BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Istilah
sastra lisan dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa inggris oral
literature . Ada juga mengatakan bahwa istilah berasal dari bahasa belanda orale
letterkunde. Kedua pendapat ini di benarkan, tetapi yang menjadi soal
adalah istilah itu dalam dirinya sendiri sebenarnya mengandung kontradiksi
(Pinnegan, 1997: 1667), sebab literature (sastra) merujuk pada kata literae,
yang bermakna “letters”.
Yang
dinamakan sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi
kesusastraan warga suatu kebudayaan yang di sebarkan dan diturun-temurunkan
secara lisan (dari mulut ke mulut). Dengan begitu, apa yang dinamakan
kesusastraan , yang dulu barati as “anything written” (Sylvan Barnat, 1963: 1).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah
sebagai berikut:
- Fungsi Sastra lisan
- Pemindahan Sastra lisan
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan
masalah dari makalah ini adalah:
- Fungsi Sastra lisan
- Pemindahan Sastra lisan
D. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa Fungsi Sastra lisan
- Apa Yang Dimaksud Pemindahan Sastra Lisan
E. Tujuan dan
Manfaat Penulisan
Tujuan dan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
- Mendeskripsikan Fungsi Sastra lisan
- Mendeskripsikan Pemindahan Sastra Lisan
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam
penyusunan makalah ini, ialah sebagai berikut:
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Sastra Lisan
Dalam
bab II, bagian 2.2, sedikit banyak relah disinggung perihal fungsi beberapa
genre sastra lisan dalam masyarakat. Sebenarnya fungsi saatra lisan di
masyarakat itu dapat di lihat sebagai berikut.
Pertama,
berfungsi sebagai system proyeksi. Hal ini dapat dilihat pada certa bawang
putih dan bawang merah. Cerita ini merupakan proyeksi idam-idaman dibawah
sadar dari kebanyakan gadis miskin (yang cantik tentunya) unutuk menjadi istri
orang kaya atau bangsawan (pangeran), orang tersohor, walupun hal ini hanya
terjadi dalam angan-angan belaka. Contoh lainya adalah cerita sangkuriang.
Cerita ini sebenarnya merupakan angan-angan terpendam dari seorang anak
laki-laki untuk berseggama dengan ibu kandungnya (Oedipus complex).
Kedua,
berfunsi untuk mengesahkan kebudayaan, misalnya cerita Asal usul kata
“babah” . Certa ini sebenarnya mengandung maksud untuk mengesahkan
ketidakbenaran perkawinan antar pribumi (laki-laki) dan non pribumi (cina,
perempuan). Certa lain adalah cerita cecak yang menghianati Nabi Muhammad.
Certa ini mengandung maksut untuk mengesahkan pembunuhan cicak.
Ketiga,
sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali
sosial. Hal ini dapat dapat dilihat pada pribahasa seperti: pagar makan
tanaman, tua-tua keladi makain tua makin jadi; dan lain-lain.
Keempat,
sebagai alat pendidikan anak. Dalam hubungan ini, cerita-cerita binatang
(kancil) adalah sebuah contoh yang tepat. Certa-cerita ini banyak digunakan
oleh orang tua (pada jaman generasi penulis masih anak-anak) untuk mendidik
anak-anak. Hal yang demikian ini juga banyak terdapat dalam puisi rakyat.
Dalam
sasra lisan jawa ada sebuah tembang (nyanyia) yang berhubungan nama-nama jari
tangan kita. Sebagai kita ketahui, nama-nama jari tangan kita terdiri dari: (1)
Jari kelingking(jentik atau enthik), (2) jari manis (jentik manis), (3) jari
tengah (penuggul), (4) jari telunjuk (penuding), dan (5) ibi jari (jempol).
Kelima,
jri tangan kita menurut orang jawa stu sama lain mempunyai ikatan persaudaraan
dan jari tangan kita itu digunakan untuk pendidikan untuk anak-anak kita. Dalam
ini, anak-anak di ajari untuk menghormati orang tua. Baik orang tua sendiri
maupun orang-orang yang di anggap tua. Pokoknya, orang tua harus di hormati.
Hal ini tercermin dalam tembang anak-anak yang bunyinya sebagai berikut:
1)
Enthik,
entik, si patunggul patenana
2)
Aja,
dhi, aja, dhi, wong tuo malati
3)
Bener,
bener.
Kalimat
petama di ucapkan oleh si penuding, kalimat kedua diucapkan oleh si jhentik
manis, dan kalimat ketiga, di ucapkan oleh si jempol. Adapun jempol. Adapun
arti ketiga kalimat ini sebagai berikut: “Enthik, enthik, bunuhlah si
panunggul, jangan, jangan dik. Orang tua itu jangan di ganggu gugat, kau bisa
kena tulah. Benar-benar”
Jadi
menurut cerita si panuding meminta si jenthik membunuh si panunggul, tetapi si
jenthik manis melarangnya. Hal yang disetujui oleh si jempol. Apakah dosa si
panunggul maka ia harus di singkirkan? Dalam tembang di atas hal itu tidak
disebut-sebut. Hal yang disebut-sebut adalah wong tuo melati (orang tua
itu bisa mendatangkan “kena tulah” apabila dibunuh).
Kalimat
ketiga yang berbunyi:”Benar. Benar” yang di ucapkan oleh si jempol dalam
tembang anak-anak itu sebenarnya kurang lengkap. Kalimat ini msih ada
sambunganya. Bunyi kalimatnya sebagai berikut: tai laler enak seger, artinya,
kotoran lalat itu nikmat.
Jadi,
keseluruhan kalimat berbunyi: Benar-Benar. Tai laler enak seger.” Apakah
fungsi tambahan kalimat ini? Kata orang hal itu untuk melengkapkan tentang
enthik-enthik agar tambang tersebut di nyanyikan terasa enak di dengar orang:
dan menimbulkan senyum karena di dalam hal ini rasa humor. Akan tetapi,
sebenarnya hal ini dapatlah di pandang sebagai kamuflase belaka, yaitu untuk
menutupi maksud (amanat) tembang.
Sebagaimana
sastra lisan dimanapun dan kapanpun juga, sastra lisan itu selalu mengenal apa
yang dinamakan versi. Tembang enthik-enthik juga mempunyai berbagai
versi. Salah satu versi tembang ini digubah orang dalam metrum puisi macapat pacung
metrum ini mempunyai aturan sebagai berikut: (1) Terdiri dari empat baris;
(2) masing-masing baris terdiri dari12 suku kata (baris pertama bersuara akhir:
u), 6 suku kata baris kedua., bersuara akhir: a), 8 suku kata
(baris ketiga, bersuara akhir: i), dan 12 suku kata (baris keempat ,bersuara akhir:
a) adapun wujudnya sebagai berikut:
Pocung
Enthik-enthik patena si panunggul,
Gek dosane apa,
Dosane ngungkul-ngungkuli,
Lah aja dhi ya ala sedulur tuwa
Artinya,”Enthik-enthik,
bunuhlah si panunggul. Apakah dosanya dia? Dia banyak berdosa. O, jangan, Dik,
dia itu walaupun banyak dosanya saudara tua kita juga.
Dari
versi tembang macapat di atas dapat kita ketahui bahwa si panunggul itu banyak
berdosa, sehingga dia diusulkan untuk disingkirkan (dibunuh). Jadi versi tembang macapat ini
;ebih lengkap daripada versi tembang anak-anak. Akan tetapi, kelengkapan itu
tidaklah berarti bahwa dia merupakan versi yang paling asli dan paling tua. Ada
kemungkinan versi yang lengkap ini malahan malahan merupakan versi yang paling
baru. Demikian jugalah dengan versi tembang macapat Enthik-enthik . Vesi ini
merupakan versi baru. Dia muncul bukan hanya di lingkungan anak-anak, tetapi
juga dilingkungan orang dewasa, terutama dilingkungan orang-orang yang
menjalankan olah batin.
Baik
versi tembang anak-anak maupun versi tembang macapat sebenarnya mempunyai
maksut/tujuan yang sama. Maksu itu adalah: mendidik anak-anak untuk tidak
berani pada orang tua.
Di
masyarakat melayu, nasihat pada anak-anak itu dapat pula berbentuk pantun
sebagai berikut:
Anak ayam turun sepuluh,
Mati stu tinggal sembilan,
Tuntut ilm bersungguh-sungguh,
Suatu
jangan sampai ketinggalan.
Anak
ayam turun sembilan,
Mati
satu tinggal sembilan,
Suatu
jangan sampai ketinggalan,
Itulah
boleh jadi harapan.
Anak
ayam turun delapan,
Mati
stu tinggallah tujuh,
Itulah
boleh jadi harapan,
Ibarat
jalan jadi penuju.
Fungsi
kelima sastra lisan adalah untuk memberikan suatu jalan yang di benarkan oleh
masyarakat agar dia dapat lebih superior dari pada orang lain. Hal ini tampak
dalam karya sastra lisan yang berupa teka-teki. Secara terperinci hal inipun
telah diuraikan dimuka , yaitu pada penjelasan perihal tek-teki. Utuk lebih
jelasnya dibawah ini dikutipkan lagi contoh puisi teka-teki.
Teka-teki : kudapat kakinya
Kudapat kakinya
Kanam kakinya
Jawabanya : Kura empat kakinya
Kuda empat kakinya
Kutu empat kakinya
Dalam
puisi teka-teki di atas unsure bunyi menimbulkan gagasan dalam jawabanya.
Keenam,
untuk memberi jalan kepada seseorang agar dia dapat mencela orang lain. Hal ini
tampak dalam peribahasa-peribahasa yang berisi sindiran dan celaan. Hal ini
juga tampak dalam pantun-pantun misalnya, pantunberiku:
Sudah pun medak si ikan yu
Dibawa Lalu hendak di timbang
Masakan tidak bunga tak layu
Kau selalu diseri kumbang
Ketujuh,
Sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat dan akhirnya,
fungsi kedelapan sastra lisan di masyarakat . Dan akhirnya fungsi kedelapan
sastra lisan adalah untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari hari.
Dengan perkataan lain, untuk hiburan semata.
Begitulah
beberapa fungsi sastra lisan di masyarakat. Masing-masing fungsi satu sama lain
kadang-kadang berkaitan sehingga satu bahan yang di tentukan oleh seorang
peneliti, bahan tersebut terkadang-kadang mempunyai berbagai fungsi.
B.
Pemindahan Sastra Lisan
Pemindahan sastra lisan itu dapat di bandingkan dengan pemindahan
kata-kata budaya (culture words).
Pemindahan sastra lisan itu dari mulut kemulut, sedangkan pemindahan uang
(benda budaya) itu dari tangan ke tangan.
Adapun mengenai perpindahan kata-kata budaya itu dapat di tempuh
dengan dua cara, yaitu:
1.)
Dri
satu bahasa ke bahasa lisan
x y
Adapun pemindahan kata-kata budaya itu dapat di tempuh dengan dua
cara, yaitu:
2.)
Dari
satu bahasa ke bahasa lain
x y
3.)
Dari
bahasa itu sendiri, yaitu dari dialek yang satu ke dialek yang lain.
Oleh
karena sastra lisan itu di tuturkan dengan bahasa, maka maka cara pemindahanya
(cara migrasinya) tak jauh berda dengan situasi diatas. Cerita dari bahasa yang
satu berpindah ke bahasa yang lain. Disamping itu juga terjadi bahwa cerita
yang dituturkan dalam dialek yang lain dari bahsa tertentu tadi.
Dalam hubungannya dengan penelitian
satra lisan, bila penelitian itu diarahkan pada masalah migrasi, maka daftar
wawancara perlu diarahkan kesini. Dalam data informan harus ada butir tentang asal
usul informan. Dengan begitu kita akan tahu asal-usul sebuah cerita yang
sedang di teliti.
Menurut Benfrey apa yang dinamakan
migrasi itu dapat terjadi karena ‘literari’ (sastra lisan). Kta sarjana
lain, yaitu kaarle krohn, bila demikian halnya, dalam hubungan dengan ‘geographik
cllassification of variant’, maka sifat pemindahan lisan yang sejati
(tulen) itu tidak ada.
Migrasi itu dapat terjadi karena perpindahan
a whole community (misalnya transmigrasi) atau a single person (misalnya:
perkawinan, pemindahan pelacur dari satu kompleks ke kompleks yang lain tau
dari satu kota ke kota yang lain). Dalam hubungan dengan perpindahan itu maka
peranan orang-orang dibawah inisangatlah memegang peran penting. Oleh karena
itu, mereka perlu di pertimbangkan dalam penelitian satra lisan. Mereka itu
antara lain adalah:
1)
Pemburu(hunters)
2)
Nelayan(fisherman)
3)
Pekerja
tangan, tukang(craftsman)
4)
Pedagang(merchants)
5)
Pelaut(sailors)
6)
Prajurit(soldiers)
7)
Peziarah(pilgrims)
8)
Pelacur,
dan
9)
Pengembara-pengembara
yang lain.
Pemindahan
selanjutnya, yang besifat penyebaran, bias bersifat horizontal,
penyebaran itu bias dari tetangga ke tetangga, dari kampung ke kampung, dari
kota ke kota (di abat modern, kereta api, bus, mobil, dan pesawat yang sangat
berperan penting). Bersifat vertikal, penyebaran itu bias dari bapak ke anak,
dari kakek ke cucu, dari guru ke murid (cantrik), dan lain-lain.
Jarak
perjalanan (panjang pendek) yang di tempuh oleh sebuah sastra lisan
berimigrais, hal ini akn menimbulkan transformasi. Selanjutunya akan
timbul bahwa tiap cerita mempunyai varian yang banyak sekali di suatu
daerah.
Bila
dikaitkan dengan filologi sastra lisan, maka seorang peneliti di suatu daerah
harus mencoba mencari satu varian yang mewakili varian-varian lainya
(strukturnya garap di perhatikan).
Varian
tunggal (wakil) ini lalu di bandimgkan dengan varian-varian lainya dari daerah
lain untuk menentukan apa yang di namakan archetype (model)pertama: bentuk
asli). Bila hal ini di buat skema maka itu akan berupa sebuah konsep sebagai
berikut:
Achetype
Vwa Vwb
A A B B
Keterangan
: A dan B = daerah adanya banyak varian
Vw = varian wakil
Val, Va2, Va3 = varian yang ada di derah A
Vb1, Vb2, Vb3 = varian yang ada di daerah B
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia adalah mahluk yang dapat
dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun sebelum masehi, manusia telah menjadi obyek
filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek
material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai
kondisinya.
Dalam fungsi dan teori migrasi
mempunyai cangkupan didalamnya ada fungsi sastra lisan dan pemindahan sastra
lisan kalau kita kaji mempunyai banyak ilmu pengetahuan seluk beluk dan lain
sebagainya.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa teori dan fungsi migrasi mempunyai nilai dan makna
didalamnya sehingga penulis ingin menyampaikan sesuatu di hasil karya
tulisannya dengan maksud agar pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penulis.
B.
Saran
Kami menyadari bawasannya penyusun dari
makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt. hingga dalam penulisan dan
penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi
diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap,
bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah
ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi
penyusun, pembaca, dan bagi semua mahasiswa STKIP MPL.
DAFTAR PUSTAKA
Diana Ani.2010.Folklor(Diktat).Pringsewu.