Selasa, 20 Maret 2018

ASAS-ASAS KURIKULUM


KATA PENGANTAR


Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ASAS ASAS KURIKULUM”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Semantik di Kampus STKIP MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin..

Pringsewu,29 Maret 2015













ASAS-ASAS KURIKULUM
Kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup penting dalam seluruh kegiatan pendidikan, juga menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan secara sembarangan ,mengingat pentingnya peran kurikulum didalam pendidikan perkembangan kehidupan manusia secara umum.
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa landasan utama,yaitu asas psikologi anak indonesia sendiri, asas sosiologi atau keadaan bangsa indonesia sendiri, asas perkembangan IPTEKS di dunia, dan asas filsafat bangsa indonesia sendiri, yaitu filsafat pancasila.
A.      Asas filosofis
Falsafah  dalam arti sebenarnya  cinta akan kebenaran yang merupakan rangkaian dari 2 pengertian, yakni philein (cinta) dan sophia (kebajikan ). Dalam batasa moderen, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandagan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semsta dan tempat manusia di dalamnya. Intinya manusia merupakan baagian dari dunia (Barnadib,1994:11).
Pandangan menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia adalah lebih dari sekedar pengetahuan. Barangkali yang dimaksud dengan dikuasai disini adalah pengetahuan itu sendiri, dan juga menemukan adanya kesalinghubungan dan pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akaan ditemukan adanya unsur kebijakan.
Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge) filsafat dapat dirumuska sebagai kajian tentang :
1.       Metafisika, yakni studi tentang hakikat kenyataan atau realita;
2.       Epistemologi, yakni studi tentang hakikat  pengetahuan ;
3.       Aksiologi, yakni studi tentang nilai ;
4.       Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan ;
5.       Estetika, yakni studi tentang hakikat keindahan ;
6.       Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran .
Namun 1 hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan falasafah yang lain, antara lain : falsafah negara, falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik ( Nasution, 1989:14-15 ).
1.       Falsafah Bangsa
Setiap negara di dunia ini, baik negara berkembang maupun negara maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Setiap individu memiliki pandangan tertentu mengenai pendidikan yang kadang tidak sama dengan pandangan umum. Keberadaan kurikulum adalah untuk memelihara keutuhan dan persatuan bangsa dan negara. Agaknya memang tidak mudah menciptakan falsafah pendidikan tang dapat diterima semua pihak. Kondisi masyarakat menyangkut suku, agama, golongan, kepentingan politik tertentu, akan turut mempengaruhinya. Namun, bagi bangsa indonesia, persoalan falsafah pendidikan bukanlah persoalan, mengingat pancasila dan UUD 1945 telah di terima secara resmi menjadi filsafat dan dasar pendidikan nasional. Keberadan falsafah pancasila harus dijadikan kerangka utama (mainsteream) dalam mengontrol pelaksanaan lembaga-lembaga pendidikan pada suatu negara, karenanya keberadaan filsafat tersebut akan mempengaruhi semua kebijakan dan keputusan dalam pengembangan kurikulum.
2.       Falsafah Lembaga Pendidikan
Pancasila merupakan falsafah nasional yang tegas dan telah di terima oleh segenap bangasa indonesia. Dalam konteks pendidikan, pancasila dijadikan pedoman bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai  dengan misi dan tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya. Falsafah suatu pendidikan jarang dinyatakan secara jelas,spesifik dan eksplisit dalam bentuk tulisan. Dalam kaitannya dengan rumusan tersebut, Nasution (1989:21) mengungkapkan bahwa dalam merumuskan falsafah lembaga pendidikan secara tertulis, perlu memiliki komponen-komponen berikut: a). Alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan itu; b). Prinsip-prinsip pokok yaang mendasarinya; c). Nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang di junjung tinggi; dan d). Prinsip-prinsip pendidikan mengenai hakikat anak didik, hakikat proses belajar mengajar dan hakikat pengetahuan. Biasanya dalam falsafah lembaga pendidikan belum dimasukan pengetahuan operasional yang spesifik.
3.       Falsafah Pendidikan
Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian, dan penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah bersangkutan akan sangat tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan dan melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum, pendidik merupakan pemegang peran utama.
Kemudian, pengembangan (develovers) kurikulum perlu menyadari kemungkinan adanya falsafah berbada yang dimiliki para pengajar. Kebaradaan falsafah seorang pendidik memang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Oleh karenanya seorang pendidik mesti propesional. Pendidik propesional secara inplinsik selalu menempatkan dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang di pikul orang tua dan orang tua pun sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki pendidikan yang baik dan profesional.

B.      Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa dimuka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita terentu dan kebutuhan masyarakat karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.
Banyak lagi aspek-aspek lain yang turut memberikan pengaruh mengenai apa yang harus dimasukan kedalam kurikulum, yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat (The need of society), antara lain: a). Interaksi yang kompleks antara kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi, militer, industri, dan kultural dengan masyarakat; b). Berbagai kekuatan dominan sebagaimana diungkapkan diatas dibagian dunia lainnya yang erat hubungannya dengan negara bersangkutuan; dan c). Pribadi pimpinan dan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal diberbagai lapisan masyarakat.
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan memahami tuntutan kecantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah yang berlaku. Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat.

C.      Asas Psikologis
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaftasi untuk penelitian pendidikan (Meggi ing,1978:29). Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran, model-model dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam dan informasinya sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi, tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat kecanggihan.
Teori-teori Belajar
1.       Behaviorisme
Prinsip utama aliran behaviorisme adalah berdasarkan unit belajar. Seorang behavioris melihat anak didik sebagai organisme yang merespon stimulus dari dunia sekitarnya yang dikethui sebagai s-r atau s-o-r. Peranan pendidik adalah menyajikan stimulus tertentu yang membangkitkan respon tertentu yang mrupakan hasil belajar yang diinginkan. Untuk mengatur proses s-r secara sistematis, bahan pelajaran dipecahkan atau dibagi-bagi menjadi butir-butir informasi secara mendetail
2.       Teori gestalt
Teori Gestalt atau fieldtheori menggunakan konsep behaviorisme dan perkembangan koknitip dengan memasukan unsur-unsur o (o=organisme individu ) didalam rumus S-R menjadi S-O-R. Teori gestalt sangat mementingkan anak didik dalam proses belajar mengajar. Dalam belajar, anak didik kadang menemukan insight atau penalaran spontanitas, tiba-tiba sehinggga dalam belajar anak didik tidak hanya memupuk ilmu pengetahuan. Informasi baru yang masuk diproses secara mental dengan informasi yang tersimpan dalam ingatan, sehingga muncul pemahaman atau insight.
Walaupun demikian, keadaan insight tersebut berbeda antara anak didik yang satu dengan yang lainnya, dikarnakan tiap individu memiliki livespace (ruang lingkup ) yang berlainan. Livespace terbentuk oleh totalitas oleh pengalaman seseorang selama hidupnya, dan keberadaan nya akan mempengaruhi cara seseorang dalam mempersepsi dunia sekitarnya dan demikian akan mempengaruhi proses belajarnya.
3.       Teori psikologi dayak
Penganut aliran teori psikologi daya berpandangan bahwa belajar merupakan mendisiplinkan dan menguatkan daya-daya mental. Terutama daya pikir, melalui latihan mental yang ketat dapat contohkan bahwa jika otak telah kembangkan melalui studi matematetika klasik humaniora. Anak didik akan mampu berpikir rasional sehingga memudahkn proses belajar pada bidang studi yang lain . Jadi yang menjadi fokus utama ialah cara mempelajari materi pelajaran yang sulit, seperti matematika dan bahasa klasik. Agar mendisplinkan dan mengembangkan prose-proses mental.   
4.       Teori pengembangan koknitif
Menurut teori,  kemantangan mental tumbuh secara bertahaf pada anak didik sebagai follow up dari intraksi dengan lingkungan.
Piaget mengungkapkan bahwa ada empat tahaf pokok dalam perkembangan koknitif – intelektual, yaitu :
a.       Tahap senso-motoris (0-2)
b.      Tahap pra-operasional (2-6)
c.       Tahap Operasional konkret (6-12)
d.      Tahap Operasional format (12 tahun ke atas)
Semntara itu, John Dewey mengemukakakn tahap-tahap perkembangan moral berdasarkan teori Jean Piaget :
a.       Tahap amoral
b.      Tahap konvensional
c.       Tahap otonom


5.       Teori Kepribadian
Pada tahun 1950 satelit an, Peck dan Haviq hurst mengembangkan tipologi kepribadian yang disebut teori motivasi yang ditinjau dari psikososial. Ada lima tipe watak yang mempengaruhi pola motivasi individu, yaitu :
a.       Tipe A-Moral
Anak sepenuhnya egosentris, memuaskan diri tanpa menghiraukan orang lain
b.      Tipe Expedient
Agak ke egosentris, patuh tanpa sistem moral internal dan dapat memuaskan kebutuhan diri, namun masih diatur oleh kontrol eksternal.
c.       Tipe Expedient
Belum memiliki sistem moral internal tentang yang baik dan buruk, tapi masih kaku dan ketat tanpa pertimabangan atau pengecualian, serta masih mengabaikan perasaan orang lain (tidak rasiaonal).
d.      Tipe Expedient
Sistem moral sudah berkembang dan anak sudah menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain serta sensitive dan rela berkorban untuk orang lain (Nasution, 1989 : 33).


D.      Asas Organisatoris
Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan mengalami kemajuan pesat, sehingga tentu akan memberi beban baru bagi pengembangan kurikulum (curriculum develovers), yang berperan sebagai pembuat keputusan (decision makers) dan memilih terhadap apa yang harus diajarkan kepada siapa dalam hubungan ini, Nasution (1989 : 34) menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan yakni :
a.       Pengetahuan apa yang paling berharga untuk diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang studi
b.      Bagaimana mengorganisasai bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.
Sebagai konklusi dari uraian diatas organisatoris tersebut, ada tigal utama yang perlu diperhatikan yakni :
1.       Tujuan bahan pelajaran
2.       Sasaran bahan pelajaran
3.       Pengorganisasian bahan



Daftar Pustaka
1.       Dakir H. Perencanaan dan pengembangan kurikulum. PT Rineka Cipta : Jakarta. 2010
2.       Ibrahim Nimi, Muhammad anwar. Telaah Kurikulum dan buku teks bahasa Indonesia. Uhamka press : Jakarta Selatan. 2009

Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda