KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Retorika”.
Makalah ini disusun untuk memahami tentang “ Apakah Retorika dapat dipelajari,
Cara Pembeda bahasa Retorika Lisan dan Retorika Tulisan dan Penggunaan
Retorika” dan bagian-bagiannya.
Dan juga kami
mengucapkan banyak berterima kasih kepada ibu Dra. Hj. Lisdwiana Kurniati, M.Pd
selaku Dosen mata kuliah ‘Retorika” di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Pringsewu Lampung yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan
Makalah ini dan jauh dari sempurna, Penulis berharap makalah yang sederhana ini
dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang
praanggapan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan demi menambah sempurnanya makalah ini dan kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya
dan bagi penulis.
Pringsewu, Maret 2016
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sebuah pepatah
bahasa latin berbunyi: “Poeta nascitur, orator fit.” Artinya, “seorang penyair
dilahirkan, tetapi seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti
bahwa banyak orang menjadi ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik
berbicara dan tekun melakukan latihan berbicara. Mereka pernah berani memulai
berbicara di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik berbicara, lalu
membuat latihan secara tekun sampai menguasai teknik berbicara dan berpidato.
Seperti telah
diungkapkan di depan bahwa salah satu unsur pokok retorika adalah bahasa.
Bahasa boleh dikatakan sebagai media utama dalam komunikasi lisan maupun
tulisan. Tuntunan retorika terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana
retorik adalah pilihan kata, istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan ide. Dalam hubungan dengan komunikasi
lisan dan tulisan, pilihan dan penggunaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan
kalimat dapat pula ditentukan oleh jalur komunikasi itu, yaitu lisan dan
tulisan. Oleh karena itu, jika kita perhatikan secara cermat, maka kita temukan
ciri pembeda retorika lisan dan retorika tulisan tersebut.
Kegiatan
bertutur tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Bertutur merupakan
kebutuhan manusia. Kegiatan dan bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda,
obrolan, basa-basi, tegur sapa, khotbah, kampanye, diskusi, seminar,
konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan retorika menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat. Hingga kini retorika digunakan
dalam bidang atau lingkungan yang amat luas, seperti bidang: politik,
perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Berikut ini akan dipaparkan
penggu`naan
retorika dalam berbagai bidang atau lingkungan tersebut.
1. 2 Pokok Pembahasan
1. 2. 1 Apakah
Retorika Dapat Dipelajari?
1. 2. 2 Apakah Ciri
Pembeda Bahasa Retorika Lisan dan Tulisan?
1. 2. 3 Bagaimana
Penggunaan Retorika?
1. 3 Tujuan Penulisan
1. 3. 1 Untuk
Mengetahui Apakah Retorika Dapat Dipelajari
1. 3. 2 Untuk Dapat
Membedakan Retorika Lisan dan Retorika Tulisan
1. 3. 3 Untuk
Mengetahui Bagaimana Penggunaan Retorika
BAB II
MATERI
A. APAKAH RETORIKA DAPAT DIPELAJARI
Sebuah pepatah
bahasa latin berbunyi: “Poeta nascitur, orator fit.” Artinya, “seorang penyair
dilahirkan, tetapi seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti
bahwa banyak orang menjadi ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik
berbicara dan tekun melakukan latihan berbicara. Mereka pernah berani memulai
berbicara di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik berbicara, lalu
membuat latihan secara tekun sampai menguasai teknik berbicara dan berpidato.
Dua contoh dalam sejarah:
1.
Demosthenes (384-322)
Demosthenes
menceritakan bahwa sejak lahir dia memiliki kekurangan dalam berbicara. Untuk
mengatasi kesulitan ini, dia pergi ke pantai laut, menaruh kerikil dalam
mulutnya, dan berusaha berbicara dengan ucapan yang jelas dan dengan suara yang
sekuat mungkin untuk bisa mengatasi gemuruh hempasan ombak, dan usaha ini
berhasil. Demosthenes akhirnya
menjadi seorang ahli pidato termasyhur dalam Kerajaan Yunani Kuno.
2.
Winston Churchill (1874-1965)
Untuk dapat
berpidato di depan Parlemen Inggris, Winston
Churchill. Mempersiapkan diri secara intensif. Berhari-hari dia mencoba dan
membuat latihan membaca dan berpidato. Beberapa bagian penting dari pidatonya
malah dihafalkan. Usaha yang tekun ini akhirnya menjadikan Winston Churchill seorang ahli pidato terkenal dalam abad ini.
Orang-orang
yang bersifat introvert dapat mengalami kesulitan untuk mengungkapkan diri
lewat bahasa. Demikian juga dalam mempelajari ilmu retorika. Sebaiknya,
mempelajari retorika lebih mudah bagi mereka yang bersifat ekstrovert. Tetapi
kepada setiap orang dianugerahkan kemampuan yang cukup untuk bisa
berkomunikasi. Justru keberhasilan dalam proses komunikasi dan dan menguasai
teknik dan seni berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan
itu dan berusaha secara optimal untuk melatih diri. Oleh karena itu seni
berbicara dapat dikuasai, retorika dapat dipelajari.
B. Ciri Pembeda Bahasa Retorika Lisan dan Retorika Tulisan
Seperti telah
diungkapkan di depan bahwa salah satu unsur pokok retorika adalah bahasa.
Bahasa boleh dikatakan sebagai media utama dalam komunikasi lisan maupun
tulisan. Tuntunan retorika terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana
retorik adalah pilihan kata, istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan ide. Dalam hubungan dengan komunikasi
lisan dan tulisan, pilihan dan penggunaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan
kalimat dapat pula ditentukan oleh jalur komunikasi itu, yaitu lisan dan
tulisan. Oleh karena itu, jika kita perhatikan secara cermat, maka kita temukan
ciri pembeda retorika lisan dan retorika tulisan tersebut.
5. 1 PENYEBAB
RETORIKA LISAN BERBEDA DENGAN RETORIKA TULISAN
Jalur
komunikasi dapat mempengaruhi struktur bahasa dari retorika retorika lisan dan
retorika tulisan. Implikasinya adalah bahwa orang harus memilih dan menentukan
struktur bahasa jika komunikasi lisan atau tulisan. Bahwa struktur bahasa lisan
dan tulisan itu berbeda, sudah dikaji sejak dulu. Ada dua jenis perbedaan pokok
yang menandai kedua jenis retorika itu. Pertama, jika seseorang
berkomunikasi secara tulisan, maka ia berpraanggapan bahwa orang yang diajak
berkomunikasi tidak ada dihadapannya. Akibatnya, struktur bahasanya pun lebih
lengkap dan lebih jelas, karena uraiannya tidak dapat di sertai dengan
gerak-gerik, pandangan, atau anggukan sebagai tanda penegas. Itu sebabnya,
kalimat dalam retorika tulisan lebih eksplisit sifatnya. Struktur bahasa dalam retorika
tulisan bagi penutur yang cermat sering dikaji, dinilai dan disunting sebelum
disajikan dalam bentuknya yang terakhir. Kedua, retorika tulisan tidak
dapat menggambarkan dengan sempurna tinggi rendahnya nada atau panjang
pendeknya suara yang berperan dalam retorika lisan ---- dan sering memberikan
nuansa arti ---- sehingga penulis acapkali perlu merumuskan kembali struktur
bahasanya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau
ungkapan perasaan yang sama ditelitinya. Singkatnya, unsur supra segmental dan
kinesik dapat dinyatakan dalam penegasan maksud dalam retorika lisan. Sementara
itu, dalam retorika tulisan, unsur itu tidak mungkin bisa ditunjukkan. Oleh
karena itu, struktur bahasa dalam retorika tulisan lebih mengutamakan adanya
kelengkapan unsur bahasa dan kejelasan urutan daripada struktur bahasa yang
dinyatakan dalam retorika lisan.
5.2 CIRI
PEMBEDA BAHASA RETORIKA LISAN DAN RETORIKA TULISAN
Ada sejumlah
ciri pembeda bahasa antara retorika lisan dengan retorika tulisan. Ciri pembeda
itu adalah;
1. Kalimat-kalimat
dalam retorika lisan kurang lengkap strukturnya jika dibandingkan dengan
retorika tulisan misalnya: 1) retorika lisan, kalimat-kalimatnya tidak lengkap
dan frasenya lebih sederhana, 2) retorika lisan berisi lebih sedikit
subordinasi, dan 3) dalam konversasi pada retorika lisan, lebih banyak
diperoleh kalimat aktif deklaratif dibandingkan dengan kalimat aktif.
2. Di dalam
retorika tulisan, penanda hubungan klausa, seperti: yang, sementara, di mana,
dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi di dalam retorika lisan hal itu
jarang digunakan.
3. Dalam
retorika tulisan, pengorganisasian retorik dalam wacana, seperti penggunaan
kata: mula-mula, lebih penting daripada, pada kesimpulannya, dan lain-lain
digunakan dengan cukup, tetapi dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
4. Di dalam
retorika tulisan, menantangkan frase yang berintikan kata benda sangat umum
didapatkan, sedangkan dalam retorika lisan jarang ditemukan. Kalaupun
direntangkan, paling banyak ditambah dengan dua kata sifat, dan karena itu
tetap berupa frase pendek. Demikian juga tentang predikat, sering dinyatakan
secara pendek saja. Dalam bahasa Indonesia, misalnya; “Bapak pergi ke Surabaya”
sering hanya diungkapkan dengan “Bapak ke Surabaya” dalam retorika lisan. Kata
“pergi” dihilangkan atau ditinggalkan. Selain itu, retorika tulisan cenderung
beranak, bercucu, bercicit, sehingga informasinya terkonsentrasinya pada subjek
kalimat induk. Contoh kalimat bahasa indonesia, misalnya “Sepatu kuat dan mahal
biasanya terbuat dari kulit rusa Afrika yang banyak digunakan oleh kalangan the
have dibuat di Itali.”
5. Dalam
retorika lisan, terutama dalam percakapan informal, tidak banyak digunakan
bentuk pasif, tetapi dalm retorika tulisan, apalagi tulisan ilmiah, banyak
digunakan bentuk pasif,.
6. Dalam
membicarakan lingkungan yang dekat dengan kegiatan berbicara, kadang-kadang
pembicaraan menggunakan pandangan sajadalam menunjukkan acuan, tanpa perlu
menyebut nama barang atau bendanya. Hal ini menyebabkan retorika lisan lebih
lebih sederhana daripada retorika tulisan.
7. Dalam
retorika lisan, pembicara kadang-kadang mengulang-ulangi kali-matnya beberapa
kali. Misalnya; “Saya melihat dia datang, saya melihat dia masuk dan saya
melihat dia mengambil barang-barangnya.”
8. Dalam
retorika lisan, pembicara dapat mengulagi atau memperbaiki ucapannya. Misalnya;
“Orang itu (anak yang baru naik gadis) sering keluar malam.” Dalam retorika
tulisan tidak ada kesempatan untuk memperbaiki ucapan.
9. Dalam
retorika lisan, pembicara dapat mengisi sela-sela percakapannya dengan
kata-kata pengisi, seperti: baik, bisa, tentu saja, oh ya, ya sebaiknya, saya
kira, dan lain-lain.
5. 3 LAFAL, TATA BAHASA, KOSAKATA, DAN EJAAN SEBAGAI ASPEK PEMBEDA
RETORIKA LISAN DAN RETORIKA TULISAN
Lafal merupakan
aspek pembeda retorika lisan dari retorika tulisan, sedangkan ejaan merupakan
aspek pembeda retorika tulisan dari retorika lisan. Jadi dalam retorika lisan
kita banyak berurusan dengan lafal, sedangkan retorika tulisan kita banyak
berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan. Ragam tulisan yang unsur
dasarnya adalah huruf, melambangkan retorika lisan. Meskipun keliatannya
berimpitan, retorika lisan dan retorika tulisan masing-masing memiliki
perangkat kaidah yang tidak bisa disamakan. Pada aspek tata bahasa dan kosakata
pun kedua jenis retorika itu tidak bisa disamakan. Hal tersebut dapat kita
perhatikan dalam contoh-contoh nyata yang diberikan oleh sugono (1986) sebagai
berikut.
1. Dalam Aspek Tata Bahasa:
A.
Bentuk Kata:
1. Retorika Lisan, contoh:
a) Nia sedang baca
surat kabar.
b)
Ari mau nulis surat.
c) Tapi kau
tak boleh tolak lamaran itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Nia sedang membaca surat kabar.
b) Ari mau menulis surat.
c) Tetapi engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
B. Struktur Kalimat
1) Retorika Lisan, contoh:
a) Mereka tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalulintas.
c) Saya ingin tanyakan soal itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
c) Ingin saya tanyakan soal itu.
2. Dalam Aspek Kosakata:
a) Retorika Lisan, contoh:
1) Ariani bilang kita harus belajar.
2) Kita harus bikin karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.
b) Retorika Tulisan, menjadi:
1) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita harus membuat karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.
Contoh-contoh
diberikan di atas mengindikasikan bahwa dalam retorika lisan penutur tampaknya
akan memanfaatkan gerak tangan, air muka /mimik, tinggi rendah suara atau
tekanan untuk membantu pemahaman topik tuturnya terhadap lawan bicaranya. Dalam retorika tulisan, hal semacam itu tidak dapat dijangkau. Oleh
karena itu, dalam retorika tulisan dituntut adanya unsur tata bahasa yang
lengkap, baik bentuk kata, susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, maupun
penggunaan ejaanuntuk membantu kejelasan pengungkapan diri di dalam retorika
tulisan.
C. PENGGUNAAN RETORIKA
Kegiatan
bertutur tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Bertutur merupakan
kebutuhan manusia. Kegiatan dan bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda,
obrolan, basa-basi, tegur sapa, khotbah, kampanye, diskusi, seminar,
konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan retorika menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat. Hingga kini retorika digunakan
dalam bidang atau lingkungan yang amat luas, seperti bidang: politik,
perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Berikut ini akan dipaparkan
penggunaan retorika dalam berbagai bidang atau lingkungan tersebut.
6. 1 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG
POLITIK
Bidang politik
adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara
terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan
politik. Sebab, sebagaimana kita ketahui bahwa retorika lahir di tengah-tengah
rakyat Sisilia, yakni di kota Sirakusa yang sedang bergolak menentang
pemerintah yang sedang berkuasa, yang dianggap oleh rakyatnya sebagai
pemerintah tiranis. Rakyat Sisilia menginginkan pemerintahan yang demokratis.
Untuk mencapai tujuan itu, rakyat dan para tokoh yang berpihak kepada rakyat
sadar bahwa jika dilakukan perlawanan dengan kekerasan, belum tentu akan
berhasil. Apalagi pemerintahan militer yang berkuasa saat itu amat tangguh.
Untuk menghindari kegagalan, maka ditempuhlah jalan berunding. Melalui perundingan
rakyat mencoba meyakinkan penguasa bahwa, pemerintahan yang demikratis yang
diinginkan oleh seluruh rakyat adalah system pemerintahan yang lebih baik dari
pada pemerintahan yang sedang berlaku saat itu. Untuk itu, maka dipersiapkanlah
wakil-wakil rakyat yang memiliki kecakapan retorik, yakni kecakapan berpidato
untuk meyakinkan pemerintah. Inti tuntutan rakyat adalah terjadinya perubahan
system pemerintahan tanpa pertumpahan darah.
Tokoh retorika
yang terkenal pada saat itu adalah Corax. Ia bersama muridnya yang bernama
Tissias membangun sekolah retorika untuk mereka yang ditunjuk sebagai wakil
rakyat. Di sekolah ini yang terutama diajarkan adalah retorika dalam pengertian
kecakapan berpidato untuk meyakinkan pihak lain. Hasil pendidikan Corax dan
Tissias menunjukkan hasil yang menggembirakan. Wakil-wakil rakyat yang
benar-benar ahli dalam berpidato berhasil meyakinkan penguasa akan pemerintahan
demokratis yang dituntutnya. Dengan demikian, tanpa terjadi pertumpahan darah,
maka beralihlah pemerintahan tirani ke pemerintahan demokrasi seperti yang
menjadi tuntutan rakyat Sisilia. Dengan keberhasilan itu, maka istilah retorika
menjadi popular di seluruh Yunani, terutama di kota Athena. Sementara itu,
ajaran-ajaran Corax dan Tissias dibukukan dengan judul Techne. Inilah buku retorika pertama yang berisi tentang kecakapan
berpidato untuk tujuan politik.
Pemanfaatan
retorika sebagai alat politik lebih menonjol lagi di kalangan filsuf yang dikenal
dengan nama kaum Sofis. Tokoh-tokoh kaum Sofis seperti Gorgias, Protagoras,
Isocrates, dan lain-lain berhasil dengan gemilang membuktikan bahwa retorika
adalah sarana yang efektif untuk memenangkan suatu kasus. Tidak perduli apakah
kasus itu punya dasar kebenaran atau tidak. Karena itu setiap kasus,
bagaimanapun sifatnya, akan menang asal disampaikan secara retoris. Beginilah
pengertian retorika dari kaum Sofis yang lebih banyak mengajarkan keahlian
bersilat lidah, berdebat kusir, atau berpokrol bambu.
Dalam
perkembangan selanjutnya, retorika dipersiapkan secara intensif dan terencana
untuk kegiatan-kegiatan politik. Setelah Yunani, Romawi menjadi tempat
pengembangan retorika sebagai alat politik. Di Romawi dikenal tokoh-tokoh
retorika di bidang politik seperti Cicero, Quintilianus dengan
pengikut-pengikutnya ( Quintilians). Kedua tokoh ini menyempurnakan retorika
kaum Sofis dengan ajaran-ajaran Aristoteles sehingga retorika dikenal sebagai
ilmu pidato.
Setelah itu,
bukan berarti retorika tidak dimanfaatkan dalam bidang politik. Sampai sekarang
pun retorika dimanfaatkan dalam bidang politik. Propaganda-propaganda politik,
kampanye-kampanye menjelang pemilu dalam Negara yang menganut pemerintahan
demokrasi adalah bukti pemanfaatan retorika di bidang politik. Politik
memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa,
ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian.
Propaganda itu kadang-kadang berhasil mengubah pendirian rakyat kadang-kadang
tidak. Ini bergantung pada tingkat pendidikan dan kecerdasan rakyat yang ingin
dipengaruhi.
Dalam rangka
melaksanakan misi politiknya masing-masing, kita mengenal tokoh-tokoh yang
pintar berpidato yang digunakan oleh presidennya masing-masing. Zaman Nixon di
Amerika digunakan tokoh Kissinger, zaman Sukarno digunakan Dr. Ruslan
Abdulgani, zaman Suharto digunakan Harmoko.
6. 2 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG
EKONOMI
Bidang ekonomi
juga menggunakan retorika. Para usahawan terlibat dalam penggunaan retorika
dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika
digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan reklame. Terlibatnya
retorika dalam iklan, advertensi, dan reklame tampak mencolok di Negara-negara
yang persaingan barang produksinya sudah tinggi. Bahkan di Negara-negara
seperti itu, ada rumah produksi periklanan di mana usahawan dapat memesan iklan
atau advertensi sesuai kebutuhannya. Penyusun advertensi dalam menampilkan
tuturnya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman-idaman orang, khayalan, atau
harapan-harapan orang. Penyusunan advertensi dengan bahasa yang retoris
berusaha mengeksploitasi kebutuhan manusia, khayalnya, harapan-harapan,
idealnya, dan ketidaksadarannya. Betapa besarpengaruh bahasa advertensi itu,
sampai-sampai kemudian terasa bahwa barang-barang produksi yang dibuat manusia
berbalik membentuk “jiwa” manusia itu sendiri. Berkaitan dengan ini muncul
sinyalemen bahwa, usahawan dengan advertensinya sebenarnya tidak menjual
barang-barang yang di produksinya, melainkan mereka menjual harapan dan
janji-janji. Perhatikanlah bahasa advertensi berikut.
“Apalah artinya
air minum sehat, bila menggunakan Water Dispenser yang tidak sehat. SANKEN
Water Dispenser benar-benar dirancang dengan berbagai kelebihan untuk menjaga
air minum Anda agar tetap segar, aman dan higenis bahkan untuk bayi Anda”.
Advertensi di
atas dibuat untuk menggoda manusia dengan menonjolkan kelebihan-kelebihan suatu
produksi, dalam hal ini Water Dispenser. Dengan retorika itu, konsumen
dipengaruhi untuk menggunakannya. Pemilihan ungkapan “Apalah artinya air minum
sehat, bila menggunakan Water Dispenser yang tidak sehat” mengandung pelecehan
terselubung terhadap Dispenser-Dispenser lain yang bukan SANKEN. Sugesti ini
memang sengaja dibangun untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca.
Jika pada media
cetak, sugesti konsumen hanya dibangkitkan dengan menggunakan kata-kata saja
(retoris), tetapi melalui media TV, sugesti konsumen itu bahkan dibangkitkan
dengan menggunakan kata-kata, tayangan gambar, dan suara (multimedia), sehingga
retorika dalam dunia dagang atau ekonomi benar-benar dapat “mendesak”
konsumennya untuk mencobanya. Penggunaan
sarana multimedia ini juga menjadi bagian keseluruhan retorika, sebab setiap
upaya yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang bermaksud mempengaruhi
orang lain termasuk fenomena retoris.
6. 3 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM SENI
Dunia seni juga
merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu
dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnnya. Banyak hasil karya seni mengandung
pendidikan, misalnya wayang kulit, wayang orang, wayang golek, wayang beber,
ludruk, arja, tari topeng pajegan (Bali), ludruk, ketrung, dan lain-lain. Pada
kesenian tersebut terdapat tokoh-tokoh punakawan yang pintar bertutur (member
nasihat), seperti tokoh Cepot dan Udel (Sunda), Semar, Gareng, Petruk, dan
Bagong (Jawa), Sangut, Delem, Merdah Tualen, Kartala, Punte (Bali). Tokoh-tokoh
ini sering bertutur dengan menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan yang mampu
mempengaruhi penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang mengandung nilai
kehidupan. Dalam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah menggunakan retorika
dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan retorika untuk
mempengaruhi penontonnya. Dalam pewayangan terdapat tokoh-tokoh yang baik dan
tokoh-tokoh yang buruk sebagai persona yang dipakai oleh dalang untuk menampilkan
tutur-tutur bijak yang memukau. Keberhasilan dalang dalam mempengaruhi
penontonnya, karena ia mampu menerapkan retorika dengan baik. Kemampuan seperti
itu diperoleh oleh dalang melalui latihan-latihan yang sistematis.
Pemanfaatan
retorika tidak hanya pada karya seni klasik saja, pada seni modern retorika
juga dimanfaatkan, misalnya pada seni drama, teater, film. Pada ketiga kesenian
ini bahasa dan gaya bahasa di pilih benar, kemudian ditata dengan baik,
selanjutnya ditampilkan di depan penonton. Cara kerja memilih/menemukan, menata
dan menampilkan benar-benar merupakan langkah-langkah seperti dalam retorika.
6. 4 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM TULISAN
Para kuli tinta
seperti wartawan dan reporter adalah orang-orang yang terlibat dalam penggunaan
retorika. Entah mereka nanti akan menuliskolom, rubric, tajuk, atau menulis
reportase, semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika. Intinya adalah
bagaimana mereka dapat mempersuasi atau menarik perhatian pembacanya.
Kadang-kadang ada penulis yang mempunyai niat menggebu-gebu untuk bisa menarik
perhatian pembacanya. Karena keinginan yang menggebu-gebu itu, tulisan mereka
sering terkesan tendensius.
Dalam bentuk
lisan, deklamator (dalam deklamasi), pendongeng, tukang cerita, pedagang obat
juga menggunakan retorika. Mereka mencoba “menyihir” pendengarnya dengan
memilih, menata, dan menampilkan tutur yang menawan. Dalam profesi ini, ada tindakan
penemuan topic/gagasan, menata dalam urutan yang menarik, dan menampilkannya
dengan bahasa dan gaya bertutur yang memikat. Tindakan atau langkah yang
dikerjakan itu merupakan unsur retorika. Oleh karena itu, semua profesi yang
disebut di atas (deklamator, pendongeng, tukang cerita, pedagang obat) adalah
profesi yang menggunakan retorika.
6. 5 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM PENDIDIKAN
Secara umum
pendidikan diartikan sebagai cara memberikan bimbingan yang sistematis kepada
anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan member pengetahuan, keterampilan,
dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi pendidikan hanyalah
membantu memberikan bimbingan kepada anak didik sehingga potensi yang dimiliki
anak dapat berkembang secara wajar.
Untuk dapat
mewujudkan tujuan tersebut, maka para pendidik perlu membuat perencanaan,
menyiapkan materi, menata unit-unit materi, menentukan sarana, menetapkan
metode, dan melaksanakan kegiatan pengajara. Dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan yang dilakukan itu, para pendidik selalu mengkaji
persoalan-persoalan yang ada seputar anak didik. Hal ini dilakukan agar
bimbingan (pendidikan) yang diberikan dapat memotivasi, menarik minat, dan
mempersuasi anak didik untuk belajar. Dalam melakukan kegiatan seperti inilah,
para pendidik terlibat dalam penggunaan retorika.
Pertanyaan-pertanyaan
berikut akan menjawab keterlinatan seorang pendidik dengan retorika.
1. Materi pelajaran apakah yang diperlukan oleh anak didik?
2. Bagaimanakah cara menyajikan agar memikat anak didik?
3. Sarana apakah yang diperlukan untuk memberikan kejelasan uraian?
4. Bagaimana
menyuguhkan contoh, ulasan, ilustrasi, dukungan, dan lain-lain
agar anak terangsang ingin tahu?
5. Bagaimana
cara mempengaruhi dan mengatur siswa agar mereka aktif dan kreatif?
Contoh-contoh
pertanyaan di atas sesungguhnya tidak lain merupakan bentuk khusus dari
persoalan yang umum dalam retorika. Itulah sebabnya, mengapa dikatakan bahwa,
para pendidik dalam tugas menyiapkan bimbingan yang disebut pendidikan itu
dikatakan terlibat dengan retorika.
Penggunaan
retorika secara praktis, tampak lebih nyata lagi dalam proses belajar-mengajar
di kelas. Dalam hubungan ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan
yang telah dipelajari sebelumnya. Melalui aktivitas belajar-mengajar, guru
memanfaatkan retorika sebanyak-banyaknya berdasarkan jenis materi pelajaran yang
diajarkan, kondisi anak didik yang dihadapi, keadaan sekolah tempat mengajar,
situasi sosial politik yang sedang berlangsung, dan factor-faktor yang lain.
Yang lebih nyata lagi bahwa guru menggunakan retorika adalah ketika guru
mengambil contoh yang telah diketahui oleh anak, member ulasan, menggunakan
bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, menggunakan mimic (gerak-gerik,
pandangan mata, gerak tangan, dan lain-lain). Jadi untuk meyakinkan anak didik
akan kebenaran materi yang disajikan, para guru melakukan sejumlah upaya dan
tindakan. Semua upaya dan tindakan yang dilakukan itu dimaksudkan untuk
meyakinkan. Itulah pada hakikatnya retorika yang dimanfaatkan guru.
Dapat
disimpulkan, keseluruhan proses yang dilakukan guru di dalam kelas adalah
tindak retorika. Jika tindak retorika dimanfaatkan dalam proses ini, maka
pengajaran bisa membosankan. Akibatnya, pendidikan tidak akan berhasil. Oleh
karena itulah, guru yang cakap akan memanfaatkan retorika dalam pendidikan. Di
satu pihak ia bisa disenangi oleh murid, di pihak lain ia bisa menjadi pendidik
yang berhasil.
BAB III
PEMBAHASAN
2. 1 Hal-hal pokok yang dijadikan materi pembahasan
a. Apakah retorika dapat dipelajari?
b. Apakah penyebab
retorika lisan berbeda dengan retorika tilisan?
c. Apa sajakah
ciri pembeda bahasa retorika lisan dan retorika tulisan?
d. Apakah aspek
pembeda retorika lisan dan retorika tulisan?
e. Apakah
kegunaan retorika dalam bidang politik, ekonomi, seni, tulisan, dan pendidikan?
2. 2 Jawaban Materi Pembahasan
a. Ya! Sudah terbukti dalamdua contoh dalam sejarah:
1. Demosthenes (384-322)
Demosthenes
menceritakan bahwa sejak lahir dia memiliki kekurangan dalam berbicara. Untuk
mengatasi kesulitan ini, dia pergi ke pantai laut, menaruh kerikil dalam
mulutnya, dan berusaha berbicara dengan ucapan yang jelas dan dengan suara yang
sekuat mungkin untuk bisa mengatasi gemuruh hempasan ombak, dan usaha ini
berhasil. Demosthenes akhirnya
menjadi seorang ahli pidato termasyhur dalam Kerajaan Yunani Kuno.
2. Winston Churchill (1874-1965)
Untuk dapat
berpidato di depan Parlemen Inggris, Winston
Churchill. Mempersiapkan diri secara intensif. Berhari-hari dia mencoba dan
membuat latihan membaca dan berpidato. Beberapa bagian penting dari pidatonya
malah dihafalkan. Usaha yang tekun ini akhirnya menjadikan Winston Churchill seorang ahli pidato terkenal dalam abad ini.
Jadi
keberhasilan dalam proses komunikasi dan dan menguasai teknik dan seni
berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan itu dan berusaha
secara optimal untuk melatih diri. Oleh karena itu seni berbicara dapat
dikuasai, retorika dapat dipelajari.
b. Ada dua jenis perbedaan pokok yang menandai
kedua jenis retorika yaitu:
1. Pertama,
jika seseorang berkomunikasi secara tulisan, maka ia berpraanggapan bahwa orang
yang diajak berkomunikasi tidak ada dihadapannya. Akibatnya, struktur bahasanya pun lebih lengkap dan lebih jelas,
karena uraiannya tidak dapat di sertai dengan gerak-gerik, pandangan, atau
anggukan sebagai tanda penegas. Itu sebabnya, kalimat dalam retorika tulisan
lebih eksplisit sifatnya. Struktur bahasa dalam retorika tulisan bagi penutur
yang cermat sering dikaji, dinilai dan disunting sebelum disajikan dalam
bentuknya yang terakhir.
2. Kedua, retorika
tulisan tidak dapat menggambarkan dengan sempurna tinggi rendahnya nada atau
panjang pendeknya suara yang berperan dalam retorika lisan ---- dan sering
memberikan nuansa arti ---- sehingga penulis acapkali perlu merumuskan kembali
struktur bahasanya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama
lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama ditelitinya.
c. Ciri
pembedanya yaitu:
1. Kalimat-kalimat
dalam retorika lisan kurang lengkap strukturnya jika dibandingkan dengan
retorika tulisan misalnya: 1) retorika lisan, kalimat-kalimatnya tidak lengkap
dan frasenya lebih sederhana, 2) retorika lisan berisi lebih sedikit
subordinasi, dan 3) dalam konversasi pada retorika lisan, lebih banyak
diperoleh kalimat aktif deklaratif dibandingkan dengan kalimat aktif.
2. Di dalam
retorika tulisan, penanda hubungan klausa, seperti: yang, sementara, di mana,
dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi di dalam retorika lisan hal itu
jarang digunakan.
3. Dalam
retorika tulisan, pengorganisasian retorik dalam wacana, seperti penggunaan
kata: mula-mula, lebih penting daripada, pada kesimpulannya, dan lain-lain
digunakan dengan cukup, tetapi dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
4. Di dalam
retorika tulisan, menantangkan frase yang berintikan kata benda sangat umum
didapatkan, sedangkan dalam retorika lisan jarang ditemukan. Kalaupun
direntangkan, paling banyak ditambah dengan dua kata sifat, dan karena itu
tetap berupa frase pendek. Demikian juga tentang predikat, sering dinyatakan
secara pendek saja. Dalam bahasa Indonesia, misalnya; “Bapak pergi ke Surabaya”
sering hanya diungkapkan dengan “Bapak ke Surabaya” dalam retorika lisan. Kata
“pergi” dihilangkan atau ditinggalkan. Selain itu, retorika tulisan cenderung
beranak, bercucu, bercicit, sehingga informasinya terkonsentrasinya pada subjek
kalimat induk. Contoh kalimat bahasa indonesia, misalnya “Sepatu kuat dan mahal
biasanya terbuat dari kulit rusa Afrika yang banyak digunakan oleh kalangan the
have dibuat di Itali.”
5. Dalam
retorika lisan, terutama dalam percakapan informal, tidak banyak digunakan
bentuk pasif, tetapi dalm retorika tulisan, apalagi tulisan ilmiah, banyak
digunakan bentuk pasif,.
6. Dalam
membicarakan lingkungan yang dekat dengan kegiatan berbicara, kadang-kadang
pembicaraan menggunakan pandangan sajadalam menunjukkan acuan, tanpa perlu
menyebut nama barang atau bendanya. Hal ini menyebabkan retorika lisan lebih
lebih sederhana daripada retorika tulisan.
7. Dalam
retorika lisan, pembicara kadang-kadang mengulang-ulangi kali-matnya beberapa
kali. Misalnya; “Saya melihat dia datang, saya melihat dia masuk dan saya
melihat dia mengambil barang-barangnya.”
8. Dalam
retorika lisan, pembicara dapat mengulagi atau memperbaiki ucapannya. Misalnya;
“Orang itu (anak yang baru naik gadis) sering keluar malam.” Dalam retorika
tulisan tidak ada kesempatan untuk memperbaiki ucapan.
9. Dalam
retorika lisan, pembicara dapat mengisi sela-sela percakapannya dengan kata-kata
pengisi, seperti: baik, bisa, tentu saja, oh ya, ya sebaiknya, saya kira, dan
lain-lain.
d. Lafal
merupakan aspek pembeda retorika lisan dari retorika tulisan, sedangkan ejaan
merupakan aspek pembeda retorika tulisan dari retorika lisan. Jadi dalam retorika
lisan kita banyak berurusan dengan lafal, sedangkan retorika tulisan kita
banyak berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan. Ragam tulisan yang
unsur dasarnya adalah huruf, melambangkan retorika lisan. Meskipun keliatannya
berimpitan, retorika lisan dan retorika tulisan masing-masing memiliki
perangkat kaidah yang tidak bisa disamakan. Pada aspek tata bahasa dan kosakata
pun kedua jenis retorika itu tidak bisa disamakan. Hal tersebut dapat kita
perhatikan dalam contoh-contoh nyata yang diberikan oleh sugono (1986) sebagai
berikut:
1. Dalam Aspek Tata Bahasa:
A.
Bentuk Kata:
1. Retorika Lisan, contoh:
a) Nia sedang baca
surat kabar.
b)
Ari mau nulis surat.
c) Tapi kau
tak boleh tolak lamaran itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Nia sedang membaca surat kabar.
b) Ari mau menulis surat.
c) Tetapi engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
B. Struktur Kalimat
1) Retorika Lisan, contoh:
a) Mereka tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalulintas.
c) Saya ingin tanyakan soal itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
c) Ingin saya tanyakan soal itu.
2. Dalam Aspek Kosakata:
a) Retorika Lisan, contoh:
1) Ariani bilang kita harus belajar.
2) Kita harus bikin karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.
b) Retorika Tulisan, menjadi:
1) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita harus membuat karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.
e. Bidang-bidang
1. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG POLITIK
Bidang politik
adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara
terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan
politik. Sebab, sebagaimana kita ketahui bahwa retorika lahir di tengah-tengah
rakyat Sisilia, yakni di kota Sirakusa yang sedang bergolak menentang
pemerintah yang sedang berkuasa, yang dianggap oleh rakyatnya sebagai
pemerintah tiranis. Rakyat Sisilia menginginkan pemerintahan yang demokratis.
Untuk mencapai tujuan itu, rakyat dan para tokoh yang berpihak kepada rakyat
sadar bahwa jika dilakukan perlawanan dengan kekerasan, belum tentu akan
berhasil. Apalagi pemerintahan militer yang berkuasa saat itu amat tangguh.
Untuk menghindari kegagalan, maka ditempuhlah jalan berunding. Melalui
perundingan rakyat mencoba meyakinkan penguasa bahwa, pemerintahan yang
demikratis yang diinginkan oleh seluruh rakyat adalah system pemerintahan yang
lebih baik dari pada pemerintahan yang sedang berlaku saat itu. Untuk itu, maka
dipersiapkanlah wakil-wakil rakyat yang memiliki kecakapan retorik, yakni
kecakapan berpidato untuk meyakinkan pemerintah. Inti tuntutan rakyat adalah
terjadinya perubahan system pemerintahan tanpa pertumpahan darah.
Pemanfaatan retorika
sebagai alat politik lebih menonjol lagi di kalangan filsuf yang dikenal dengan
nama kaum Sofis. Tokoh-tokoh kaum Sofis seperti Gorgias, Protagoras, Isocrates,
dan lain-lain berhasil dengan gemilang membuktikan bahwa retorika adalah sarana
yang efektif untuk memenangkan suatu kasus. Tidak perduli apakah kasus itu
punya dasar kebenaran atau tidak. Karena itu setiap kasus, bagaimanapun
sifatnya, akan menang asal disampaikan secara retoris. Beginilah pengertian
retorika dari kaum Sofis yang lebih banyak mengajarkan keahlian bersilat lidah,
berdebat kusir, atau berpokrol bambu.
Setelah itu,
bukan berarti retorika tidak dimanfaatkan dalam bidang politik. Sampai sekarang
pun retorika dimanfaatkan dalam bidang politik. Propaganda-propaganda politik,
kampanye-kampanye menjelang pemilu dalam Negara yang menganut pemerintahan
demokrasi adalah bukti pemanfaatan retorika di bidang politik. Politik
memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa,
ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian.
Propaganda itu kadang-kadang berhasil mengubah pendirian rakyat kadang-kadang
tidak. Ini bergantung pada tingkat pendidikan dan kecerdasan rakyat yang ingin
dipengaruhi.
2. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG EKONOMI
Bidang ekonomi
juga menggunakan retorika. Para usahawan terlibat dalam penggunaan retorika
dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika
digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan reklame. Terlibatnya
retorika dalam iklan, advertensi, dan reklame tampak mencolok di Negara-negara
yang persaingan barang produksinya sudah tinggi. Bahkan di Negara-negara
seperti itu, ada rumah produksi periklanan di mana usahawan dapat memesan iklan
atau advertensi sesuai kebutuhannya. Penyusun advertensi dalam menampilkan
tuturnya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman-idaman orang, khayalan, atau
harapan-harapan orang. Penyusunan advertensi dengan bahasa yang retoris
berusaha mengeksploitasi kebutuhan manusia, khayalnya, harapan-harapan,
idealnya, dan ketidaksadarannya. Betapa besarpengaruh bahasa advertensi itu,
sampai-sampai kemudian terasa bahwa barang-barang produksi yang dibuat manusia
berbalik membentuk “jiwa” manusia itu sendiri. Berkaitan dengan ini muncul
sinyalemen bahwa, usahawan dengan advertensinya sebenarnya tidak menjual
barang-barang yang di produksinya, melainkan mereka menjual harapan dan
janji-janji.
3. PENGGUNAAN
RETORIKA DALAM SENI
Dunia seni juga
merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu
dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnnya. Banyak hasil karya seni mengandung
pendidikan, misalnya wayang kulit, wayang orang, wayang golek, wayang beber,
ludruk, arja, tari topeng pajegan (Bali), ludruk, ketrung, dan lain-lain. Pada kesenian tersebut terdapat tokoh-tokoh punakawan yang pintar
bertutur (member nasihat), seperti tokoh Cepot dan Udel (Sunda), Semar, Gareng,
Petruk, dan Bagong (Jawa), Sangut, Delem, Merdah Tualen, Kartala, Punte (Bali).
Tokoh-tokoh ini sering bertutur dengan menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan
yang mampu mempengaruhi penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang
mengandung nilai kehidupan. Dalam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah
menggunakan retorika dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan
retorika untuk mempengaruhi penontonnya. Dalam pewayangan terdapat tokoh-tokoh
yang baik dan tokoh-tokoh yang buruk sebagai persona yang dipakai oleh dalang
untuk menampilkan tutur-tutur bijak yang memukau. Keberhasilan dalang dalam
mempengaruhi penontonnya, karena ia mampu menerapkan retorika dengan baik.
Kemampuan seperti itu diperoleh oleh dalang melalui latihan-latihan yang
sistematis.
4. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM TULISAN
Para kuli tinta
seperti wartawan dan reporter adalah orang-orang yang terlibat dalam penggunaan
retorika. Entah mereka nanti akan menuliskolom, rubric, tajuk, atau menulis
reportase, semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika. Intinya adalah
bagaimana mereka dapat mempersuasi atau menarik perhatian pembacanya. Kadang-kadang
ada penulis yang mempunyai niat menggebu-gebu untuk bisa menarik perhatian
pembacanya. Karena keinginan yang menggebu-gebu itu, tulisan mereka sering
terkesan tendensius.
Dalam bentuk
lisan, deklamator (dalam deklamasi), pendongeng, tukang cerita, pedagang obat
juga menggunakan retorika. Mereka mencoba “menyihir” pendengarnya dengan
memilih, menata, dan menampilkan tutur yang menawan. Dalam profesi ini, ada
tindakan penemuan topic/gagasan, menata dalam urutan yang menarik, dan
menampilkannya dengan bahasa dan gaya bertutur yang memikat. Tindakan atau
langkah yang dikerjakan itu merupakan unsur retorika. Oleh karena itu, semua
profesi yang disebut di atas (deklamator, pendongeng, tukang cerita, pedagang
obat) adalah profesi yang menggunakan retorika.
5. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM PENDIDIKAN
Secara umum
pendidikan diartikan sebagai cara memberikan bimbingan yang sistematis kepada
anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan member pengetahuan, keterampilan,
dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi pendidikan hanyalah
membantu memberikan bimbingan kepada anak didik sehingga potensi yang dimiliki
anak dapat berkembang secara wajar.
Untuk dapat
mewujudkan tujuan tersebut, maka para pendidik perlu membuat perencanaan,
menyiapkan materi, menata unit-unit materi, menentukan sarana, menetapkan
metode, dan melaksanakan kegiatan pengajara. Dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan yang dilakukan itu, para pendidik selalu mengkaji
persoalan-persoalan yang ada seputar anak didik. Hal ini dilakukan agar
bimbingan (pendidikan) yang diberikan dapat memotivasi, menarik minat, dan
mempersuasi anak didik untuk belajar. Dalam melakukan kegiatan seperti inilah,
para pendidik terlibat dalam penggunaan retorika.
Penggunaan
retorika secara praktis, tampak lebih nyata lagi dalam proses belajar-mengajar
di kelas. Dalam hubungan ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan
yang telah dipelajari sebelumnya. Melalui aktivitas belajar-mengajar, guru
memanfaatkan retorika sebanyak-banyaknya berdasarkan jenis materi pelajaran
yang diajarkan, kondisi anak didik yang dihadapi, keadaan sekolah tempat
mengajar, situasi sosial politik yang sedang berlangsung, dan factor-faktor
yang lain. Yang lebih nyata lagi bahwa guru menggunakan retorika adalah ketika
guru mengambil contoh yang telah diketahui oleh anak, member ulasan,
menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, menggunakan
mimic (gerak-gerik, pandangan mata, gerak tangan, dan lain-lain). Jadi untuk
meyakinkan anak didik akan kebenaran materi yang disajikan, para guru melakukan
sejumlah upaya dan tindakan. Semua upaya dan tindakan yang dilakukan itu
dimaksudkan untuk meyakinkan. Itulah pada hakikatnya retorika yang dimanfaatkan
guru.
Dapat
disimpulkan, keseluruhan proses yang dilakukan guru di dalam kelas adalah
tindak retorika. Jika tindak retorika dimanfaatkan dalam proses ini, maka
pengajaran bisa membosankan. Akibatnya, pendidikan tidak akan berhasil. Oleh
karena itulah, guru yang cakap akan memanfaatkan retorika dalam pendidikan. Di
satu pihak ia bisa disenangi oleh murid, di pihak lain ia bisa menjadi pendidik
yang berhasil.
BAB IV
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Bahasa
merupakan media utama dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Tuntutan retorika
terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana retorik adalah pilihan kata,
istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk mengungkapkan gagasan, pendapat,
dan ide. Dalam hubungannya dengan komunikasi lisan dan tulisan, pilihan dan
penggunaaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan kalimat dapat pula ditentukan
oleh jalur komunikasi itu, yakni atau tulisan. Oleh karena itu, jika kita
perhatikan secara cermat, maka kita temukan ciri pembeda retorika lisan dan
retorika tulisan dalam pemakaian bahasanya.
Kegiatan dan
bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda, obrolan, basa-basi, tegur sapa,
khotbah, kampanye, diskusi, seminar, konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan
retorika menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.
Hingga kini retorika digunakan dalam bidang atau lingkungan yang amat luas,
seperti bidang: politik, perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Bidang
politik adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara
terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan
politik. Bidang ekonomi juga menggunakan retorika. Para usahawa juga terlibat
dalam penggunaan retorika dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya.
Oleh karena itu, retorika digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan
reklame. Seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika.
Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnya. Para kuli tinta
seperti wartawan dan reporter juga terlibat dalam penggunaan retorika. Entah
untuk menulis kolom, rubrik, tajuk, atau menulis reportase. Semuanya memerlukan
kemampuan menggunakan retorika.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Hendrikus,
Dori Wuwur. 1991. Retorika. Yogyakarta: PT Kanisius.
-
Marta,
Nengah. 2014. Retorika Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2 komentar:
Rekonstruksi bahasa dan retorika dapat dimulai dengan penguasaan unsur-unsur kebahasaan dan nonkebahasaan dalam berbicara. Setelah itu, penting juga seorang pembicara menggunakan metode dan etika blog retorika judi yang tepat
terimakasih komentarnya yang membangun
Posting Komentar