Analisis Puisi Gugur Karya W.S. Rendra
GUGUR
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
Karya :W.S. Rendra
A. Unsur Intrinsik puisi Gugur
- Tema
Tema dari puisi Gugur adalah tentang perjuangan
membela kemerdekaann di tanah Ambarawa. Dimana seseorang berjuang melawan
penjajah hingga tumpah darah, hanya untuk memperjuangkan tanah ambarawa. Karena
itu hanya salah satu warisan leluhur yang subur, maka dari itu harus
diperjuangkan dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang.
- Perasaan / Suasana
Dalam puisi Gugur di atas, terasa bahwa sedang
dalam keadaan haru, karena menggambarkan seorang pejuang yang sedang dalam
keadaan sekarat. Ia sangat tangguh, meskipun luka-luka di badannya, ia tak
ingin dibopong menuju kota kesayangannya, Ambarawa, meskipun oleh anaknya
sendiri. Ia terus merangkak menuju kota kesayangannya, namun maut menjeratnya
sebelum ia sampai di kota Ambarawa. Sebelum meninggal ia berkata “yang berasal
dari tanah kembali rebah pada tanah”, maksudnya yaitu kita tidak boleh sombong,
karena pada hakikatnya kita semua sama, sama-sama berasal dari tanah.
- Diksi
Gaya atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi
atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya demakaian kata, frasa, atau
klausa tertentu untuk menghadapi hirarki kebahasaan, pilihan kata secara
individual, frasa, atau klausa dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana
secara keseluruhan.
Dalam pemilihan kata puisi yanga berjudul Gugur, W.S. Rendra sangat cekatan dalam pemilihan katanya, ini dapat dilihat dari stuktur kata yang digunakan terikat satu sama lain sehingga dapat menarik pmabaca untuk membaca dan memahami isi puisi tersebut.
Dalam pemilihan kata puisi yanga berjudul Gugur, W.S. Rendra sangat cekatan dalam pemilihan katanya, ini dapat dilihat dari stuktur kata yang digunakan terikat satu sama lain sehingga dapat menarik pmabaca untuk membaca dan memahami isi puisi tersebut.
- Gaya Bahasa
Macam Gaya Bahasa atau Majas dalam puisi Gugur
- Majas Repetisi → merupakan sebuah penggulangan kata, frasa, dan kalimat yang terdapat dalam sebuah puisi. Adapun penggulangan kata yang berkali-kali dikatakan. Seperti: Ia/ Ia merangkak/di atas bumi yang dicintainya. Kata Ia telah disebutkan berulang kali, yang dimaksud Ia adalah seorang pejuang yaitu perwira yang berusia senja namun Ia tetap berjuang untuk membela bumi tercintnya. Selanjutnya Ia merangkak yang artinya ia tetap berjuang walau tubuhnya tidak mampu lagi untuk menopang. Dan menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana Sang Perwira dalam keadaan sekarat dan ia terus merangkak menuju Ambarawa, walau maut menghadangnya. Dan di atas bumi yang dicintainya yang artinya ia berjuang demi bumi yang dicintainya.
- Majas Sarkasme (sindiran) → menyindir secara langsung dan lebih kasar. Adapun penyindiran langsung yang terdapat pada bait: Nanti sekali waktu/seorang cucuku/akan menacapkan bajak/di bumi tempatku berkubur/kemudian akan ditanamnya benih/dan tumbuh dengan subur. Yang menggambarkan bahwa pada suatu saat bumi akan menjadi subur karena hadirnya anak cucu yang akan menanam tumbuhan dibumi tercintanya.
- Majas Simbolik → Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Adapun majas simbolik dalam bait untuk sebuah penekanan. Seperti: Bumi yang menyusui kita/dengan mata airnya/Bumi kita adalah tempat pautan yang sah/Bumi kita adalah kehormatan/Bumi kita adalah juwa dari jiwa/Ia adalah bumi nenek moyang/Ia adalah bumi waris yang sekarang/Ia adalah bumi waris yang akan datang. Yang artinya bahwa bumi adalah segala-galanya maka bumi harus diperjuangkan dan dijaga demi keberlangsungan anak cucu.
- Majas Fabel → Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Adapun bait yang menyatakan untuk menyamakan binatang. Seperti: Bagai harimau tua/susah payah maut menjeratnya/Matanya bagai saga/menatap musuh pergi dari kotanya. Yang artinya, seperti harimau tua yang banyak rintangan dapat menghadangnya dan mata yang sinis menatap musuh lekas pergi dari kota kesayangannya. Selanjutnya penjelasan tentang imaji dalam puisi Gugur. Pengertian Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Seperti yang terdapat pada puisi Gugur, penggolahan kata dan kalimat seakan memberikan ekspresi kepada pembaca, yang dimana pada puisi ini seorang pembaca dapat ikut serta merasakan apa yan telah digambarkannya.
- Imajinasi
Penyair selalu berusaha memberikan gambaran tentang
apa yang diungkapkannya itu dengan kekuatan imajinasi. Dengan pilihan katanya
W.S Rendra berusaha menggugah kemampuan melihat dan meraba. Adapun imajinya
sebagai berikut:
- Imaji Penglihatan (visual) : /Ia merangkak/ /di atas bumi yang dicintainya/ /Tiada kuasa lagi menegak/ /Telah ia lepaskan dengan gemilang/ /pelor terakhir dari bedilnya/ /Ke dada musuh yang merebut kotanya/ /Ia merangkak/ /di atas bumi yang dicintainya/ /Ia sudah tua/ /luka-luka di badannya/ Dari beberapa bait diatas, dapat membuktikan bahwa imaji penglihatan (visual) sangat menonjol. Karena untuk merasakannya maka dibutuhkan indra penglihatan.
- Imaji Raba atau Sentuh (imaji taktil) : /Ketika anaknya memegang tangannya/ /ia berkata :/ /” Yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah./ /Dan aku pun berasal dari tanah tanah Ambarawa yang kucinta/ /Kita bukanlah anak jadah/ /Kerna kita punya bumi kecintaan./ /Bumi yang menyusui kita dengan mata airnya./ /Bumi kita adalah tempat pautan yang sah./ /Bumi kita adalah kehormatan./ /Bumi kita adalah juwa dari jiwa./ /Ia adalah bumi nenek moyang./ /Ia adalah bumi waris yang sekarang./ /Ia adalah bumi waris yang akan datang.”/ /Hari pun berangkat malam/ /Bumi berpeluh dan terbakar/ /Kerna api menyala di kota Ambarawa/ /Orang tua itu kembali berkata :/ /“Lihatlah, hari telah fajar !/ /Wahai bumi yang indah,/ /kita akan berpelukan buat selama-lamanya !/ /Nanti sekali waktu/ /seorang cucuku akan menacapkan bajak/ /di bumi tempatku berkubur /kemudian akan ditanamnya benih dan tumbuh dengan subur/ /Maka ia pun berkata :/ /-Alangkah gemburnya tanah di sini!”/ Dari beberapa bait diatas, jelaslah bahwa imaji raba atau sentuh (imaji taktil) tersebut digunakan. Karna terbukti dari seorang anak yang memegang tanggannya untuk membantunya kembali menuju kota kesayangannya.
- Konkret
Dilihat dari unsur lain yaitu kata-kata konkret pada
sajak ini menurut penulis kata kongkritnya terdapat pada kata ‘ia’ karena
diulang sebanyak 11 kali. Kata ‘ia’ menggambarkan seorang perwira yang berusia
senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah demi tanah air Indonesia dan
kata kunci pada puisi Gugur terdapat pada kata ‘merangkak’, ‘maut’, ‘menutup
matanya’. Ketiga kata tersebut, menggambarkan kronologi kisah dalam puisi
Gugur, dimana Sang Perwira dalam keadaan sekarat dan ia terus merangkak menuju
Ambarawa, walau maut menghadangnya..Dari pernyataan yang singkat ini mampu
mengkonkretkan atau memberikan gambaran yang jelas tentang suasana dalam puisi
tersebut
- Makna Esensial
Makna Esensial Yang Terkandung Dari Puisi Gugur,
yaitu: Puisi Gugur menggambar tentang seorang pejuang yang keadaannya sangat
memperihatinkan, keadaannya sekarat tak berdaya. Ia sangat tangguh, ia tak
mudah menyerah melawan musuh meskipun banyak luka dibadannya. Ia tak ingin
ditolong untuk menuj kekota kesayangannya, sekalipun itu anaknya sendiri. Ia
terus merangkak menuju kota kesayangannya, namun pada akhirnya maut menjeratnya
sebelum ia tiba di kota Ambarawa. Dan sebelum ia meninggal, ia berkata “yang
berasal dari tanah kembali rebah pada tanah”, yang artinya kita tidak boleh
sombong, karena pada hakekatmya kita akan kembali ke tanah, karena berasal dari
tanah. Dalam puisi Gugur ini sering disebutkan ‘Ia’, beberapa kali penggulangan
‘Ia’ diperjelas. Kata ‘Ia’ disini digambarkan sebagai seorang perwira yang
telah berusia senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah demi tanah air
Indonesia. Dan terdapat kata ‘merangkak’, ‘maut’, ‘menutup matanya’. Ketiga
kata tersebut menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana sang
pejuang meski dalam keadaan sekarat namn ia terus merangkak menuju kota
kesayangannya, Ambarawa. Walau pada akhirnya maut menjemputnya
B. Unsur ekstrinsik puisi
- Tipografi
Pada puisi Gugur, tipografi yang digunakan penulis
cukup unik, tidak terikat oleh bait dan larik. Selain bait dan larik, pada puisi
tersebut terdapat unsur non bahasa lain, tanda baca seperti: tanda seru (!),
titik(.), titik dua(:), petik(“) dan (-). Ini terlihat pada bait berikut:
Maka ia pun berkata :
Maka ia pun berkata :
- Alangkah gemburnya tanah di sini!"
- Tempat penulisan puisi “Gugur” tidak cantumkan.
- Waktu Penulisan puisi yang berjudul Gugur tidak dicantumkan.
- Nilai nilai yang terkandung:
- Nilai
Nilai moral
Nilai moral dapat dilihat dari puisi gugur diatas pada
bait berikut, sebelum meninggal ia berkata “yang berasal dari tanah kembali
rebah pada tanah”, maksudnya yaitu kita tidak boleh sombong, karena pada
hakikatnya kita semua sama, sama-sama berasal dari tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar