Rabu, 20 April 2016

Sastra Lisan

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Istilah sastra lisan dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa inggris oral literature . Ada juga mengatakan bahwa istilah berasal dari bahasa belanda orale letterkunde. Kedua pendapat ini di benarkan, tetapi yang menjadi soal adalah istilah itu dalam dirinya sendiri sebenarnya mengandung kontradiksi (Pinnegan, 1997: 1667), sebab literature (sastra) merujuk pada kata literae, yang bermakna “letters”.
Yang dinamakan sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang di sebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Dengan begitu, apa yang dinamakan kesusastraan , yang dulu barati as “anything written” (Sylvan Barnat, 1963: 1).

B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut:
  1. Fungsi Sastra lisan
  2. Pemindahan Sastra lisan

C.  Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dari makalah ini adalah:
  1. Fungsi Sastra lisan
  2. Pemindahan Sastra lisan

D.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa Fungsi Sastra lisan
  1. Apa Yang Dimaksud Pemindahan Sastra Lisan

E. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dan Manfaat penulisan makalah ini adalah:
  1. Mendeskripsikan Fungsi Sastra lisan
  2. Mendeskripsikan Pemindahan Sastra Lisan

F. Sistematika Penulisan
      Sistematika penulisan dalam penyusunan makalah ini, ialah sebagai berikut:





BAB II
PEMBAHASAN
A.  Fungsi Sastra Lisan
Dalam bab II, bagian 2.2, sedikit banyak relah disinggung perihal fungsi beberapa genre sastra lisan dalam masyarakat. Sebenarnya fungsi saatra lisan di masyarakat itu dapat di lihat sebagai berikut.
Pertama, berfungsi sebagai system proyeksi. Hal ini dapat dilihat pada certa bawang putih dan bawang merah. Cerita ini merupakan proyeksi idam-idaman dibawah sadar dari kebanyakan gadis miskin (yang cantik tentunya) unutuk menjadi istri orang kaya atau bangsawan (pangeran), orang tersohor, walupun hal ini hanya terjadi dalam angan-angan belaka. Contoh lainya adalah cerita sangkuriang. Cerita ini sebenarnya merupakan angan-angan terpendam dari seorang anak laki-laki untuk berseggama dengan ibu kandungnya (Oedipus complex).
Kedua, berfunsi untuk mengesahkan kebudayaan, misalnya cerita Asal usul kata “babah” . Certa ini sebenarnya mengandung maksud untuk mengesahkan ketidakbenaran perkawinan antar pribumi (laki-laki) dan non pribumi (cina, perempuan). Certa lain adalah cerita cecak yang menghianati Nabi Muhammad. Certa ini mengandung maksut untuk mengesahkan pembunuhan cicak.
Ketiga, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Hal ini dapat dapat dilihat pada pribahasa seperti: pagar makan tanaman, tua-tua keladi makain tua makin jadi; dan lain-lain.
Keempat, sebagai alat pendidikan anak. Dalam hubungan ini, cerita-cerita binatang (kancil) adalah sebuah contoh yang tepat. Certa-cerita ini banyak digunakan oleh orang tua (pada jaman generasi penulis masih anak-anak) untuk mendidik anak-anak. Hal yang demikian ini juga banyak terdapat dalam puisi rakyat.
Dalam sasra lisan jawa ada sebuah tembang (nyanyia) yang berhubungan nama-nama jari tangan kita. Sebagai kita ketahui, nama-nama jari tangan kita terdiri dari: (1) Jari kelingking(jentik atau enthik), (2) jari manis (jentik manis), (3) jari tengah (penuggul), (4) jari telunjuk (penuding), dan (5) ibi jari (jempol).
Kelima, jri tangan kita menurut orang jawa stu sama lain mempunyai ikatan persaudaraan dan jari tangan kita itu digunakan untuk pendidikan untuk anak-anak kita. Dalam ini, anak-anak di ajari untuk menghormati orang tua. Baik orang tua sendiri maupun orang-orang yang di anggap tua. Pokoknya, orang tua harus di hormati. Hal ini tercermin dalam tembang anak-anak yang bunyinya sebagai berikut:
1)      Enthik, entik, si patunggul patenana
2)      Aja, dhi, aja, dhi, wong tuo malati
3)      Bener, bener.
Kalimat petama di ucapkan oleh si penuding, kalimat kedua diucapkan oleh si jhentik manis, dan kalimat ketiga, di ucapkan oleh si jempol. Adapun jempol. Adapun arti ketiga kalimat ini sebagai berikut: “Enthik, enthik, bunuhlah si panunggul, jangan, jangan dik. Orang tua itu jangan di ganggu gugat, kau bisa kena tulah. Benar-benar”
Jadi menurut cerita si panuding meminta si jenthik membunuh si panunggul, tetapi si jenthik manis melarangnya. Hal yang disetujui oleh si jempol. Apakah dosa si panunggul maka ia harus di singkirkan? Dalam tembang di atas hal itu tidak disebut-sebut. Hal yang disebut-sebut adalah wong tuo melati (orang tua itu bisa mendatangkan “kena tulah” apabila dibunuh).
Kalimat ketiga yang berbunyi:”Benar. Benar” yang di ucapkan oleh si jempol dalam tembang anak-anak itu sebenarnya kurang lengkap. Kalimat ini msih ada sambunganya. Bunyi kalimatnya sebagai berikut: tai laler enak seger, artinya, kotoran lalat itu nikmat.
Jadi, keseluruhan kalimat berbunyi: Benar-Benar. Tai laler enak seger.” Apakah fungsi tambahan kalimat ini? Kata orang hal itu untuk melengkapkan tentang enthik-enthik agar tambang tersebut di nyanyikan terasa enak di dengar orang: dan menimbulkan senyum karena di dalam hal ini rasa humor. Akan tetapi, sebenarnya hal ini dapatlah di pandang sebagai kamuflase belaka, yaitu untuk menutupi maksud (amanat) tembang.
Sebagaimana sastra lisan dimanapun dan kapanpun juga, sastra lisan itu selalu mengenal apa yang dinamakan versi. Tembang enthik-enthik juga mempunyai berbagai versi. Salah satu versi tembang ini digubah orang dalam metrum puisi macapat pacung metrum ini mempunyai aturan sebagai berikut: (1) Terdiri dari empat baris; (2) masing-masing baris terdiri dari12 suku kata (baris pertama bersuara akhir: u), 6 suku kata baris kedua., bersuara akhir: a), 8 suku kata (baris ketiga, bersuara akhir: i), dan 12 suku kata (baris keempat ,bersuara akhir: a) adapun wujudnya sebagai berikut:
            Pocung
            Enthik-enthik patena si panunggul,
            Gek dosane apa,
            Dosane ngungkul-ngungkuli,
            Lah aja dhi ya ala sedulur tuwa
Artinya,”Enthik-enthik, bunuhlah si panunggul. Apakah dosanya dia? Dia banyak berdosa. O, jangan, Dik, dia itu walaupun banyak dosanya saudara tua kita juga.
Dari versi tembang macapat di atas dapat kita ketahui bahwa si panunggul itu banyak berdosa, sehingga dia diusulkan untuk disingkirkan  (dibunuh). Jadi versi tembang macapat ini ;ebih lengkap daripada versi tembang anak-anak. Akan tetapi, kelengkapan itu tidaklah berarti bahwa dia merupakan versi yang paling asli dan paling tua. Ada kemungkinan versi yang lengkap ini malahan malahan merupakan versi yang paling baru. Demikian jugalah dengan versi tembang macapat Enthik-enthik . Vesi ini merupakan versi baru. Dia muncul bukan hanya di lingkungan anak-anak, tetapi juga dilingkungan orang dewasa, terutama dilingkungan orang-orang yang menjalankan olah batin.
Baik versi tembang anak-anak maupun versi tembang macapat sebenarnya mempunyai maksut/tujuan yang sama. Maksu itu adalah: mendidik anak-anak untuk tidak berani pada orang tua.
Di masyarakat melayu, nasihat pada anak-anak itu dapat pula berbentuk pantun sebagai berikut:
            Anak ayam turun sepuluh,
            Mati stu tinggal sembilan,
            Tuntut ilm bersungguh-sungguh,
Suatu jangan sampai ketinggalan.

Anak ayam turun sembilan,
Mati satu tinggal sembilan,
Suatu jangan sampai ketinggalan,
Itulah boleh jadi harapan.

Anak ayam turun delapan,
Mati stu tinggallah tujuh,
Itulah boleh jadi harapan,
Ibarat jalan jadi penuju.

Fungsi kelima sastra lisan adalah untuk memberikan suatu jalan yang di benarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior dari pada orang lain. Hal ini tampak dalam karya sastra lisan yang berupa teka-teki. Secara terperinci hal inipun telah diuraikan dimuka , yaitu pada penjelasan perihal tek-teki. Utuk lebih jelasnya dibawah ini dikutipkan lagi contoh puisi teka-teki.
            Teka-teki : kudapat kakinya
                              Kudapat kakinya
                              Kanam kakinya

            Jawabanya : Kura empat kakinya
                                Kuda empat kakinya
                                Kutu empat kakinya
Dalam puisi teka-teki di atas unsure bunyi menimbulkan gagasan dalam jawabanya.
Keenam, untuk memberi jalan kepada seseorang agar dia dapat mencela orang lain. Hal ini tampak dalam peribahasa-peribahasa yang berisi sindiran dan celaan. Hal ini juga tampak dalam pantun-pantun misalnya, pantunberiku:
            Sudah pun medak si ikan yu
            Dibawa Lalu hendak di timbang
            Masakan tidak bunga tak layu
            Kau selalu diseri kumbang

Ketujuh, Sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat dan akhirnya, fungsi kedelapan sastra lisan di masyarakat . Dan akhirnya fungsi kedelapan sastra lisan adalah untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari hari. Dengan perkataan lain, untuk hiburan semata.
Begitulah beberapa fungsi sastra lisan di masyarakat. Masing-masing fungsi satu sama lain kadang-kadang berkaitan sehingga satu bahan yang di tentukan oleh seorang peneliti, bahan tersebut terkadang-kadang mempunyai berbagai fungsi.

B.       Pemindahan Sastra Lisan
Pemindahan sastra lisan itu dapat di bandingkan dengan pemindahan kata-kata budaya  (culture words). Pemindahan sastra lisan itu dari mulut kemulut, sedangkan pemindahan uang (benda budaya) itu dari tangan ke tangan.
Adapun mengenai perpindahan kata-kata budaya itu dapat di tempuh dengan dua cara, yaitu:
1.)    Dri satu bahasa ke bahasa lisan
x                         y
Adapun pemindahan kata-kata budaya itu dapat di tempuh dengan dua cara, yaitu:
2.)    Dari satu bahasa ke bahasa lain
x                     y
3.)    Dari bahasa itu sendiri, yaitu dari dialek yang satu ke dialek yang lain.
Oleh karena sastra lisan itu di tuturkan dengan bahasa, maka maka cara pemindahanya (cara migrasinya) tak jauh berda dengan situasi diatas. Cerita dari bahasa yang satu berpindah ke bahasa yang lain. Disamping itu juga terjadi bahwa cerita yang dituturkan dalam dialek yang lain dari bahsa tertentu tadi.
            Dalam hubungannya dengan penelitian satra lisan, bila penelitian itu diarahkan pada masalah migrasi, maka daftar wawancara perlu diarahkan kesini. Dalam data informan harus ada butir tentang asal usul informan. Dengan begitu kita akan tahu asal-usul sebuah cerita yang sedang di teliti.
            Menurut Benfrey apa yang dinamakan migrasi itu dapat terjadi karena ‘literari’ (sastra lisan). Kta sarjana lain, yaitu kaarle krohn, bila demikian halnya, dalam hubungan dengan ‘geographik cllassification of variant’, maka sifat pemindahan lisan yang sejati (tulen) itu tidak ada.
            Migrasi itu dapat terjadi karena perpindahan a whole community (misalnya transmigrasi) atau a single person (misalnya: perkawinan, pemindahan pelacur dari satu kompleks ke kompleks yang lain tau dari satu kota ke kota yang lain). Dalam hubungan dengan perpindahan itu maka peranan orang-orang dibawah inisangatlah memegang peran penting. Oleh karena itu, mereka perlu di pertimbangkan dalam penelitian satra lisan. Mereka itu antara lain adalah:
1)      Pemburu(hunters)
2)      Nelayan(fisherman)
3)      Pekerja tangan, tukang(craftsman)
4)      Pedagang(merchants)
5)      Pelaut(sailors)
6)      Prajurit(soldiers)
7)      Peziarah(pilgrims)
8)      Pelacur, dan
9)      Pengembara-pengembara yang lain.
Pemindahan selanjutnya, yang besifat penyebaran, bias bersifat horizontal, penyebaran itu bias dari tetangga ke tetangga, dari kampung ke kampung, dari kota ke kota (di abat modern, kereta api, bus, mobil, dan pesawat yang sangat berperan penting). Bersifat vertikal, penyebaran itu bias dari bapak ke anak, dari kakek ke cucu, dari guru ke murid (cantrik), dan lain-lain.
Jarak perjalanan (panjang pendek) yang di tempuh oleh sebuah sastra lisan berimigrais, hal ini akn menimbulkan transformasi. Selanjutunya akan timbul bahwa tiap cerita mempunyai varian yang banyak sekali di suatu daerah.
Bila dikaitkan dengan filologi sastra lisan, maka seorang peneliti di suatu daerah harus mencoba mencari satu varian yang mewakili varian-varian lainya (strukturnya garap di perhatikan).
Varian tunggal (wakil) ini lalu di bandimgkan dengan varian-varian lainya dari daerah lain untuk menentukan apa yang di namakan archetype (model)pertama: bentuk asli). Bila hal ini di buat skema maka itu akan berupa sebuah konsep sebagai berikut:

Achetype

                           

           Vwa                                                                                Vwb
A         A                                                                    B        B                                                                                               



Keterangan :    A dan B                     = daerah adanya banyak varian
                        Vw                              = varian wakil
                        Val, Va2, Va3             = varian yang ada di derah A
                        Vb1, Vb2, Vb3           = varian yang ada di daerah B









BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
       Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun sebelum masehi, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya.
         Dalam fungsi dan teori migrasi mempunyai cangkupan didalamnya ada fungsi sastra lisan dan pemindahan sastra lisan kalau kita kaji mempunyai banyak ilmu pengetahuan seluk beluk dan lain sebagainya.
         Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori dan fungsi migrasi mempunyai nilai dan makna didalamnya sehingga penulis ingin menyampaikan sesuatu di hasil karya tulisannya dengan maksud agar pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penulis.

B.       Saran
       Kami menyadari bawasannya penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt. hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
        Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan bagi semua mahasiswa STKIP MPL.






DAFTAR PUSTAKA


Diana Ani.2010.Folklor(Diktat).Pringsewu.

Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda