BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pengumpulan dan penelitian sastra lisan sudah
dilakukan dimasa yang lalu, terutama oleh peneliti bangsa Belanda, akan
tetapi belum menyuluruh, di zaman kemerdekaan sastralisan tidak banyak menarik
perhatian,walaupun usaha mengumpulkan.
1.2 Rumusan
Masalah
Materi yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah “ Penelitian Sastra Lisan Dalam Enam Sastra Nusantara.
1.3 Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini
terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
folklor. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah untuk
mengetahui Penelitian Sastra Lisan Dalam Enam Sastra Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penelitian Sastra Lisan Dalam Enam Sastra Indonesia
Pengumpulan dan penelitian sastra lisan sudah
dilakukan dimasa lalu, terutama oleh peneliti bangsa Belanda, akan tetapi belum menyeluruh.Dizaman
kemerdekaan sastra lisan tidak hanya menarik perhatian, walaupun usaha
mengumpulkan dan meninjaunya ada juga dilakukan oleh perseorangan-perseorangan
yang menaruh minat, oleh proyek swasta, dan oleh mahasiswa yang membut
skiripsi. Mulai pada tahun 1975/1976 proyek
penelitian bahasa dan sastra pada pusat bahasa memasukkan penelitian sastra
lisan itu kedalam program kegiatannya.
Dalam tahun 1975/1976 itu telah dilakukan
inventarisasi dan penelitian terhadap sastra-sastra lisan dalam enam bahasa
nusantara, yaitu sastra lisan Sunda, Jawa, Madura, Bali, Makassar, Minangkabau,
hasil penelitian terhadap sastra- sastra lisan tersebut telah dilaporkan dalam
sanggar kerja penelitian bahasa, sastra daerah dan istilah di cempaka putih
Jakarta, tanggal 31 maret sampai dengan 3 April 1976, yang diselenggarakan oleh
proyek penelitian pada pusat bahasa.Untuk sekedar mendapat gambaran, di bawah
ini di kemukakan beberapa hal tentang laporan penelitian itu.
a. Sastra Lisan Sunda
Sastra lisan
sunda yang diteliti dibatasi kepada ceritora, terutama dari daerah kabupaten
Bandung, Tujuan penelitian adalah untuk mengumpulkan ceritora, menyalinnya
kedalam bentuk tertulis, menterjemahkannya kedalam bahasa Indonnesia mengumpulkan keterangan berkenaan dengan
lingkungan penceritaan dan mengetahui bagaimana sturukturnya, dalam penelitian
ini dicoba dilakukan analisis terhadap sturuktur ceritera untuk memperoleh
gambaran tentang sturuktur alur, amanat, ceritera, serta torem dan fungsinya.
Dicantumkan pula 35 buah ceritora dalam bahasa sunda, terjemahnya dalam bahasa
Indonesia, serta keterangan tentang lingkungan ceritora itu.
b. Sastra Lisan Jawa di Jatim
Penelitian dilakukan terhadap ceritera, umumnya dari
(golongan legenda dan babad).Tujuan penelitian adalah untuk menghimpun sastra
lisan itu dan memberi anotasi.Ceritera dikumpulkan dari berbagai daerah seperti Bojonegoro dan
sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, madiun dan sekitarnya, banyuwangidan
sekitarnya, dan sekitar Gunung Bromo. Telah
dikumpulkan dan kemudian diterjemahkan sejumlah 57 ceritera, dan 52 ceritera
yang diikhtisarkan.
c. Sastra Lisan Madura
Penelitian dilakukan terhadap baik ceritera maupun
puisi dari empat kabupaten di Madura. Menurut penelitian ini ceritera prosa
Madura banyak yang mengandung kemiripan dengan ceritera Jawa. Isinya banyak yang menceritakan kehidupan ki yai
dan santri, sering pula mengandung sindiran kepada mereka disamping ceritera
sekitar laut dan ikan. Puisi yang terhimpunkan misalnya dari jenis peperangan
dan tombang.
d. Sastra Lisan Bali
Penelitian sastra lisan bali dilakukan terhadap
ceritera dan versi-versinya. Dihimpunkan delapan buah ceritera masing- masing
dengan tiga buah versinya, dari daerah bulelang dan klungkung. Diteliti pula
latar belakang masyarakat dan budayanya, dan sturuktur ceritera dari beberapa
seginya. Dalam laporan penelitian dicantumkan salinan ceritera sebanyak 24 buah
versi, terjemahan dari delapan versi yang dianggap terbaik, disertai anotasi
tentang versi-versi itu.
e. Sastra Lisan Makassar
Penelitian telah dapat menghimpun bentuk puisi seperti
kolong, prosa berirama seperti royong, dan prosa seperti rupamanna, yang berasal dari daerah
Sulawesi selatan. Dalam penelitian ini setiap, jenis dari bentuk-bentuk itu
diterangkan bentuk sastranya, isinya, dan pemakaiannya di masyarakat.
f. Sastra Lisan Minangkabau
Penelitian dilakukan terhadap sastra lisan yang
disebut kaba. Telah dihimpun tujuh buah kaba yang kemudian disalin kedalam
bentuk tertulis, dan diikhtisarkan dalam bahasa Indonesia. Kaba-kaba itu
berasal dari kabupaten Pasaman, lima puluh Kota, Agama, Tanah
Datar, Solok, Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan. Telah pula dilakukan
analisa tentang temanya, alurnya, isinya, dan sikap masyarakat terhadap kaba
itu.
Para peneliti itu menyadari apa yang telah
dilakukannya itu terbatas baik dalam hal obyek yang diteliti, maupun dalam hal
masalah yang dibahas. Karena itu baik dalam laporan peneliti maupun dalam
diskusi, selalu dikemukakan perlunya dilakukan penelitian lanjutan yang lebih
luas atau lebih mendalam.
Akan tetapi walaupun bagaimana apa yang telah
dikerjakan itu cukup berharga. Pertama, telah terkumpul sejumlah besar hasil
sastra lisan, dengan cara pengumpulan yang sahih, himpunan cerita yang telah
tersaji itu member kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut. Sedangkan untuk
kepentingan lain, misalnya penyusunan
bahan bacaan, tak usah diragukan lagi. Seorang penerbit yang terkemuka langsung
berkata, sadurlah barang sepuluh ceritera dari setiap daerah itu, jika baik sadurannya,
akan saya terbitkan. Kedua, telah diperoleh pengalaman dalam penelitian sastra
lisan, baik pengalaman lapangan, maupun pengalaman analisis.
Regu peneliti dari keenam penelitian itu telah mencoba
menuangkan pengalamannya dalam bentuk petunjuk .petunjuk itu diharapkan tidak terlalu
umum atau terlalu khusus, dan memungkinkan orang lain yang bermaksud meneliti
dalam mempergunakannya. Dalam laporan penelitian itu terdapat berbagai hal yang
berharga untuk diangkat kedalam petunjuk penelitian seperti misalnya tentang
pemilihan obyek penelitian, pemilihan informan, teknik rekaman, teknik
transkripsi, teknik pemilihan versi, teknik anotasi, teknik membuat ikhtisar,
teknik membuat terjemahan dan saduran, dan teknik analisis.
Kegiatan penelitian antara lisan secara terencana
seperti yang sudah mulai, dilakukan itu mudah-muddahan dapat diteruskan,
sehingga kekayaan budaya rakyat Indonesia itu dapat diselamatkan dari
kepunahan, kemudian dipelihara, dan dikembangkan. Dengan adanya harta budaya
itu diharapkan bahwa putra-putri Indonesia akan dapat lebih mengenal dirinya
sendiri, sehingga dapat berkembang dengan seimbang di tengah-tengah dunia ramai
sekarang dimasa yang akan datang.
2.2 Pemilihan Obyek Penelitian
Dalam berbagai penelitian itu dikemukakan dasar dalam
memilih obyek penelitian, seperti keaslian (orisinalitas) seperti dikemukakan
oleh peneliti Bali dalam menghadapi ceritera yang
bermacam-macam, atau oleh peneliti Madura dalam menghadapi ceritera Madura yang
banyak mengandung persamaan dengan ceritera Jawa. Disamping itu dikemukakan bagaimana mengahadapi variasi yang ada.
a. Pemilihan Informan
Berbagai penelitian telah pula mengemukakan bagaimana
memilih informan, misalnya dengan mengutamakan pendukung aktif, usia lanjut,
kedudukan sosial, dll.
b. Teknik Rekaman
Sebelum melakukan rekaman ada hal yang dianjurkan
untuk diketahui, misalnya penulis Bali menganjurkan kepastian tentang judul
karangan, sedangkan peneliti sunda tidak menentukannya terlebih dahulu,
melainkan hanya memancing- mincing saja. Dalam berbagai penelitian dikemukakan
pula pentingnya situasi rekaman oleh peneliti Bali, dan bagaimana pengaruh situasi itu kepada tema, amanat, sturuktur,
alur, bahasa, dll. Seperti dikemukakan peneliti Minang, dan bagaimana usaha untuk mencoba membangun suasana yang mendakati
wajar, seperti dilakukan oleh peneliti Sunda, dan Jawa Timur. Dikemukakan pula tentang bagaimana
memilih hasil rekaman seperti dikemukakan oleh peneliti jawa timur yang pernah
menghadapi kasus” pemalsuan” data.
c. Teknik Transkripsi
Untuk
kesaksamaan transkripsi ada dikemukakan perlu nya membeda- bedakan bagian-
bagian dalam teks itu, misalnya peneliti bali membedakan narasi dan dialog agar
tak terjadi salah tafsir bagi pembaca transkripsi.
d. Teknik Pemilihan Versi
Butir (item) sastra lisan ada yang mempunyai versi.
Apakah semua versi mau diambil atau tidak, jika tidak mana yang harus dipilih.
Bali melakukan pemilihan misalnya dengan dasar panjang pendeknya ceritera, dan
bahasanya.
e. Teknik Anotasi
Berbagai penelitian telah menunjukkan cara membuat anotasi tentang
ceritera, penutur, perekam, dan perekaman.
f. Teknik Membuat Sinopsis
Berbagai
penelitian telah membuat sinopsis ceritera. Untuk itu perlu ada dasarnya berupa
satuan tertentu, pengikhtisaran dengan satuan tertentu misalnya dilakukan dalam
penelitian Sunda.
g. Teknik Membuat Terjemahan dan Saduran
Dasar yang dipergunakan dalam menterjemahkan berlain-lainan,
misalnya kata perkata, kalimat perkalimat, atau wacana perwacana, dan malah ada
yang melakukannya dalam bentuk saduran.
h. Teknik Analisis
Dalam
penelitian itu ada yang telah melakukan analisis tentang berbagai aspek
misalnya analisis lingkungan penceteraan, analisis sturuktur ceritera, analisis
gaya bahasa, dalam menganalisis lingkungan dan penyampaian ceritera misalnya
telah disinggung pula alat- alat yang dipakai mengiringi pembawaan ceritera,
seperti lagu kentrung, rebab, gendang, kecapi, dll. Tautan ceritera dengan
lingkungan sosial budaya dikemukakan misalnya dalam penelitian Makassar.
Dari contoh-contoh yang dikemukakan diatas,
jelaslah banyak hal-hal yang berharga yang dapat diangkat dari hasil penelitian
untuk keperluan penyusunan petunjuk penelitian, mengingat hal itu hendaknya ada
waktu leluasa untuk membaca hasil- hasil penelitian itu dan kemudian
menggunakannya untuk penyusunan petunjuk itu.
2.3 Petujuk Penelitian Sastra Lisan
a. Pendahuluan
Menjelaskan masalah yang diteliti dan
menggambarkan luas cakupan penelitian. Misalnya: sastra lisan dengan segala
bentuknya, terbatas kepada bentuk ceritera, drama, puisi, dsb.
Kemudian tentukan populasi dan sample, tujuan
penelitian (misalnya untuk tujuan pengarsipan saja atau untuk analis), anggapan
dasar dan hipotesis, dan metode penelitian baik dalam pengumpulan data maupun
dalam menganalisis.
b. Studi Teoritis
Hendaknya dibuat studi teoritis tentang
masalah sastra lisan, dengan melakukan studi keperpustakaan, yang hasilnya
dapat dipergunakan untuk titik tolak penelitian yang dilakukan.
Ø
Masalah yang diteliti
Ø Tujuan
penelitian
Ø Metode yang dipergunakan
Ø
Hasil penelitian
c. Analisis
· Data yang sudah
terkumpul dipilih dan disusun.
· Data
dikelompokan atas
Keterangan
tentang lingkungan penceritaan danbentuk sastra yang diteliti.
· Analisis
dilakukan dengan metode yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan penelitian
· Analisis
tentang lingkungan penceriteraan dilakukan berkenaan dengan:
a. Penutur ceritera
b. kesempatan berceritera
c. tujuan berceritera
d. hubungan ceritera dengan lingkungannya
· Analisis
tentang ceritera (hasil sastra lisan) dilakukan berkenaan dengan:
a. Struktur
ceritera
b. Pelaku
ceritera
c. Amanat
ceritera
d. Gaya
bahasanya
· Penggolongan
ceritera dibuat berdasarkan hasil analisis, menurut:
a. Struktur
alur cerita
b. Pelaku
cerita dan peranannya
d. Teks Ceritera, Terjemahan, dan Keterangan
Teks
ceritera yang berasal dari salinan reekaman dicantumkan dalam bentuk bahasa
aslinya, disertai terjemahan dalam bahasa Indonesia, dan keterangan tentang
ceritera, penutur dan penceriteranya.
2.4 Lembar Pencatatan
I. 1. Judul sastra lisan :
2. Genre :
3. Daerah asal :
4. Suku pemilik :
II. Penceritera
1. Nama :
2. TTL :
3. Pekerjaan :
4. Suku :
5. Bahasa yang dikuasai:
6. Tempat perekaman :
III. Keterangan tentang lingkungan penceriteraan
1. Dari siapa pencerita menerima sastra lisan itu?
Dari: Di: Tahun:
2. Pada kesempatan apa sastra lisan itu
diceritakan? Apakah sekarang masih biasa diceritakan?
3. Untuk maksud apa sastra lisan itu diceritakan?
4. Oleh siapa sastra lisan itu diceritakan?
5. Kepada siapa sastra lisan itu diceritakan?
6. Bagaimana suasana penceritaan?
IV. 1. Bagaimana pendapat dan penilaian si pencerita terhadap sastra lisan
itu?
Mengapaia berpendapat
demikian?
2. Bagaimana pendapat dan penilaian pengumpul?
Mengapa ia berpendapat
demikian?
V. Pengumpul
1. Nama :
Lahir di : Tahun:
2.Alamat :
2.5 Kerja Lapangan Dalam Pengumpulan Sastra Lisan
Kita
mencari dan memilih informasi yang akan kita minta untuk berceritera. Dari
siapa kita mengetahui adanya informan untuk itu? Berbgai keterangan kita
pergunakan, mungkin kita dapat dari instansi-instansi, mungkin melalui sesepuh
di suatu tempat. Biasanya kalau kita sudah menemukan seorang informan, dari
informan ini akan diperoleh juga keteerangan tentang siapa yang dimintauntuk
menceritakan tentang suatu ceritera. Jika mungkin kita dapat mendahulukan
menggunakan informan pendukung aktif (seperti tukang ceritera), dan yang
berusia lanjut. Tetapi jika tak ada tukang ceritera dapat juga kita pergunakan
penduduk ditempat itu yang oleh masyarakat disana dianggap mengetahui
ceritera-ceritera atau adat istiadat di sana.
Kita juga
hendakya mempelajari lingkungan kehidupan tempat kita mengumpulkan ceritera, baik
lingkungan sosial budayanya, maupun lingkungan alamnya. Ceritera-ceritera dan
unsur sastra lisan lainnya banyak sekali yang erat sangkut pautnya dengan
lingkungan itu. Dan kita akan lebih memahaminya dalam tautan lingkungan itu.
Oleh karena itu kita seharusnya bergaul dengan masyarakat itu. Melalui
pergaulan itu kita dapat menbiasakan diri, dan jika pergaulan itu baik mungkin
kita tidak dianggap orang luar. Untuk mengurangi mata keasingan dari penduduk,
saya biasanya disertai oleh salah seorang penduduk disana, dan saya berperan
sebagai orang yang hanya ikut saja mendengarkan ceritera.
Kalau kita
sudah mendapat orang yang akan berceritera, maka kita minta kapan kita dapat
mendengarkan ceritera itu. Harus dibangun suasana baik untuk berceritera.
Sebelum melakukan perekaman peneliti sastra lisan Bali untuk menentukan judul
ceritera yang akan direkam, sedang peneliti sastra Sunda tidak menentukannya
terlebih dahulu, melainkan hanya memancing-mancing saja.
Setelah
selesai suatu rekaman kita tanyakan keterangan tentang penutur ceritera, dan
tentang lingkungan penceriteraan. Dalam lembaran catatan kita tuliskan judul
ceritera yang telah direkam, daerah asal, suku pemilik, nama penutur ceritera,
umur dan tempat lahir, pekerjaan, suku, bahasa yang dikuasai, tempat perekaman,
dan tanggal perekaman.
Tentang
lingkungan penceriteraan kita catat: dari siapa penutur menerima sastra lisan
itu, tahun berapa pada kesempatan apa sastra lisan itu diceriterakan, apakah
sekarang masih sering diceriterakan; untuk maksud apa sastra lisan itu
diceriterakan; bagaimana suasana penceriteraan. Kita catat pula bagaimana
pendapat dan penilaian si penutur terhadap sastra lisan yang diceriterakannya,
mengapa ia berpendapat demikian. Kita tanyakan pula keterangan lain yang
diperlukan misalnya arti kata-kata, wujud benda atau tumbuhan yang ada
teersebut dalam ceritera tidak kita ketahui atau mungkin wujudnya berbeda,
peninggalan-peninggalan yang ada sangkut pautnya, tempat yang dianggap sebagai
tempat terjadinya peristiwa yang diceriterakan,dll.
Setelah
kita melakukan suatu rekaman, ditempat kita bekerja kita dengarkan reekaman
itu. Saya sering mendengarkan rekaman bersama si penutur di tempat merekam, dan
biasanya ia sangat senang. Sering ia memberi komentar yang penting bagi kita.
Rekaman itu hendaknya kita transkripsi, dan segera pula kita susun keterangan
tentang lingkungan penceritaan yang segera kita lampirkan kepada transkripsi
ceritera itu. Saya mentranskripsi tanpa membubuhkan tanda baca. Kemudian saya
dengar lagi rekaman itu sambil membubuhkan tanda baca.
Mungkin
ada rekaman yang tidak perlu ditranskripsi karena kita anggap tidak baik.
Tentulah kita harus menentukan mana yang baik dan mana yang tidak. Peneliti
sastra bali menghadapi beberapa versi untuk sebuah ceritera, yang dipilih
inilah yang dianggap asli, demikian pula peneliti sastra lisan Madura yang
menemukan ceritera yang dianggap sebagai pengaruh sastra Jawa. Disamping itu
penelitian sastra Bali memilih juga berdasarkan panjang pendeknya ceritera,
bahasanya.
Ceritera
yang telah ditranskripsi itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dasar yang
dipergunakan pada penelitian yang lalu berlain-lainan, ada yang kata perkata,
kalimat perkalimat, wacana perwacana, dan malah ada yang berbentuk sanduran.
Mungkin
pula dilakukan istilah ceritera. Untuk itu hendaknya ada dasarnya satuan
tertentu. Peneliti sastra lisan sunda mengiktisarkan ceritera berdasarkan
satuan terem dan fungsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penelitian Sastra Lisan Dalam Enam Sastra Indonesia yaitu:
a. Sastra Lisan Sunda
b. Sastra Lisan Jawa di Jatim
c. Sastra Lisan Madura
d. Sastra Lisan Bali
e. Sastra Lisan Makassar
f. Sastra Lisan Minangkabau.
Pemilihan Obyek Penelitian:
a.
Pemilihan Informan
b.TeknikRekaman
c. Teknik Transkripsi
d. Teknik Pemilihan Versi
e. Teknik Anotasi
f. Teknik Membuat Sinopsis
g. Teknik Membuat Terjemahan dan Saduran
h. Teknik Analisis
Petujuk Penelitian Sastra Lisan:
a. Pendahuluan
b. Studi Teoritis
c. Analisis
d. Teks Ceritera, Terjemahan, dan Keterangan
Lembar Pencatatan:
yaitu lembaran yang di gunakan dalam pencatatan hasil penelitian ceritera
sastra lisan.
Kerja Lapangan Dalam Pengumpulan Sastra Lisan:
Yaitu pemaparan hasil cara pemerolehan
ceritera sastra lisan dan sebagainya yang di paparkan di pertemuan-pertemuan
umum seperti ceramah, pidato dll.
3.2 Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan untuk rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi. Dan demi sempurnanya makalah
ini saya selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk
perbaikan penulis saat penulis akan membuat sebuah makalah pada lain waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar