KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT,
yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “ASAS ASAS KURIKULUM”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Semantik di Kampus STKIP
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin..
Pringsewu,29 Maret 2015
ASAS-ASAS KURIKULUM
Kurikulum merupakan suatu
rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup penting dalam seluruh
kegiatan pendidikan, juga menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan secara sembarangan ,mengingat
pentingnya peran kurikulum didalam pendidikan perkembangan kehidupan manusia
secara umum.
Dalam pengembangan kurikulum ada
beberapa landasan utama,yaitu asas psikologi anak indonesia sendiri, asas
sosiologi atau keadaan bangsa indonesia sendiri, asas perkembangan IPTEKS di
dunia, dan asas filsafat bangsa indonesia sendiri, yaitu filsafat pancasila.
A.
Asas filosofis
Falsafah dalam arti sebenarnya cinta akan kebenaran yang merupakan rangkaian
dari 2 pengertian, yakni philein (cinta) dan sophia (kebajikan ). Dalam batasa
moderen, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang
muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar
manusia dapat mengerti dan mempunyai pandagan menyeluruh dan sistematis
mengenai alam semsta dan tempat manusia di dalamnya. Intinya manusia merupakan
baagian dari dunia (Barnadib,1994:11).
Pandangan
menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia adalah
lebih dari sekedar pengetahuan. Barangkali yang dimaksud dengan dikuasai disini
adalah pengetahuan itu sendiri, dan juga menemukan adanya kesalinghubungan dan
pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akaan ditemukan adanya unsur
kebijakan.
Sebagai induk dari semua
pengetahuan (the mother of knowledge) filsafat dapat dirumuska sebagai kajian
tentang :
1.
Metafisika, yakni studi tentang hakikat
kenyataan atau realita;
2.
Epistemologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan ;
3.
Aksiologi, yakni studi tentang nilai ;
4.
Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan ;
5.
Estetika, yakni studi tentang hakikat keindahan
;
6.
Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran .
Namun 1 hal yang perlu diperhatikan
oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang
tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga
perlu mempertimbangkan falasafah yang lain, antara lain : falsafah negara,
falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik ( Nasution,
1989:14-15 ).
1.
Falsafah Bangsa
Setiap negara
di dunia ini, baik negara berkembang maupun negara maju, memiliki falsafah atau
pandangan pokok mengenai pendidikan. Setiap individu memiliki pandangan tertentu
mengenai pendidikan yang kadang tidak sama dengan pandangan umum. Keberadaan
kurikulum adalah untuk memelihara keutuhan dan persatuan bangsa dan negara.
Agaknya memang tidak mudah menciptakan falsafah pendidikan tang dapat diterima
semua pihak. Kondisi masyarakat menyangkut suku, agama, golongan, kepentingan
politik tertentu, akan turut mempengaruhinya. Namun, bagi bangsa indonesia,
persoalan falsafah pendidikan bukanlah persoalan, mengingat pancasila dan UUD
1945 telah di terima secara resmi menjadi filsafat dan dasar pendidikan
nasional. Keberadan falsafah pancasila harus dijadikan kerangka utama
(mainsteream) dalam mengontrol pelaksanaan lembaga-lembaga pendidikan pada
suatu negara, karenanya keberadaan filsafat tersebut akan mempengaruhi semua
kebijakan dan keputusan dalam pengembangan kurikulum.
2.
Falsafah Lembaga Pendidikan
Pancasila
merupakan falsafah nasional yang tegas dan telah di terima oleh segenap bangasa
indonesia. Dalam konteks pendidikan, pancasila dijadikan pedoman bagi lembaga
pendidikan untuk mengembangkan falsafah atau pandangan masing-masing
sesuai dengan misi dan tujuan nasional
serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya. Falsafah suatu pendidikan jarang
dinyatakan secara jelas,spesifik dan eksplisit dalam bentuk tulisan. Dalam kaitannya
dengan rumusan tersebut, Nasution (1989:21) mengungkapkan bahwa dalam
merumuskan falsafah lembaga pendidikan secara tertulis, perlu memiliki
komponen-komponen berikut: a). Alasan rasional mengenai eksistensi lembaga
pendidikan itu; b). Prinsip-prinsip pokok yaang mendasarinya; c). Nilai-nilai
dan prinsip-prinsip yang di junjung tinggi; dan d). Prinsip-prinsip pendidikan
mengenai hakikat anak didik, hakikat proses belajar mengajar dan hakikat
pengetahuan. Biasanya dalam falsafah lembaga pendidikan belum dimasukan
pengetahuan operasional yang spesifik.
3.
Falsafah Pendidikan
Dalam
operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting. Ia selalu terlibat
dan karenanya peran falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian, dan
penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan tercapainya tujuan
pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah bersangkutan akan sangat
tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika pendidik memiliki falsafah yang
berbeda dalam memahami, menafsirkan dan melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi,
dalam konteks operasional kurikulum, pendidik merupakan pemegang peran utama.
Kemudian, pengembangan
(develovers) kurikulum perlu menyadari kemungkinan adanya falsafah berbada yang
dimiliki para pengajar. Kebaradaan falsafah seorang pendidik memang sangat
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Oleh karenanya seorang pendidik
mesti propesional. Pendidik propesional secara inplinsik selalu menempatkan
dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang di
pikul orang tua dan orang tua pun sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki
pendidikan yang baik dan profesional.
B.
Asas Sosiologis
Asas
sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan
pada masyarakat dan bangsa dimuka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya
mencerminkan keinginan, cita-cita terentu dan kebutuhan masyarakat karena itu,
sudah sewajarnya kalau pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat, dan
pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan
sosio-politik-ekonomi yang dominan.
Banyak lagi aspek-aspek lain yang
turut memberikan pengaruh mengenai apa yang harus dimasukan kedalam kurikulum,
yakni yang menjadi kebutuhan masyarakat (The need of society), antara lain: a).
Interaksi yang kompleks antara kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi,
militer, industri, dan kultural dengan masyarakat; b). Berbagai kekuatan
dominan sebagaimana diungkapkan diatas dibagian dunia lainnya yang erat
hubungannya dengan negara bersangkutuan; dan c). Pribadi pimpinan dan
tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan formal dan informal diberbagai lapisan
masyarakat.
Dalam mengambil suatu keputusan
mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia
dimana mereka tinggal merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau
diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat dan memahami tuntutan
kecantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah
yang berlaku. Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap
merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat.
C.
Asas Psikologis
Kontribusi
psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model
konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua,
berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaftasi untuk penelitian pendidikan
(Meggi ing,1978:29). Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran,
model-model dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam dan informasinya
sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi,
tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat
kecanggihan.
Teori-teori Belajar
1.
Behaviorisme
Prinsip utama
aliran behaviorisme adalah berdasarkan unit belajar. Seorang behavioris melihat
anak didik sebagai organisme yang merespon stimulus dari dunia sekitarnya yang
dikethui sebagai s-r atau s-o-r. Peranan pendidik adalah menyajikan stimulus
tertentu yang membangkitkan respon tertentu yang mrupakan hasil belajar yang
diinginkan. Untuk mengatur proses s-r secara sistematis, bahan pelajaran
dipecahkan atau dibagi-bagi menjadi butir-butir informasi secara mendetail
2.
Teori gestalt
Teori Gestalt
atau fieldtheori menggunakan konsep behaviorisme dan perkembangan koknitip
dengan memasukan unsur-unsur o (o=organisme individu ) didalam rumus S-R
menjadi S-O-R. Teori gestalt sangat mementingkan anak didik dalam proses
belajar mengajar. Dalam belajar, anak didik kadang menemukan insight atau
penalaran spontanitas, tiba-tiba sehinggga dalam belajar anak didik tidak hanya
memupuk ilmu pengetahuan. Informasi baru yang masuk diproses secara mental
dengan informasi yang tersimpan dalam ingatan, sehingga muncul pemahaman atau
insight.
Walaupun demikian, keadaan
insight tersebut berbeda antara anak didik yang satu dengan yang lainnya,
dikarnakan tiap individu memiliki livespace (ruang lingkup ) yang berlainan.
Livespace terbentuk oleh totalitas oleh pengalaman seseorang selama hidupnya,
dan keberadaan nya akan mempengaruhi cara seseorang dalam mempersepsi dunia sekitarnya
dan demikian akan mempengaruhi proses belajarnya.
3.
Teori psikologi dayak
Penganut
aliran teori psikologi daya berpandangan bahwa belajar merupakan mendisiplinkan
dan menguatkan daya-daya mental. Terutama daya pikir, melalui latihan mental
yang ketat dapat contohkan bahwa jika otak telah kembangkan melalui studi
matematetika klasik humaniora. Anak didik akan mampu berpikir rasional sehingga
memudahkn proses belajar pada bidang studi yang lain . Jadi yang menjadi fokus
utama ialah cara mempelajari materi pelajaran yang sulit, seperti matematika
dan bahasa klasik. Agar mendisplinkan dan mengembangkan prose-proses
mental.
4.
Teori pengembangan koknitif
Menurut
teori, kemantangan mental tumbuh secara
bertahaf pada anak didik sebagai follow up dari intraksi dengan lingkungan.
Piaget mengungkapkan bahwa ada
empat tahaf pokok dalam perkembangan koknitif – intelektual, yaitu :
a.
Tahap senso-motoris (0-2)
b.
Tahap pra-operasional (2-6)
c.
Tahap Operasional konkret (6-12)
d.
Tahap Operasional format (12 tahun ke atas)
Semntara itu, John Dewey
mengemukakakn tahap-tahap perkembangan moral berdasarkan teori Jean Piaget :
a.
Tahap amoral
b.
Tahap konvensional
c.
Tahap otonom
5.
Teori Kepribadian
Pada tahun
1950 satelit an, Peck dan Haviq hurst mengembangkan tipologi kepribadian yang
disebut teori motivasi yang ditinjau dari psikososial. Ada lima tipe watak yang
mempengaruhi pola motivasi individu, yaitu :
a.
Tipe A-Moral
Anak sepenuhnya
egosentris, memuaskan diri tanpa menghiraukan orang lain
b.
Tipe Expedient
Agak ke egosentris, patuh tanpa sistem
moral internal dan dapat memuaskan kebutuhan diri, namun masih diatur oleh
kontrol eksternal.
c.
Tipe Expedient
Belum memiliki sistem moral internal
tentang yang baik dan buruk, tapi masih kaku dan ketat tanpa pertimabangan atau
pengecualian, serta masih mengabaikan perasaan orang lain (tidak rasiaonal).
d.
Tipe Expedient
Sistem moral sudah berkembang dan anak
sudah menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain serta sensitive dan rela
berkorban untuk orang lain (Nasution, 1989 : 33).
D.
Asas Organisatoris
Keadaan
masyarakat senantiasa berubah dan mengalami kemajuan pesat, sehingga tentu akan
memberi beban baru bagi pengembangan kurikulum (curriculum develovers), yang
berperan sebagai pembuat keputusan (decision makers) dan memilih terhadap apa
yang harus diajarkan kepada siapa dalam hubungan ini, Nasution (1989 : 34)
menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan yakni :
a.
Pengetahuan apa yang paling berharga untuk
diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang studi
b.
Bagaimana mengorganisasai bahan itu agar anak
didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.
Sebagai konklusi dari uraian
diatas organisatoris tersebut, ada tigal utama yang perlu diperhatikan yakni :
1.
Tujuan bahan pelajaran
2.
Sasaran bahan pelajaran
3.
Pengorganisasian bahan
Daftar Pustaka
1.
Dakir H. Perencanaan dan pengembangan kurikulum.
PT Rineka Cipta : Jakarta. 2010
2.
Ibrahim Nimi, Muhammad anwar. Telaah Kurikulum
dan buku teks bahasa Indonesia. Uhamka press : Jakarta Selatan. 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar