Senin, 18 April 2016

puisi segata

PUISI SEGATA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sastra Lampung

Dosen Pengampu: Drs. Muntazir, M.M., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok VII
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia
1. Nanang Arifin         14040072
2. Haerudin                 14040056
3. Sri Wulandari          14040052

ftos.jpg

















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2016








IDENTITAS SUMBER
Nama               : Iskandar Muda
TTL                 : Way Jaha, 19 Oktober 1971
Alamat                        : Way Jaha
Agama             : Islam
Jabatan                        : Kepala Pekon
Gelar               : Khadin Perdana Kesuma Jaya Iskandar Muda
Status              : Kepala Pekon Way Jaha



















 








KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kami sampaikan kepada bapak dosen pengampu Drs. Muntazir M.M., M.Pd. yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini membahas tentang Puisi Segata. Deengan membaca makalah ini, pembaca akan mengetahui sejauh mana pengetahuannya tentang isi makalah ini.
Seperti perumpamaan mengatakan, “tak ada gading yang tak retak” begitu juga dengan makalah saya ini, sekalipun kami sudah berusaha menyusun makalah ini dengan baik kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari Anda sekalian.
Demikianlah, semoga makalag ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Pringsewu, 11 April 2016
Penyusun,


Kelompok VII



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .........................................................................................  i
IDENTITAS SUMBER .....................................................................................  ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................  iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................  iv

BAB I PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................  1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................  2
1.3 Tujuan dan Kegunaan ...........................................................................  2

BAB II LAPORAN HASIL PENELITIAN
2.1 Pengertian Segata .................................................................................  3
2.2 Tujuan  ..................................................................................................  3
2.3 Fungsi dan Kegunaan ...........................................................................  4
2.4 Prosesi Pemakaian .................................................................................  4
2.5 Jenis Segata ...........................................................................................  9

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................  17
3.2 Saran .....................................................................................................  17

LAMPIRAN........................................................................................................ v

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................  vii



















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Lampung sebagai provinsi yang secara geografis terletak di ujung selatan dipulau Sumatra tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga kaya akan sumber daya manusianya. Puluhan sastrawan telah lahir di Sai Bumi Ruwa Jurai, negeri yang dihunni oleh dua jenis penduduk, pribumi dan pendatang. Dalam memajukan sastra indonesia, tidak sedikit sastrawan Lampung yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan sastra, seperti Motinggo Busye, Isbedy Setiawan ZS., Inggit Patria Marga, dan Ari Pahala Hutabara. Tidak sedikit pula karya-karya mereka yang dijadikan perbincangan oleh para kritikus sastra.
Puisi yang sering kita sebut kata-kata indah yang bermakna dan mengandung pesan kerap kali hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang pemahaman tentang puisi secara baik jarang kita temui dalam masyarakat umum dan pada anak sekolah atau pelajar. Mereka sering sekali mengatakan puisi hanya sebatas kata-kata indah, padahal sejatinya puisi ada yang mengandung arti kata-kata kasar, serapan, sindiran dan mengutuk.
Oleh karena itu penulis menyusun makalah ini yang berisi materi penjelasan salah satu jenis puisi lampung yaitu: puisi Segata agar pembaca mengetahui dan memiliki pemahaman tentang puisi segata yang menjadi salah satu sastra lampung yang harus kita ketahui, pahami serta menambah wawasan kita mengenai sastra lampung.  






1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud puisi segata?
1.2.2 Apa tujuan puisi segata?
1.2.3 Apakah kegunaan puisi segata?
1.2.4 Bagaimana proses pelaksanaanya?
1.2.5 Bagaimana contoh puisi segata?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Agar dapat mengetahui tentang puisi segata;
1.3.2 Agar dapat mengetahui tujuannya;
1.3.3 Agar dapat mengetahui kegunaan puisi segata;
1.3.4 Agar dapat mengetahui bagaimana proses pelaksanaanya;
1.3.5 Agar dapat memahami jenis puisi segata;
















BAB I
LAPORAN HASIL PENELITIAN


2.1 Pengertian Segata
Puisi merupakan karya sastra yang terikat oleh aturan-aturan tertentu seperti banyak suku kata setiap baris, banyaknya baris setiap bait, persajakan atau rima.
Segata yaitu sastra lampung yang berbentuk puisi yang tiap baitnya terdiri dari 4 baris, dan bersajak akhir ab-ab. Jenis puisi ini pada umumnya digunakan masyarakat Lampung dialek “A” yang digunakan sesuai dengan isi puisi.
Ditinjau dari isinya sagata ada 5 macam yaitu:
a. Segata Ngebabang ( pantun anak-anak)
b. Segata Buhaga (pantun percintaan)
c. Segata Nangguh (pantun ngebuka atau penutup kegiatan)
d. Segata Lalagaan (pantun berolok-olok atau kocak)
e. Segata Nyindekh (pantun sindiran)
f. Segata Hehiwang (pantun duka cita)

2.2 Tujuan
Untuk mempertahankan adat biasanya dalam acara atau kegiatan:
a. Marhabah
b. Akikah
c. Sunatan
d. Perkawinan
e. Kewafatan
f. Saat-saat setelah Wafat



2.3 Fungsi dan Kegunaan
Segata dalam kehidupan masyarakat Lampung memiliki beberapa fungsi yaitu:
1. Digunakan sebagai ungkapan isi hati kepada seseorang (dari sibujang kepada si gadis atau sebaliknya).
2. Dijadikan alat penghibur pada suasana bersantai atau dijadikan alat penghilang kejenuhan.
3. Dijadikan Pelengkap acara cangget tarian adat (dilingkungan masyarakat Lampung pepadun).
4. Sebagai sarana pendidikan.
5. Untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.
6. Sebagai sarana pembuka dan penutup suatu acara.

2.4 Prosesi Pemakaian
Upacara perkawinan sering dirangkaikan dengan upacara Cakak  Pepadun    (naik tahta kepenyimbangan adat),  Negi Pepadun (mendirikan pepadun), Nyetih Pepadun (keluar dari pepadun), Bebelah Pepadun (membagi pepadun) atau Liwak Pepadun (memisah dari pepadun). Dalam upacara adat ini, tata cara adatnya bertingkat sebagaimana bentuk masyarakat, hak-hak memakai pakaian adat dan perkawinan menurut adat istiadat setempat.
Dalam hal perkawinan masyarakat adat Pepadun, Tahapan Pertama adalah acara serah terima dari tuan rumah yang mempunyai hajat kepada penyimbang atau ketua adat melalui upacaramerwatin (musyawarah adat), yakni menyerahkan peserahan disertai penyerahan sigeh (tempat sirih) berisi galang sili (uang sidang) dan pengutenan. Upacara ini disertai dengan acara pemotongan kerbau untuk menjamu para penyimbang. Setelah itu para penyimbang mempersiapkan serta pengumpulkan para penglaku (petugas pelaksana adat), para ibu-ibu(bubbai), (mirul, majau), bujang-gadis (mulei-menganai), tukang pencak dan lain-lain.
Prosesi Cakak Pepadun
Sebelum acara-acara lainnya ditentukan, terlebih dahulu diadakan acara ngakuk majau (ngibal serbou/bumbang aji). Dalam acara tersebut, rombongan para penyimbang menuju ke tempat mempelai wanita. Upacara itu dilakukan dengan tata tertib yang diatur oleh penglaku atau pematu (pengatur acara). Sesampainya di tempat kediaman mempelai wanita, terlebih dahulu dilepaskan tembakan sebagai pertanda kedatangannya. Dengan adanya pertanda ini, maka para penyimbang dari pihak mempelai wanita mengutus dua orang anggotanya yang berpakaian biasa dengan memakai “Kikat Akkin” (ikat kepala kain Lampung) dan bersenjatakan keris atau punduk yang gagangnya ditonjolkan di luar baju, menuju rombongan para penyimbang dari pihak mempelai pria untuk memastikan apakah benar mereka telah sampai. Acara itu disebut “Bawasan”, yaitu menjenguk atau datang menemui.
Setelah perutusan tersebut berdialog dengan rombongan para penyimbang pihak keluarga pria, utusan itu kembali dan memberitahukan pada para penyimbang dari pihak keluarga wanita kalau mereka sudah sampai ke tempat tujuan. Lalu para penyimbang dari pihak keluarga gadis memerintahkan kepada para penglaku untuk mengatur arak-arakan, karena akan menyambut kedatangan rombongan para penyimbang dari pihak keluarga pria.
Keberangkatan rombongan arak-arakan dari pihak keluarga wanita di atur dari sessat yang dipimpin para penyimbang, dengan ditandai tembakan dan diiringi tetabuhan serta pencak. Sedangkan keberangkatan arak-arakan dari pihak keluarga pria inipun ditandai dengan tembakan yang diiringi dengan tetabuhan serta pencak dan mempelai pria berpakaian adat dengan menaiki rata (kereta dorong) menuju ke tempat mempelai wanita. Setelah kedua rombongan ini saling mendekati, masing-masing juru bicara penyimbang berdialog yang dibatasi oleh appeng(rintangan/tali pengikat sanggar). Setelah terdapat kata sepakat, juru bicara penyimbang dari pihak mempelai pria secara simbolis memotong appeng dengan mempergunakan punduk/keris.
Kemudian kedua rombongan ini bergabung dengan berjalan di kurung kain putih (kandang raring) melewati lawang kuri menuju ke sessat. Sesampainya ke tempat tujuan, rombongan mempelai pria dipisahkan, rombongan para penyimbang di bawa ke dalam sessat, rombongan mulei-menganai diterima penglaku menganai di tempat yang telah disediakan, rombongan ibu-ibu (bubbai) dibawa ke rumah keluarga gadis dengan meniti titian koyo (kain putih yang ditelentangkan) sampai di tangga rumah. Mempelai pria di bawa ke rumah seorang penyimbang yang telah di tunjuk perwatin adat. Barang-barang berupa biaya adat, sereh atau uang jujur, beberapa nampan berisi dodol, kue-kue, sirih pinang gambir dan sebagainya dibawa dan diantarkan ke dalam sessat.
Didalam sessat inilah secara resmi para penyimbang dari mempelai pria menyerahkan seluruh barang bawaan kepada para penyimbang pihak mempelai wanita. Selesai acara penerimaan barang-barang bawaan ini, maka acara di tutup dengan makan bersama  yang di sebut dengan “pangan kibau pemahaw temui” (makan bersama dengan para tamu).
Puncak acara di tempat mempelai wanita adalah acara temu (perkawinan menurut adat Lampung), diatas lunjuk atau patcah aji oleh para tuwalo anow (istri para penyimbang) yang hadir dan di tunjuk oleh para penyimbang dengan dirangkaikan acara musek, yaitu menyuapi kedua mempelai. Kemudian dilanjutkan dengan mengumumkan/ mencanangkan amai-adek atau gelar yang dilakukan penglaku. Setelah pemberian amai-adek/gelar tersebut, diteruskan dengan acara pengadau mulei, yakni penyampaian kata perpisahan pihak mempelai wanita terhadap orangtuanya, keluarga, lebu kelamo, para penyimbang, para penglaku dan handai tolan yang hadir.
Acara yang terakhir yaitu ngebekas, dimana orang tua atau ketua perwatin adat dari pihak mempelai wanita menyerahkan mempelai wanita kepada ketua perwatin adat pihak mempelai pria. Secara simbolis, acara serah terima ini ditandai dengan menyerahkan sebuah tombak atau payan yang di lilit dengan kain putih dan sekaligus menyerahkan barang-barang bawaan/sesan mempelai wanita. Acara penyambutan di tempat mempelai pria dilakukan pula dengan upacara kebesaran adat. Sesampainya di tempat keluarga pria dilakukan pula acara musek, yakni menyuapi kedua mempelai.
Tahap Kedua, di tempat mempelai pria adalah memberi batasan acara perkawinan, apakah perkawinan tersebut cuma  sampai pada acara cakak pepadun (penobatan pengantin sebagai penyimbang). Di dalam musyawarah ini juga ditemukan siapa saja yang akan diundang untuk menghadiri perkawinan adat tersebut.
Undangan/uleman secara adat biasanya menyiapkan perbekalan prosesi berisi dodol, kue dan uang yang di bungkus dengan simpak tangan/kain seribu. Setiap marga di beri satu uleman disampaikan kepada tetua adat. Tetua adat kemudian meneruskan berita itu pada seluruh anggota marga dan menunjuk beberapa orang wakil marga untuk diajak menghadiri uleman yang telah mereka terima bersama.
Tahap Ketiga, upacara turun duwai (turun mandi). Acara ini merupakan acara puncak pada suatu pernikahan sekaligus pemberian gelar bagi kedua mempelai. Acara tersebut dilaksanakan di sebuah panggung kehormatan yang di sebut patcah aji.
Setelah penglaku gawi/protokol memukul canang, lalu mengumumkan bahwa upacara turun duwai dimulai, maka mempelai diiringi tuwalau anau (orang tua mempelai), lebau kelamo (paman mempelai), benulung (kakak mempelai) dan para penyimbang yang hadir. Keluarga mempelai berjalan beriring-iringan dengan memegang pedang yang digantungi kibuk uluw uwo/kendi khas Lampung, bibit kelapa, alat matok/alat tenun, gulungan benang, padi dan buah-buahan yang disiapkan oleh batangan atau orang tua mempelai, berjalan menuju patcah aji.
Mengian (pengantian pria) dan majau (pengantin wanita) duduk berdampingan. Masing-masing berpakaian kebesaran bagai “raja” dan “ratu” didampingi batang tuwalau anau, lebuw kelamo atau para tatua keluarga. Selanjutnya canang dibunyikan kembali, penglaku gawi mengumumkan upacara patcah aji segera di mulai. Upacaranya khas serta mempunyai kesan tersendiri. Jempol kaki/ibu jari kedua mempelai dipertemukan, di pandu salah satu wakil keluarga, lebau kelamo, benulung dan batang pangkal.
Setelah upacara pertemuan kaki jempol kedua mempelai selesai, dilanjutkan dengan acara musek. Dalam acara musek itu, kedua mempelai di suap panganan yang dilakukan batang pangkal. Lebaw kelamo dan benulung, diteruskan tumalau anau. Selanjutnya sisa panganan dibagi-bagikan kepada tumalau anau yang berada di patcah aji setelah upacara turun duwai selesai. Pembagian uang/penyujutan diberikan pada seluruh penyimbang yang berada di patcah aji.
Canang ditabuh, penglaku gawi memberitahukan bahwa upacara inai adek/pemberian gelar segera dimulai. Kemudian lebau kelamo, benulung, batang pangkal dan para penyimbang menuju ke patcah aji untuk memberikan gelar kepada kedua mempelai. Setelah pemberian gelar selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan penyampaian nasehat yang dikumandangkan dengan pantun-pantun ditujukan kepada kedua mempelai. Lalu dilanjutkan dengan upacara pemberian selamat oleh para penyimbang dan penglaku tuho sambil menyerahkan dau/uang penyaliman. Dau penyaliman diberikan pada seluruh penyimbang yang hadir. Dengan demikian berakhirlah upacara turun duwai.
Pada malam harinya dilakukan acara Cangget (tari menari adat; Cangget Mepadun). Keesokan harinya dilaksanakan acara puncak cakak pepadun (naik tahta kepenyimbangan adat), dimana seorang calon penyimbang yang akan dinobatkan menjadi penyimbang dengan gelar tertinggi yaitu gelar Suttan dengan mengendarai jepano (tandu) menuju balai adat (sessat) dengan diiringi para penyimbang, tuwalau anau (tua adat kaum ibu/orang tua mempelai) memakai kanduk liling (kanduh selekap), lebu kelamo (paman mempelai), mengiyan (ipar lelaki), mirul (saudara wanita yang sudah menikah). Sesampainya di balai adat, acara selanjutnya adalah Tari Tigel/Ngigel Mepadun. Sesudah itu calon penyimbang didudukkan diatas pepadun dengan dicanangkan gelarnya didalam adat Pepadun. Maka berakhir pulalah prosesi upacara balak cakak pepadun.
Jalinan kekerabatan penduduk asli Lampung dewasa ini, sudah banyak mereka yang tidak lagi menikah sesuku. Pembauran masyarakat yang beragam telah pula mempengaruhi suatu perkawinan. Sekarang banyak individu suku Lampung, baik pria maupun wanita atau sebaliknya menikah dengan pria maupun wanita diluar suku. Perbedaan suku bukan lagi hal yang perlu dipersoalkan. Dalam pernikahan, selain dilaksanakan dengan prosesi adat Lampung, ada juga yang melaksanakan prosesi adat pihak mempelainya.
s
5. Jenis Segata
a. Segata Ngebabang ( pantun anak-anak)
Jenis puisi yang digunakan untuk menghibur sekaligus berfungsi sebagai sarana pendidikan ketika mengasuh atau mendidik anak-anak oleh orang tua atau seorang kakak kepada adiknya.
Contoh:
Dang miwang niku adik                                    Jangan menangis engakau adik
Mak lagi mit ngupi                                Ibu sedang kekebun kopi
Mulani kawai Cakhik                            Makanya berbaju robek
Si helau mak kebeli                                Yang bagus tidak terbeli

Yu kidah itik lunik                                Itulah itk kecil
Begundai-gundai diwai                         Berenang-renang di air
Dang ngakuk maju lunik                       Jangan mengambil istri kecil
Kantu miyoh di apai                              Nanti kencing ditikar

Api sai nguek-nuek                                Apa yang menguak-nguak
Kebau dalom jelatong                           Kerbau dalam jelatang
Bhkakpai khangok nenek                      Buka dulu pintu nenek
Ajo Umpumu Khatong                          Ini cucumu datang

2. Segata Buhaga (pantun percintaan)
Dialek “O”
Mejeng-mejeng di gaghang                   Duduk-duduk di tempat cuci piring
Ngakuk batang mengkudu                    Ambil pohon mengkudu
Niku dang miwang –miwang                Kamu jangan menangis
Judu gham pasti tenggu                         Jodoh kita pasti menunggu

Ngakuk jas di teladas                            Mengambil jas diteladas
Sembahyang di mesujei                         sembahyang dimesuji
Mu ajak kawin ganas                             Kau ajak main mau
Tapi niku dang budei                             Tapi jangan kamu bohong
Dialek “A”
B1. Api sai ngamban-amban                      Apa yang terapung-apung
Seluang mapah umbak                        Seluang menahan ombak
Angon haga perkenalan                       Maksud ingin berkenalan
Kiniku suka dinyak                             Jika tak keberatan

G1. Niku kenal dinyak mak                       Kamu kenal padaku tidak
Nyak kenal niku makung                    Daku kenal padamu belum
Ampai pingsan kuliyak                        Baru saja ku pandang
Angon radu tilangsung                        Hati sudah kesemsem
B2. Apiki inda-inda                                   Apakah hanya kira-kira
Kibajong anjak niku                            Atau betul dari hatimu
Ki niat sadu saka                                 Kalau niat sudah lama
Kidang nyak litom diku                      Kumalu pada dirimu


G2. Takkona cawa lilik                              Tidak perlu berbelit-belit
Mak guna main-main                           Tak berguna bermain-main
Cawako kik sai betik                           Katakan jika yang baik
Kimawat bacak ikin                            Kalau tidak lebih baik jangan

3. Segata Nangguh (pantun ngebuka atau penutup kegiatan)
Api penggali lawas                                Apa penggali laos
Pakai tembilang besi                              Pakai linggis Besi
Mekhanai ngawas-awas                         Hai bujang hati-hati
Nayah muli ngebudi                              Banyak gadis berdusta

Dengak-denguk dikubang                     Dengak denguk dikubangan
Kemincak tukhun mandi                       Kodok turun mandi
Mati leju nyak lalang                             Alangkah puas saja tertawa
Bebai tuha gegekh sugi                         Nenek-nenek susurnya jatuh

Midokh mit pasakh bakhu                     Jalan–jalan kepasar baru
Makai celana kakhung                           Memakai celana karung
Kundangku telu-telu                             Pacarku ada tiga
Sai kinyut khuwa lijung                         Satu pergi yang dua kabur

Mit wakhung beli minyak                      Kewarung beli minyak
Ngusung duit sekhinggit                       Bawa uang seringgit
Sapa mak haga dinyak                           Siapa yang tak suka aku
Makni haga ku pitit                               Ibunya nanti ku cubit
Ija kham lapah bakhong                                    Mari jalan bersama
Niku mena nyak dukhi                          Kau di depan aku iringi
Apai nihan nyak mejong                        Baru saja aku duduk
Luakh buwak khek kupi                        Keluar kue dan kopi
Kecat jengan di tataan                           Hampar tikar di tataan
Kambing joget dimeja                           Kambing berjoget dimeja
Nyak menyang kebetongan                   Kumakan kekenyangan
Kajikhik dicelana                                   Menceret dicelana

Bangikni pisang ambon                         Anaknya pisang ambon
Tikanik panak khani                              Dimakan panas hari
Mentuha sakik eapon                             Mertua sakit gigi
Nyak sai ngudut rurukni                        Aku menghisap rokoknya

4. Segata Nyindekh (pantun sindiran)
Tembakau buang urat                            Tembakau buang uratnya
Udutan tua ajei                                      Rokoknya tuan aji
Deniyo kak ago kiamat                          Dunia sudah mau kiamat
Nayah bebai wayah mulei                     Banyak ibu berdandan seperti gadis

Ngandesus angin liyu                            Sepoi-sepoi angin berlalu
Tegogokh minih mangga                       Terjatuh juga mangga
Muli tegok pembuyu                             Gadis tegak bagai penjolok
Pak sesen mak haga                               Walau sesenpun kutak mau

5. Segata Nangguh (pantun ngebuka atau penutup kegiatan)
Salam pembuka:
Assalamu’alaikum                                 Assalamu’alaikum
Salam pembuka cawa                            Salam pembuka kata
Jama seunyinni kaum                             Pada semua hadirin
Seunyinni siwat dija                              Semua yang berada disini

Ajo sembah tisusun                               Ini sembah disusun
Tisusun culuk khua                                Disusun tangan dua
Mahap wi ngilu ampun                          Mohon maaf minta ampun
Kantu salah lalika                                  Jika salah Bicara

Salam penutup:
Lamen wat sengep sai patok                 Kalau ada jarum yang patah
Dang sippan dilem petei                        Jangan disimpan dalam hati
Lamon wat cawo sai salah                     Kalau ada kata yang salah
Dan sippan dilem atei                            Jangan simpan dalem hati

6. Segata Hehiwang (pantun duka cita)
Tengis pai puakhi wi                              Dengarkanlah wahai saudaraku
Sakikku lain tangguh                             Deritaku tiada tara
Mak dawah mak dibigi                          Tiada kenal waktu
Cecok mejong nyak bingung                 Semua posisi aku bingung

Khellok mak ngedok dayung                Berlayar patah dayung
Kapan sappai tujuan                              Bila tujuan kan diraih
Cambai mak ngedok junjung                 Sirih tak berjunjung
Hino jadi semiman                                 Begitulah jadi perumpamaan

Senang nyak simak pandai                    Senang aku tak tahu
Ki sakik khaduleju                                 Sedihku telah puas
Hulun bubasuh diwai                            Orang mencuci diair
Nyak basuh ditanemu                            Aku mencuci dari pengalaman

Gantaji tinggal hiwang                          Sekarang ini tinggal kesedihan
Tinggal sakikni lagi                                Tinggal deritanya lagi
Bela sangu dikhang-khang                    Habis semua bekal
Mak bakal tunggu lagi                           Takkan bertemu lagi

Khisok nyak tika hiwang                       Sering menetes air mataku
Kapan kak kubabiti                               Jika kuteringat
Cadang angonku cadang                       Berantakan semua harapanku
Ki nutuk hagani hati                              Jika perasaan hati diperturut

Ya Allah ya tuhanku                             Ya Allah ya Tuhanku
Mak kippak musau pudak                     Tiada rata menyapu muka
Lamun niat mak laju                              Jika keinginan tak berjalan
Sakikni pikkon bapak                            Derita ditinggalkan bapak

Kapan kukaji diri                                   Bila ku telusuri nasipku
Malah nyak tambah bingung                 Diriku bertambah bingung
Ki khejji juga hati                                  Jika begini terus batinku
Tatudo badan nanggung                        Sengsra badan dirundung

Belaluh bela hiwang                              Habis air mata dan tangis
Ngangonku bapak mati                         Merasakan bapak pergi
Luh bela badan khayang                       Habis air mata badan kurus
Ngena ujian sinji                                    Mendapat ujian ini
Niku adek dang miwang                       Engkau adik jangan bersedih
Bapak kham mawat lagi                        Ayah sudah tiada
Tanno kham khadu sumang                   Kini kita sudah beralih
Mak bakal putungga lagi                       Tiada lagi akan berjumpa

Kidang anoda cakha                              Namun memang begitu cara
Mak mingan tisasoli                               Tak baik disesali
Bagian jak kuasa                                    Takdir yang kuasa
Ajal mak mingan tiseggikhi                   Ajal tak mungkin dihindari

Bitian hattak ijapai                                Kajian diri sampai disini
Hiwang mak pandai bela                       Kesedihan tiada habis
Takhu antak ijapai                                 Cukup sampai disini
Segata khadu bela                                 Segata sudah habis

Untuk selanjutnya segata tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Dalam perkembangannya segata ini pun dapat memiliki fungsi yang bermacam-macam, tetapi dapat pula dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.
Miasalnya: para penyair membuat puisi segatayang menyetujui atau mendukung program-program pemerintah, sadar akan kebhinekaan, siap menerima para transmigrasi, melestarikan lingkungan alam sekitar, kesehatan, atau menggambarkan optimisme untuk mencapai cita-cita di masa depan.
Contoh:
Mukhani pamekhintah                                Berkat usaha pemerintah
Terhadap di khakyatni                               Berusaha bagi rakyatnya
Lain ya kidah babah                                   Bukan hanya berjanji
Khimak ya khadu bukti                              Tetapi telah terbukti

Lampung bermacam suku                          Lampung beraneka suku
Damai munyai mukhawan                          Hidup damai dan makmur
Khapat pakat ki padu                                 Musyawarah mufakat dan bersatu
Hanggom saka kumayan                            Itulah semboyan yang luhur

Lapah transmigrasi                                     Datanglah transmigrasi
Pemukiman gham sia                                  Daerah ini milik kita bersama
Dang gunung dighunduli                           Tapi gunung jangan digunduli
Gham lestarikon khimba                            Kita lestarikan hutan rimba

Dibidang kesehatan                                    Dibidang kesehatan
Puskesmas dibutini                                     Puskesmas bukti nyata
Nyin kham buubat disan                            Agar kita berobat disana
Mukhah munih bayakhni                            Murah sekali bayarnya

Gadung butingkat-tingkat                          Gedung mrnjulang tinggi
Khamah sekula ngaji                                  Semua anak sekolah dan mengaji
Toyan sekedau hajat                                   Mereka yang bercita tinggi
Mak kalippini lagi                                       Kini mulai terbukti


















BAB III
KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Segata yaitu sastra lampung yang berbentuk puisi yang tiap baitnya terdiri dari 4 baris, dan bersajak akhir abab.
Untuk mempertahankan adat biasanya dalam acara atau kegiatan: marhabah, akikah, sunatan, perkawinan, kewafatan, saat-saat setelah wafat.
Segata dalam kehidupan masyarakat Lampung memiliki beberapa fungsi yaitu: Digunakan sebagai ungkapan isi hati kepada seseorang (dari sibujang kepada si gadis atau sebaliknya), Dijadikan alat penghibur pada suasana bersantai atau dijadikan alat penghilang kejenuhan, Dijadikan Pelengkap acara cangget tarian adat (dilingkungan masyarakat Lampung pepadun), Sebagai sarana pendidikan, Untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, dan Sebagai sarana pembuka dan penutup suatu acara.
Ditinjau dari isinya sagata ada 5 macam yaitu: Segata Ngebabang ( pantun anak-anak), Segata Buhaga (pantun percintaan), Segata Nangguh (pantun ngebuka atau penutup kegiatan), Segata Lalagaan (pantun berolok-olok atau kocak), Segata Nyindekh (pantun sindiran), Segata Hehiwang (pantun duka cita).

Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Beranda