelumnya tercerai-berai menulis dalam beberapa majalah.
     (2) Sebagai terompet dalam melahirkan perasaan, pikiran, dan pandangan mereka sesuai dengan zamannya.
     (3) Memberikan apresiasi/penghargaan terhadap kesusastraan.
     (4) Untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi pengarang- pengarang muda.
     (5) Untuk memberikan pandangan mengenai kesusastraan.
     (6) Untuk memberikan kritik-kritik yang membangun.
              2.1.2.2 Tokoh-tokoh Pujangga Baroe
                        1. S. Takdir Alisjahbana
Dilahirkan di Natal Tapanuli, 11 Februari 1908. Pendidikan  beraneka ragam pernah dialaminya serta semangatdan keinginan  keras itu, menyebabkan keahlian yang bermacam-macam pula pada dirinya. Beliau adalah motor semangat. Karya-karyanya antara lain:
a. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)
b. Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)
c. Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)
d.  Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)
e. Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)
f. Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)
g. Puisi Lama (1942)
h. Puisi Baru (1946)
                        2. Armijn Pane
Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan,18 Agustus 1908. Tahun 1923 ia mengunjungi sekolah kedokteran (Stovia dan kemudian Nias) tapi keinginan hatinya tertumpu pada bahasa dan sastra. Maka ia pindah  di Solo. dan bergerak di surat kabar serta perguruan kebangsaan.
Karyanya antara lain:
a.  Belenggu (roman jiwa, 1940)
b. Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)
c.  Nyai Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)
d. Djiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)
e.  Ratna (sandiwara, 1943)
f.  Lukisan Masa (sandiwara, 1957)
g. Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat- surat R.A Kartini, 1938)
                        3. Amir Hamzah
Amir  Hamzah  yang  bergelar  Pangeran  Indera  Putra,  lahir  pada  28 Februari 1911  di Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga  yang taat beragama Islam. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru. Karya-karyanya antara lain:
a. yanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)
b. Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)
c. Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)
d. Bhagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)
                        4. J. E. Tatengkeng
Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907 dan beragama Kristen. Karyanya bercorak religious dia juga sering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam (kumpulan sajak, 1934).
     2.1.3 Periode 1942 sampai 1945
              2.1.3.1 Saat Mematangkan
Para pengarang dan seniman Indonesia di kumpulkan jepang untuk membuat lagu, lukisan, slogan, sajak, sandiwara bahkan Film untuk membangkitkan semangat balatentara Dai Nippon.
              2.1.3.2 Para Penyair
1. Usmar Ismail
Seorang pemuda Minangkabau kelahiran Bukit Tinggi, 20 Maret 1921. Terkenal seorang Dramawan dan Cineast (pembuat film). Dalam dunia sastra ia terkenal sebagai penulis drama.
2. Amal Hamzah
Adik Amir Hamjah yang Lahir diBinjai Lngkat, 31 Agustus 1922. Dia terkenal dengan sajak-sajaknya. Kemudian ia teertarik teosofi dan pengarang india Rabindranath Tagore. Ia menerjemahkan sebagian karyanya yang pernah mendapatkan Nobel tahun1913, antaranya karya utama Gitanjali(1947).
3. Rosihan Anwar
Lahir Padang,10 Mei 1922. Seorang wartawan dan kolumnis terkemuka. Karyanya cerpen “Radio Masyarakat”, roman “Radja Ketjil, Badjak Laut di Selat Malaka(1967)”.
2.1.4 Periode 1945 sampai 1953
              2.1.4.1 Angkatan 45
                          1. Chairil Anwar
Chairil  Anwar  lahir  di  Medan,  22  Juli  1922.  Sekolahnya  hanya  sampai  MULO (SMP) dan itu pun tidak tamat. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Ia merupakan orang yang banyak membaca dan belajar sendiri, sehingga tulisan-tulisannya matang dan padat berisi. Chairil  Anwar  berusaha  memperbarui  penulisan  puisi.  Puisi  yang  diubahnya  berbentuk bebas,  sehingga  disebut  puisi  bebas.  Ia  diakui  sebagai  pelopor  Angkatan ‘45 di bidang sebagai alat untuk mencapai isi. penyair  yang penuh vitalitas dan individualistis Puisi ubahannya berirama keras (bersemangat), tetapi ada juga yang bernafas ketuhanan seperti “Isa”  dan “Do’a”. Karya-karya Chairil Anwar antara lain:
a. Deru Campur Debu (kumpulan puisi)
b. Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi karya bersama Rivai Apin dan Asrul Sani)
c. Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan Yang Putus (kumpulan puisi)
d Pulanglah Dia Si Anak Hilang (terjemahan dari karya Andre Gide)
e. Kena Gempur  (terjemahan dari karya Steinbeck)
2. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926. Ia seorang dokter hewan. Pernah memimpin majalah Gema dan harian Suara Bogor. Tulisannya berpegang pada moral  dan keluhuran jiwa. Asrul Sani adalah sarjana kedokteran kemudian menjadi direktur Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dan menjadi ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI), juga  pernah duduk sebagai anggota DPRGR/MPRS wakil seniman. Asrul Sani juga dikenal sebagai penulis skenario film hingga sekarang.  Karya-karya Asrul Sani antara lain:
a. Sahabat Saya Cordiaz (cerpen)
b. Bola Lampu (cerpen)
c. Anak Laut (sajak)
d. On Test (sajak)
e. Surat dari Ibu (sajak)                   
3. Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921. Idrus dianggap sebagai salah seorang tokoh pelopor  Angkatan’45  di bidang prosa,  walaupun ia selalu menolak penamaan itu. Karyanya bersifat realis-naturalis (berdasarkan kenyataan dalam alam kehidupan) dengan sindiran tajam. Karya-karyanya antara lain:
a. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (novel)
b. AKI (novel)
c. Hikayat Puteri Penelope  (novel, terjemahan) 
d. Anak Buta (cerpen)
e. Perempuan dan Kebangsaan
f. Jibaku Aceh (drama)
g. Dokter Bisma (drama)
h. Keluarga Surono ( drama )
i. Kereta Api Baja(terjemahan dari karya Vsevold Iyanov,   sastrawan Rusia)
4. Achdiat Karta Mihardja
Ia menguasai ilmu politik, tasawuf, filsafat, dan kemasyarakatan. Pernah menjadi staf Kedubes RI di Canberra, Australia. Karya-karyanya antara lain:
a. Atheis (roman)
b. Bentrokan Dalam Asmara (drama).
c. Polemik Kebudayaan (esai) 
d. Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen)
e. Kesan dan Kenangan (kumpulan cerpen)
5. Pramoedya Ananta Toer
Lahir di Blora, 2 Februari 1925. Meskipun sudah mulai mengarang sejak jaman Jepang dan pada awal revolusi telah menerbitkan buku Kranji dan Beai Jatuh (1947), namun baru menarik perhatian dunia sastra Indonesia pada tahun 1949, yaitu ketika cerpennya Blora, yang ditulis dalam penjara diumumkan serta ketika romannya Perburuan (1950) mendapat hadiah sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Karya-karyanya antara lain:
a. Bukan Pasar Malam (1951)
b.Di Tepi Kali Bekasi (1951)
c. Gadis Pantai Keluarga Gerilja (1951)
d. Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
e. Perburuan (1950)
f. Tjerita dari Blora (1963)
6. Mukhtar Lubis 
Lahir di Padang, 7 Maret 1922. Sejak jaman Jepang ia sudah bekerja di bidang penerangan. Idenya bersifat kritik-demokrasi-konstruktif (membangun). Di bidang kewartawanan ia pernah mendapathadiah Ramon Magsay dari Filipina. Karyanya banyak  menggambarkan perjuangan masa revolusi, terutama aksi polisional Belanda.  Karya-karyanya antara lain:
a. Tak Ada Esok (roman)
b. Jalan Tak Ada Ujung (roman jiwa)
c. Tanah Gersang (novel)
d. Si Jamal  (cerpen)
e. Perempuan (cerpen)
f. Kisah dari Eropah  (terjemahan)
g. Manusia Indonesia 
h. Maut dan Cinta (novel)

7. Utuy Tatang Sontani 
Pada saat-saat pertama Jepang menginjakan kaki di bumi Indonesia, pengarang kelahiran Cianjur tahun 1920 ini, telah mulai menulis beberapa buah buku dalam bahasa Sunda, di antaranya sebuah roman yang berjudul Tambera (1943). Karya-karyanya antara lain:
a. Suling (1948)
b. Bunga Rumah Makan (1948)
c. Awal dan Mira (1952) 
d. Manusia Iseng
e. Sayang Ada Orang Lain 
f. Di Langit Ada Bintang  
g. Saat yang Genting 
h. Selamat Jalan Anak Kufur
8. Sitor Situmorang 
Lahir di Tapanuli Utara, 21Oktober 1924. Ia cukup lama bermukim di Prancis. Sitor juga diakui sebagai kritikus sastra Indonesia. Karya-karya Sitor  Situmorang  antara lain:
a. Surat Kertas Hijau  (1954) 
b. Jalan Mutiara (kumpulan drama)
c. Dalam Sajak (1955)
d. Wajah Tak Bernama (1956)
e. Zaman Baru  (kumpulan sajak)
f. Pertempuran dan Salju di Paris 
g. Peta Pelajaran (1976)
h. Dinding Waktu (1976)
i. Angin Danau (1982)     
j. Danau Toba (1982)
2.1.5 Periode 1953 sampai 1961
2.1.5.1 Krisis Sastra Indonesia
Setelah Chairil Anwar meninggal dunia “ Gelanggang Seniman Indonesia ” seakan-akan kehilangan vitalitas.
2.1.5.2 Beberapa Tokoh
1. Nugroho Notosusanto
2. AA Navis
3. Trisnojuwono
4. Iwan Simatupang
5. Toha Mohtar
6. Subagio Sastrowardojo
7. Motinggo Boesje
2.1.6 Periode 1961 sampai Sekarang
2.1.6.1 Sastra dan Politik
Para pengarang selain membuat hasil sastra mereka juga aktif dalam pergerakan kemerdekaan sehingga setelah Indonesia merdeka teerjadi sebuah polmik yang sangat besar. Yaitu faham “seni untuk seni” dan faham seni untuk rakyat. Orang yang berfaham realisme social berfaham seni untuk rakyat. Mengutuk orang yang berfaham “seni untuk seni” sebagai penganut “humanisma universil” sebagai kaum borjuis yang bobrok.
2.1.6.2 Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia
Melahirkan manifes kebudayaan:
Ø  Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan ini mengumumkan manifes kebudayaan, yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik kebudayaan nasional kami.
Ø  Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan yang menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan yang lain. Setiap sektor berjuang bersama untuk kebudayaan itu sesuai kodratnya.
Ø  Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang jujur sebagai pejuang untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami di tengah masyarakat dan bangsa.
Ø  Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.




BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Mengetahui sejarah sastra Periode 1900 sampai 1933, Periode 1933 sampai 1942, Periode 1942 sampai 1945, Periode 1945 sampai 1953, Periode 1953 sampai 1961, Periode 1961 sampai Sekarang.
Berawal dari orang-orang Bumiputra dan Priyayi yang dibolehkan bersekolah sampai menjadi cerdas dan pitar lalu mulai menyadari bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang di jajah. Untuk menyadarkan masyarakat bahwa bangsa Indonesia di jajah mereka membuat surat-surat kabar agar para Priyayi yang hobi membaca buku atau lainya dapat menyampaikan kepada masyarakat yang belum dapat membaca dikarekan oleh pembodohan yang di lakukan orang belanda. Sehingga berdirilah surat- kabar di Indonesia pada Abad 20 yaitu seperti: Di Surabaya terbit surat kabar Bintang Timoer (1862), Di Padang terbit surat kabar Pelita Ketjil (1882), Di Jakarta terbit surat kabar Bianglala (1867) dll. Sampai ahirnya muncul pergerakan untuk melawan penjajah Belanda sehingga Indonesia dapat Merdeka.
3.2 Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang Sejarah Sastra Indonesia. Sehingga dapat bermanfaat dalam membantu kami dan teman- teman sekalian dalam mengetahui perjuangan para pengarang dan penulis sampai ahirnya terbentuk menjadi sebuah sejarah..
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi tata tulis, bahasa yang di pakai maupun isi. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya lebih baik dalam penulisan makalah berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA
1. Rosidi, Ajip. 1965. Iktisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta

 

Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda