Selasa, 19 April 2016

Apakah Retorika dapat dipelajari



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Retorika”. Makalah ini disusun untuk memahami tentang “ Apakah Retorika dapat dipelajari, Cara Pembeda bahasa Retorika Lisan dan Retorika Tulisan dan Penggunaan Retorika” dan bagian-bagiannya.
Dan juga kami mengucapkan banyak berterima kasih kepada ibu Dra. Hj. Lisdwiana Kurniati, M.Pd selaku Dosen mata kuliah ‘Retorika” di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Pringsewu Lampung yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penyusunan Makalah ini dan jauh dari sempurna, Penulis berharap makalah yang sederhana ini dapat menjadi tambahan bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang praanggapan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi menambah sempurnanya makalah ini dan kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis.

Pringsewu,     Maret  2016


                                                                                    Kelompok 


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2  Pokok Pembahasan ................................................................................... 2
1.3  Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II MATERI PEMBAHASAN
A.    Apakah Retorika dapat dipelajari ............................................................. 3
B.     Ciri Pembeda Bahasa Retorika Lisan dan Retorika Tulisan...................... 4
C.     Penggunaan Retorika................................................................................ 8
BAB III PEMBAHASAN
2.1 Hal-Hal Pokok Yang Dijadikan Materi Pembahasan ............................... 16
2.2 Jawaban Materi Pembahasan .................................................................... 16
BAB IV PENUTUP
3.1 Simpulan ................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

 BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sebuah pepatah bahasa latin berbunyi: “Poeta nascitur, orator fit.” Artinya, “seorang penyair dilahirkan, tetapi seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti bahwa banyak orang menjadi ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik berbicara dan tekun melakukan latihan berbicara. Mereka pernah berani memulai berbicara di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik berbicara, lalu membuat latihan secara tekun sampai menguasai teknik berbicara dan berpidato.
Seperti telah diungkapkan di depan bahwa salah satu unsur pokok retorika adalah bahasa. Bahasa boleh dikatakan sebagai media utama dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Tuntunan retorika terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana retorik adalah pilihan kata, istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, dan ide. Dalam hubungan dengan komunikasi lisan dan tulisan, pilihan dan penggunaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan kalimat dapat pula ditentukan oleh jalur komunikasi itu, yaitu lisan dan tulisan. Oleh karena itu, jika kita perhatikan secara cermat, maka kita temukan ciri pembeda retorika lisan dan retorika tulisan tersebut.
Kegiatan bertutur tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Bertutur merupakan kebutuhan manusia. Kegiatan dan bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda, obrolan, basa-basi, tegur sapa, khotbah, kampanye, diskusi, seminar, konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan retorika menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat. Hingga kini retorika digunakan dalam bidang atau lingkungan yang amat luas, seperti bidang: politik, perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Berikut ini akan dipaparkan penggu`naan retorika dalam berbagai bidang atau lingkungan tersebut.


1. 2 Pokok Pembahasan
1. 2. 1 Apakah Retorika Dapat Dipelajari?
1. 2. 2 Apakah Ciri Pembeda Bahasa Retorika Lisan dan Tulisan?
1. 2. 3 Bagaimana Penggunaan Retorika?
1. 3 Tujuan Penulisan
1. 3. 1 Untuk Mengetahui Apakah Retorika Dapat Dipelajari
1. 3. 2 Untuk Dapat Membedakan Retorika Lisan dan Retorika Tulisan
1. 3. 3 Untuk Mengetahui Bagaimana Penggunaan Retorika



BAB II
MATERI

A. APAKAH RETORIKA DAPAT DIPELAJARI
Sebuah pepatah bahasa latin berbunyi: “Poeta nascitur, orator fit.” Artinya, “seorang penyair dilahirkan, tetapi seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti bahwa banyak orang menjadi ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik berbicara dan tekun melakukan latihan berbicara. Mereka pernah berani memulai berbicara di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik berbicara, lalu membuat latihan secara tekun sampai menguasai teknik berbicara dan berpidato. Dua contoh dalam sejarah:
1. Demosthenes (384-322)
Demosthenes menceritakan bahwa sejak lahir dia memiliki kekurangan dalam berbicara. Untuk mengatasi kesulitan ini, dia pergi ke pantai laut, menaruh kerikil dalam mulutnya, dan berusaha berbicara dengan ucapan yang jelas dan dengan suara yang sekuat mungkin untuk bisa mengatasi gemuruh hempasan ombak, dan usaha ini berhasil. Demosthenes akhirnya menjadi seorang ahli pidato termasyhur dalam Kerajaan Yunani Kuno.
2. Winston Churchill (1874-1965)
Untuk dapat berpidato di depan Parlemen Inggris, Winston Churchill. Mempersiapkan diri secara intensif. Berhari-hari dia mencoba dan membuat latihan membaca dan berpidato. Beberapa bagian penting dari pidatonya malah dihafalkan. Usaha yang tekun ini akhirnya menjadikan Winston Churchill seorang ahli pidato terkenal dalam abad ini.
Orang-orang yang bersifat introvert dapat mengalami kesulitan untuk mengungkapkan diri lewat bahasa. Demikian juga dalam mempelajari ilmu retorika. Sebaiknya, mempelajari retorika lebih mudah bagi mereka yang bersifat ekstrovert. Tetapi kepada setiap orang dianugerahkan kemampuan yang cukup untuk bisa berkomunikasi. Justru keberhasilan dalam proses komunikasi dan dan menguasai teknik dan seni berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan itu dan berusaha secara optimal untuk melatih diri. Oleh karena itu seni berbicara dapat dikuasai, retorika dapat dipelajari.

B. Ciri Pembeda Bahasa Retorika Lisan dan Retorika Tulisan
Seperti telah diungkapkan di depan bahwa salah satu unsur pokok retorika adalah bahasa. Bahasa boleh dikatakan sebagai media utama dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Tuntunan retorika terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana retorik adalah pilihan kata, istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, dan ide. Dalam hubungan dengan komunikasi lisan dan tulisan, pilihan dan penggunaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan kalimat dapat pula ditentukan oleh jalur komunikasi itu, yaitu lisan dan tulisan. Oleh karena itu, jika kita perhatikan secara cermat, maka kita temukan ciri pembeda retorika lisan dan retorika tulisan tersebut.

5. 1 PENYEBAB RETORIKA LISAN BERBEDA DENGAN RETORIKA TULISAN
Jalur komunikasi dapat mempengaruhi struktur bahasa dari retorika retorika lisan dan retorika tulisan. Implikasinya adalah bahwa orang harus memilih dan menentukan struktur bahasa jika komunikasi lisan atau tulisan. Bahwa struktur bahasa lisan dan tulisan itu berbeda, sudah dikaji sejak dulu. Ada dua jenis perbedaan pokok yang menandai kedua jenis retorika itu. Pertama, jika seseorang berkomunikasi secara tulisan, maka ia berpraanggapan bahwa orang yang diajak berkomunikasi tidak ada dihadapannya. Akibatnya, struktur bahasanya pun lebih lengkap dan lebih jelas, karena uraiannya tidak dapat di sertai dengan gerak-gerik, pandangan, atau anggukan sebagai tanda penegas. Itu sebabnya, kalimat dalam retorika tulisan lebih eksplisit sifatnya. Struktur bahasa dalam retorika tulisan bagi penutur yang cermat sering dikaji, dinilai dan disunting sebelum disajikan dalam bentuknya yang terakhir. Kedua, retorika tulisan tidak dapat menggambarkan dengan sempurna tinggi rendahnya nada atau panjang pendeknya suara yang berperan dalam retorika lisan ---- dan sering memberikan nuansa arti ---- sehingga penulis acapkali perlu merumuskan kembali struktur bahasanya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama ditelitinya. Singkatnya, unsur supra segmental dan kinesik dapat dinyatakan dalam penegasan maksud dalam retorika lisan. Sementara itu, dalam retorika tulisan, unsur itu tidak mungkin bisa ditunjukkan. Oleh karena itu, struktur bahasa dalam retorika tulisan lebih mengutamakan adanya kelengkapan unsur bahasa dan kejelasan urutan daripada struktur bahasa yang dinyatakan dalam retorika lisan.

5.2 CIRI PEMBEDA BAHASA RETORIKA LISAN DAN RETORIKA TULISAN
Ada sejumlah ciri pembeda bahasa antara retorika lisan dengan retorika tulisan. Ciri pembeda itu adalah;
1. Kalimat-kalimat dalam retorika lisan kurang lengkap strukturnya jika dibandingkan dengan retorika tulisan misalnya: 1) retorika lisan, kalimat-kalimatnya tidak lengkap dan frasenya lebih sederhana, 2) retorika lisan berisi lebih sedikit subordinasi, dan 3) dalam konversasi pada retorika lisan, lebih banyak diperoleh kalimat aktif deklaratif dibandingkan dengan kalimat aktif.
2. Di dalam retorika tulisan, penanda hubungan klausa, seperti: yang, sementara, di mana, dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi di dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
3. Dalam retorika tulisan, pengorganisasian retorik dalam wacana, seperti penggunaan kata: mula-mula, lebih penting daripada, pada kesimpulannya, dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
4. Di dalam retorika tulisan, menantangkan frase yang berintikan kata benda sangat umum didapatkan, sedangkan dalam retorika lisan jarang ditemukan. Kalaupun direntangkan, paling banyak ditambah dengan dua kata sifat, dan karena itu tetap berupa frase pendek. Demikian juga tentang predikat, sering dinyatakan secara pendek saja. Dalam bahasa Indonesia, misalnya; “Bapak pergi ke Surabaya” sering hanya diungkapkan dengan “Bapak ke Surabaya” dalam retorika lisan. Kata “pergi” dihilangkan atau ditinggalkan. Selain itu, retorika tulisan cenderung beranak, bercucu, bercicit, sehingga informasinya terkonsentrasinya pada subjek kalimat induk. Contoh kalimat bahasa indonesia, misalnya “Sepatu kuat dan mahal biasanya terbuat dari kulit rusa Afrika yang banyak digunakan oleh kalangan the have dibuat di Itali.”
5. Dalam retorika lisan, terutama dalam percakapan informal, tidak banyak digunakan bentuk pasif, tetapi dalm retorika tulisan, apalagi tulisan ilmiah, banyak digunakan bentuk pasif,.
6. Dalam membicarakan lingkungan yang dekat dengan kegiatan berbicara, kadang-kadang pembicaraan menggunakan pandangan sajadalam menunjukkan acuan, tanpa perlu menyebut nama barang atau bendanya. Hal ini menyebabkan retorika lisan lebih lebih sederhana daripada retorika tulisan.
7. Dalam retorika lisan, pembicara kadang-kadang mengulang-ulangi kali-matnya beberapa kali. Misalnya; “Saya melihat dia datang, saya melihat dia masuk dan saya melihat dia mengambil barang-barangnya.”
8. Dalam retorika lisan, pembicara dapat mengulagi atau memperbaiki ucapannya. Misalnya; “Orang itu (anak yang baru naik gadis) sering keluar malam.” Dalam retorika tulisan tidak ada kesempatan untuk memperbaiki ucapan.
9. Dalam retorika lisan, pembicara dapat mengisi sela-sela percakapannya dengan kata-kata pengisi, seperti: baik, bisa, tentu saja, oh ya, ya sebaiknya, saya kira, dan lain-lain.

5. 3 LAFAL, TATA BAHASA, KOSAKATA, DAN EJAAN SEBAGAI ASPEK PEMBEDA RETORIKA LISAN DAN RETORIKA TULISAN
Lafal merupakan aspek pembeda retorika lisan dari retorika tulisan, sedangkan ejaan merupakan aspek pembeda retorika tulisan dari retorika lisan. Jadi dalam retorika lisan kita banyak berurusan dengan lafal, sedangkan retorika tulisan kita banyak berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan. Ragam tulisan yang unsur dasarnya adalah huruf, melambangkan retorika lisan. Meskipun keliatannya berimpitan, retorika lisan dan retorika tulisan masing-masing memiliki perangkat kaidah yang tidak bisa disamakan. Pada aspek tata bahasa dan kosakata pun kedua jenis retorika itu tidak bisa disamakan. Hal tersebut dapat kita perhatikan dalam contoh-contoh nyata yang diberikan oleh sugono (1986) sebagai berikut.
1. Dalam Aspek Tata Bahasa:
A. Bentuk Kata:
1. Retorika Lisan, contoh:
a) Nia sedang baca surat kabar.
     b) Ari mau nulis surat.
c) Tapi kau tak boleh tolak lamaran itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Nia sedang membaca surat kabar.
b) Ari mau menulis surat.
c) Tetapi engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
B. Struktur Kalimat
1) Retorika Lisan, contoh:
a) Mereka tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalulintas.
c) Saya ingin tanyakan soal itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
c) Ingin saya tanyakan soal itu.
2. Dalam Aspek Kosakata:
a) Retorika Lisan, contoh:
1) Ariani bilang kita harus belajar.
2) Kita harus bikin karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.
b) Retorika Tulisan, menjadi:
1) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita harus membuat karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.

Contoh-contoh diberikan di atas mengindikasikan bahwa dalam retorika lisan penutur tampaknya akan memanfaatkan gerak tangan, air muka /mimik, tinggi rendah suara atau tekanan untuk membantu pemahaman topik tuturnya terhadap lawan bicaranya. Dalam retorika tulisan, hal semacam itu tidak dapat dijangkau. Oleh karena itu, dalam retorika tulisan dituntut adanya unsur tata bahasa yang lengkap, baik bentuk kata, susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, maupun penggunaan ejaanuntuk membantu kejelasan pengungkapan diri di dalam retorika tulisan.

C. PENGGUNAAN RETORIKA
Kegiatan bertutur tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Bertutur merupakan kebutuhan manusia. Kegiatan dan bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda, obrolan, basa-basi, tegur sapa, khotbah, kampanye, diskusi, seminar, konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan retorika menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat. Hingga kini retorika digunakan dalam bidang atau lingkungan yang amat luas, seperti bidang: politik, perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Berikut ini akan dipaparkan penggunaan retorika dalam berbagai bidang atau lingkungan tersebut.
6. 1 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG POLITIK
Bidang politik adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan politik. Sebab, sebagaimana kita ketahui bahwa retorika lahir di tengah-tengah rakyat Sisilia, yakni di kota Sirakusa yang sedang bergolak menentang pemerintah yang sedang berkuasa, yang dianggap oleh rakyatnya sebagai pemerintah tiranis. Rakyat Sisilia menginginkan pemerintahan yang demokratis. Untuk mencapai tujuan itu, rakyat dan para tokoh yang berpihak kepada rakyat sadar bahwa jika dilakukan perlawanan dengan kekerasan, belum tentu akan berhasil. Apalagi pemerintahan militer yang berkuasa saat itu amat tangguh. Untuk menghindari kegagalan, maka ditempuhlah jalan berunding. Melalui perundingan rakyat mencoba meyakinkan penguasa bahwa, pemerintahan yang demikratis yang diinginkan oleh seluruh rakyat adalah system pemerintahan yang lebih baik dari pada pemerintahan yang sedang berlaku saat itu. Untuk itu, maka dipersiapkanlah wakil-wakil rakyat yang memiliki kecakapan retorik, yakni kecakapan berpidato untuk meyakinkan pemerintah. Inti tuntutan rakyat adalah terjadinya perubahan system pemerintahan tanpa pertumpahan darah.
Tokoh retorika yang terkenal pada saat itu adalah Corax. Ia bersama muridnya yang bernama Tissias membangun sekolah retorika untuk mereka yang ditunjuk sebagai wakil rakyat. Di sekolah ini yang terutama diajarkan adalah retorika dalam pengertian kecakapan berpidato untuk meyakinkan pihak lain. Hasil pendidikan Corax dan Tissias menunjukkan hasil yang menggembirakan. Wakil-wakil rakyat yang benar-benar ahli dalam berpidato berhasil meyakinkan penguasa akan pemerintahan demokratis yang dituntutnya. Dengan demikian, tanpa terjadi pertumpahan darah, maka beralihlah pemerintahan tirani ke pemerintahan demokrasi seperti yang menjadi tuntutan rakyat Sisilia. Dengan keberhasilan itu, maka istilah retorika menjadi popular di seluruh Yunani, terutama di kota Athena. Sementara itu, ajaran-ajaran Corax dan Tissias dibukukan dengan judul Techne. Inilah buku retorika pertama yang berisi tentang kecakapan berpidato untuk tujuan politik.
Pemanfaatan retorika sebagai alat politik lebih menonjol lagi di kalangan filsuf yang dikenal dengan nama kaum Sofis. Tokoh-tokoh kaum Sofis seperti Gorgias, Protagoras, Isocrates, dan lain-lain berhasil dengan gemilang membuktikan bahwa retorika adalah sarana yang efektif untuk memenangkan suatu kasus. Tidak perduli apakah kasus itu punya dasar kebenaran atau tidak. Karena itu setiap kasus, bagaimanapun sifatnya, akan menang asal disampaikan secara retoris. Beginilah pengertian retorika dari kaum Sofis yang lebih banyak mengajarkan keahlian bersilat lidah, berdebat kusir, atau berpokrol bambu.
Dalam perkembangan selanjutnya, retorika dipersiapkan secara intensif dan terencana untuk kegiatan-kegiatan politik. Setelah Yunani, Romawi menjadi tempat pengembangan retorika sebagai alat politik. Di Romawi dikenal tokoh-tokoh retorika di bidang politik seperti Cicero, Quintilianus dengan pengikut-pengikutnya ( Quintilians). Kedua tokoh ini menyempurnakan retorika kaum Sofis dengan ajaran-ajaran Aristoteles sehingga retorika dikenal sebagai ilmu pidato.
Setelah itu, bukan berarti retorika tidak dimanfaatkan dalam bidang politik. Sampai sekarang pun retorika dimanfaatkan dalam bidang politik. Propaganda-propaganda politik, kampanye-kampanye menjelang pemilu dalam Negara yang menganut pemerintahan demokrasi adalah bukti pemanfaatan retorika di bidang politik. Politik memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa, ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian. Propaganda itu kadang-kadang berhasil mengubah pendirian rakyat kadang-kadang tidak. Ini bergantung pada tingkat pendidikan dan kecerdasan rakyat yang ingin dipengaruhi.
Dalam rangka melaksanakan misi politiknya masing-masing, kita mengenal tokoh-tokoh yang pintar berpidato yang digunakan oleh presidennya masing-masing. Zaman Nixon di Amerika digunakan tokoh Kissinger, zaman Sukarno digunakan Dr. Ruslan Abdulgani, zaman Suharto digunakan Harmoko.
6. 2 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG EKONOMI
Bidang ekonomi juga menggunakan retorika. Para usahawan terlibat dalam penggunaan retorika dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan reklame. Terlibatnya retorika dalam iklan, advertensi, dan reklame tampak mencolok di Negara-negara yang persaingan barang produksinya sudah tinggi. Bahkan di Negara-negara seperti itu, ada rumah produksi periklanan di mana usahawan dapat memesan iklan atau advertensi sesuai kebutuhannya. Penyusun advertensi dalam menampilkan tuturnya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman-idaman orang, khayalan, atau harapan-harapan orang. Penyusunan advertensi dengan bahasa yang retoris berusaha mengeksploitasi kebutuhan manusia, khayalnya, harapan-harapan, idealnya, dan ketidaksadarannya. Betapa besarpengaruh bahasa advertensi itu, sampai-sampai kemudian terasa bahwa barang-barang produksi yang dibuat manusia berbalik membentuk “jiwa” manusia itu sendiri. Berkaitan dengan ini muncul sinyalemen bahwa, usahawan dengan advertensinya sebenarnya tidak menjual barang-barang yang di produksinya, melainkan mereka menjual harapan dan janji-janji. Perhatikanlah bahasa advertensi berikut.
“Apalah artinya air minum sehat, bila menggunakan Water Dispenser yang tidak sehat. SANKEN Water Dispenser benar-benar dirancang dengan berbagai kelebihan untuk menjaga air minum Anda agar tetap segar, aman dan higenis bahkan untuk bayi Anda”.
Advertensi di atas dibuat untuk menggoda manusia dengan menonjolkan kelebihan-kelebihan suatu produksi, dalam hal ini Water Dispenser. Dengan retorika itu, konsumen dipengaruhi untuk menggunakannya. Pemilihan ungkapan “Apalah artinya air minum sehat, bila menggunakan Water Dispenser yang tidak sehat” mengandung pelecehan terselubung terhadap Dispenser-Dispenser lain yang bukan SANKEN. Sugesti ini memang sengaja dibangun untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca.
Jika pada media cetak, sugesti konsumen hanya dibangkitkan dengan menggunakan kata-kata saja (retoris), tetapi melalui media TV, sugesti konsumen itu bahkan dibangkitkan dengan menggunakan kata-kata, tayangan gambar, dan suara (multimedia), sehingga retorika dalam dunia dagang atau ekonomi benar-benar dapat “mendesak” konsumennya untuk mencobanya. Penggunaan sarana multimedia ini juga menjadi bagian keseluruhan retorika, sebab setiap upaya yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang bermaksud mempengaruhi orang lain termasuk fenomena retoris.

6. 3 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM SENI
Dunia seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnnya. Banyak hasil karya seni mengandung pendidikan, misalnya wayang kulit, wayang orang, wayang golek, wayang beber, ludruk, arja, tari topeng pajegan (Bali), ludruk, ketrung, dan lain-lain. Pada kesenian tersebut terdapat tokoh-tokoh punakawan yang pintar bertutur (member nasihat), seperti tokoh Cepot dan Udel (Sunda), Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Jawa), Sangut, Delem, Merdah Tualen, Kartala, Punte (Bali). Tokoh-tokoh ini sering bertutur dengan menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan yang mampu mempengaruhi penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang mengandung nilai kehidupan. Dalam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah menggunakan retorika dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan retorika untuk mempengaruhi penontonnya. Dalam pewayangan terdapat tokoh-tokoh yang baik dan tokoh-tokoh yang buruk sebagai persona yang dipakai oleh dalang untuk menampilkan tutur-tutur bijak yang memukau. Keberhasilan dalang dalam mempengaruhi penontonnya, karena ia mampu menerapkan retorika dengan baik. Kemampuan seperti itu diperoleh oleh dalang melalui latihan-latihan yang sistematis.
Pemanfaatan retorika tidak hanya pada karya seni klasik saja, pada seni modern retorika juga dimanfaatkan, misalnya pada seni drama, teater, film. Pada ketiga kesenian ini bahasa dan gaya bahasa di pilih benar, kemudian ditata dengan baik, selanjutnya ditampilkan di depan penonton. Cara kerja memilih/menemukan, menata dan menampilkan benar-benar merupakan langkah-langkah seperti dalam retorika.
6. 4 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM TULISAN
Para kuli tinta seperti wartawan dan reporter adalah orang-orang yang terlibat dalam penggunaan retorika. Entah mereka nanti akan menuliskolom, rubric, tajuk, atau menulis reportase, semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika. Intinya adalah bagaimana mereka dapat mempersuasi atau menarik perhatian pembacanya. Kadang-kadang ada penulis yang mempunyai niat menggebu-gebu untuk bisa menarik perhatian pembacanya. Karena keinginan yang menggebu-gebu itu, tulisan mereka sering terkesan tendensius.
Dalam bentuk lisan, deklamator (dalam deklamasi), pendongeng, tukang cerita, pedagang obat juga menggunakan retorika. Mereka mencoba “menyihir” pendengarnya dengan memilih, menata, dan menampilkan tutur yang menawan. Dalam profesi ini, ada tindakan penemuan topic/gagasan, menata dalam urutan yang menarik, dan menampilkannya dengan bahasa dan gaya bertutur yang memikat. Tindakan atau langkah yang dikerjakan itu merupakan unsur retorika. Oleh karena itu, semua profesi yang disebut di atas (deklamator, pendongeng, tukang cerita, pedagang obat) adalah profesi yang menggunakan retorika.
6. 5 PENGGUNAAN RETORIKA DALAM PENDIDIKAN
Secara umum pendidikan diartikan sebagai cara memberikan bimbingan yang sistematis kepada anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan member pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi pendidikan hanyalah membantu memberikan bimbingan kepada anak didik sehingga potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara wajar.
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka para pendidik perlu membuat perencanaan, menyiapkan materi, menata unit-unit materi, menentukan sarana, menetapkan metode, dan melaksanakan kegiatan pengajara. Dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilakukan itu, para pendidik selalu mengkaji persoalan-persoalan yang ada seputar anak didik. Hal ini dilakukan agar bimbingan (pendidikan) yang diberikan dapat memotivasi, menarik minat, dan mempersuasi anak didik untuk belajar. Dalam melakukan kegiatan seperti inilah, para pendidik terlibat dalam penggunaan retorika.
Pertanyaan-pertanyaan berikut akan menjawab keterlinatan seorang pendidik dengan retorika.
1. Materi pelajaran apakah yang diperlukan oleh anak didik?
2. Bagaimanakah cara menyajikan agar memikat anak didik?
3. Sarana apakah yang diperlukan untuk memberikan kejelasan uraian?
4. Bagaimana menyuguhkan contoh, ulasan, ilustrasi, dukungan, dan                                     lain-lain agar anak terangsang ingin tahu?
5. Bagaimana cara mempengaruhi dan mengatur siswa agar mereka aktif dan kreatif?
Contoh-contoh pertanyaan di atas sesungguhnya tidak lain merupakan bentuk khusus dari persoalan yang umum dalam retorika. Itulah sebabnya, mengapa dikatakan bahwa, para pendidik dalam tugas menyiapkan bimbingan yang disebut pendidikan itu dikatakan terlibat dengan retorika.
Penggunaan retorika secara praktis, tampak lebih nyata lagi dalam proses belajar-mengajar di kelas. Dalam hubungan ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang telah dipelajari sebelumnya. Melalui aktivitas belajar-mengajar, guru memanfaatkan retorika sebanyak-banyaknya berdasarkan jenis materi pelajaran yang diajarkan, kondisi anak didik yang dihadapi, keadaan sekolah tempat mengajar, situasi sosial politik yang sedang berlangsung, dan factor-faktor yang lain. Yang lebih nyata lagi bahwa guru menggunakan retorika adalah ketika guru mengambil contoh yang telah diketahui oleh anak, member ulasan, menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, menggunakan mimic (gerak-gerik, pandangan mata, gerak tangan, dan lain-lain). Jadi untuk meyakinkan anak didik akan kebenaran materi yang disajikan, para guru melakukan sejumlah upaya dan tindakan. Semua upaya dan tindakan yang dilakukan itu dimaksudkan untuk meyakinkan. Itulah pada hakikatnya retorika yang dimanfaatkan guru.
Dapat disimpulkan, keseluruhan proses yang dilakukan guru di dalam kelas adalah tindak retorika. Jika tindak retorika dimanfaatkan dalam proses ini, maka pengajaran bisa membosankan. Akibatnya, pendidikan tidak akan berhasil. Oleh karena itulah, guru yang cakap akan memanfaatkan retorika dalam pendidikan. Di satu pihak ia bisa disenangi oleh murid, di pihak lain ia bisa menjadi pendidik yang berhasil.

















BAB III
PEMBAHASAN
2. 1 Hal-hal pokok yang dijadikan materi pembahasan
a. Apakah retorika dapat dipelajari?
b. Apakah penyebab retorika lisan berbeda dengan retorika tilisan?
c. Apa sajakah ciri pembeda bahasa retorika lisan dan retorika tulisan?
d. Apakah aspek pembeda retorika lisan dan retorika tulisan?
e. Apakah kegunaan retorika dalam bidang politik, ekonomi, seni, tulisan, dan pendidikan?
2. 2 Jawaban Materi Pembahasan
a. Ya! Sudah terbukti dalamdua contoh dalam sejarah:
1. Demosthenes (384-322)
Demosthenes menceritakan bahwa sejak lahir dia memiliki kekurangan dalam berbicara. Untuk mengatasi kesulitan ini, dia pergi ke pantai laut, menaruh kerikil dalam mulutnya, dan berusaha berbicara dengan ucapan yang jelas dan dengan suara yang sekuat mungkin untuk bisa mengatasi gemuruh hempasan ombak, dan usaha ini berhasil. Demosthenes akhirnya menjadi seorang ahli pidato termasyhur dalam Kerajaan Yunani Kuno.
2. Winston Churchill (1874-1965)
Untuk dapat berpidato di depan Parlemen Inggris, Winston Churchill. Mempersiapkan diri secara intensif. Berhari-hari dia mencoba dan membuat latihan membaca dan berpidato. Beberapa bagian penting dari pidatonya malah dihafalkan. Usaha yang tekun ini akhirnya menjadikan Winston Churchill seorang ahli pidato terkenal dalam abad ini.
Jadi keberhasilan dalam proses komunikasi dan dan menguasai teknik dan seni berbicara tergantung dari usaha untuk mengembangkan kemampuan itu dan berusaha secara optimal untuk melatih diri. Oleh karena itu seni berbicara dapat dikuasai, retorika dapat dipelajari.

b. Ada dua jenis perbedaan pokok yang menandai kedua jenis retorika yaitu:
1. Pertama, jika seseorang berkomunikasi secara tulisan, maka ia berpraanggapan bahwa orang yang diajak berkomunikasi tidak ada dihadapannya. Akibatnya, struktur bahasanya pun lebih lengkap dan lebih jelas, karena uraiannya tidak dapat di sertai dengan gerak-gerik, pandangan, atau anggukan sebagai tanda penegas. Itu sebabnya, kalimat dalam retorika tulisan lebih eksplisit sifatnya. Struktur bahasa dalam retorika tulisan bagi penutur yang cermat sering dikaji, dinilai dan disunting sebelum disajikan dalam bentuknya yang terakhir.
2. Kedua, retorika tulisan tidak dapat menggambarkan dengan sempurna tinggi rendahnya nada atau panjang pendeknya suara yang berperan dalam retorika lisan ---- dan sering memberikan nuansa arti ---- sehingga penulis acapkali perlu merumuskan kembali struktur bahasanya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama ditelitinya.
c. Ciri pembedanya yaitu:
1. Kalimat-kalimat dalam retorika lisan kurang lengkap strukturnya jika dibandingkan dengan retorika tulisan misalnya: 1) retorika lisan, kalimat-kalimatnya tidak lengkap dan frasenya lebih sederhana, 2) retorika lisan berisi lebih sedikit subordinasi, dan 3) dalam konversasi pada retorika lisan, lebih banyak diperoleh kalimat aktif deklaratif dibandingkan dengan kalimat aktif.
2. Di dalam retorika tulisan, penanda hubungan klausa, seperti: yang, sementara, di mana, dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi di dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
3. Dalam retorika tulisan, pengorganisasian retorik dalam wacana, seperti penggunaan kata: mula-mula, lebih penting daripada, pada kesimpulannya, dan lain-lain digunakan dengan cukup, tetapi dalam retorika lisan hal itu jarang digunakan.
4. Di dalam retorika tulisan, menantangkan frase yang berintikan kata benda sangat umum didapatkan, sedangkan dalam retorika lisan jarang ditemukan. Kalaupun direntangkan, paling banyak ditambah dengan dua kata sifat, dan karena itu tetap berupa frase pendek. Demikian juga tentang predikat, sering dinyatakan secara pendek saja. Dalam bahasa Indonesia, misalnya; “Bapak pergi ke Surabaya” sering hanya diungkapkan dengan “Bapak ke Surabaya” dalam retorika lisan. Kata “pergi” dihilangkan atau ditinggalkan. Selain itu, retorika tulisan cenderung beranak, bercucu, bercicit, sehingga informasinya terkonsentrasinya pada subjek kalimat induk. Contoh kalimat bahasa indonesia, misalnya “Sepatu kuat dan mahal biasanya terbuat dari kulit rusa Afrika yang banyak digunakan oleh kalangan the have dibuat di Itali.”
5. Dalam retorika lisan, terutama dalam percakapan informal, tidak banyak digunakan bentuk pasif, tetapi dalm retorika tulisan, apalagi tulisan ilmiah, banyak digunakan bentuk pasif,.
6. Dalam membicarakan lingkungan yang dekat dengan kegiatan berbicara, kadang-kadang pembicaraan menggunakan pandangan sajadalam menunjukkan acuan, tanpa perlu menyebut nama barang atau bendanya. Hal ini menyebabkan retorika lisan lebih lebih sederhana daripada retorika tulisan.
7. Dalam retorika lisan, pembicara kadang-kadang mengulang-ulangi kali-matnya beberapa kali. Misalnya; “Saya melihat dia datang, saya melihat dia masuk dan saya melihat dia mengambil barang-barangnya.”
8. Dalam retorika lisan, pembicara dapat mengulagi atau memperbaiki ucapannya. Misalnya; “Orang itu (anak yang baru naik gadis) sering keluar malam.” Dalam retorika tulisan tidak ada kesempatan untuk memperbaiki ucapan.
9. Dalam retorika lisan, pembicara dapat mengisi sela-sela percakapannya dengan kata-kata pengisi, seperti: baik, bisa, tentu saja, oh ya, ya sebaiknya, saya kira, dan lain-lain.

d. Lafal merupakan aspek pembeda retorika lisan dari retorika tulisan, sedangkan ejaan merupakan aspek pembeda retorika tulisan dari retorika lisan. Jadi dalam retorika lisan kita banyak berurusan dengan lafal, sedangkan retorika tulisan kita banyak berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan. Ragam tulisan yang unsur dasarnya adalah huruf, melambangkan retorika lisan. Meskipun keliatannya berimpitan, retorika lisan dan retorika tulisan masing-masing memiliki perangkat kaidah yang tidak bisa disamakan. Pada aspek tata bahasa dan kosakata pun kedua jenis retorika itu tidak bisa disamakan. Hal tersebut dapat kita perhatikan dalam contoh-contoh nyata yang diberikan oleh sugono (1986) sebagai berikut:
1. Dalam Aspek Tata Bahasa:
A. Bentuk Kata:
1. Retorika Lisan, contoh:
a) Nia sedang baca surat kabar.
     b) Ari mau nulis surat.
c) Tapi kau tak boleh tolak lamaran itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Nia sedang membaca surat kabar.
b) Ari mau menulis surat.
c) Tetapi engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
B. Struktur Kalimat
1) Retorika Lisan, contoh:
a) Mereka tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalulintas.
c) Saya ingin tanyakan soal itu.
2. Retorika Tulisan, menjadi:
a) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
b) Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
c) Ingin saya tanyakan soal itu.
2. Dalam Aspek Kosakata:
a) Retorika Lisan, contoh:
1) Ariani bilang kita harus belajar.
2) Kita harus bikin karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.
b) Retorika Tulisan, menjadi:
1) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita harus membuat karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.

e. Bidang-bidang
1. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG POLITIK
Bidang politik adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan politik. Sebab, sebagaimana kita ketahui bahwa retorika lahir di tengah-tengah rakyat Sisilia, yakni di kota Sirakusa yang sedang bergolak menentang pemerintah yang sedang berkuasa, yang dianggap oleh rakyatnya sebagai pemerintah tiranis. Rakyat Sisilia menginginkan pemerintahan yang demokratis. Untuk mencapai tujuan itu, rakyat dan para tokoh yang berpihak kepada rakyat sadar bahwa jika dilakukan perlawanan dengan kekerasan, belum tentu akan berhasil. Apalagi pemerintahan militer yang berkuasa saat itu amat tangguh. Untuk menghindari kegagalan, maka ditempuhlah jalan berunding. Melalui perundingan rakyat mencoba meyakinkan penguasa bahwa, pemerintahan yang demikratis yang diinginkan oleh seluruh rakyat adalah system pemerintahan yang lebih baik dari pada pemerintahan yang sedang berlaku saat itu. Untuk itu, maka dipersiapkanlah wakil-wakil rakyat yang memiliki kecakapan retorik, yakni kecakapan berpidato untuk meyakinkan pemerintah. Inti tuntutan rakyat adalah terjadinya perubahan system pemerintahan tanpa pertumpahan darah.
Pemanfaatan retorika sebagai alat politik lebih menonjol lagi di kalangan filsuf yang dikenal dengan nama kaum Sofis. Tokoh-tokoh kaum Sofis seperti Gorgias, Protagoras, Isocrates, dan lain-lain berhasil dengan gemilang membuktikan bahwa retorika adalah sarana yang efektif untuk memenangkan suatu kasus. Tidak perduli apakah kasus itu punya dasar kebenaran atau tidak. Karena itu setiap kasus, bagaimanapun sifatnya, akan menang asal disampaikan secara retoris. Beginilah pengertian retorika dari kaum Sofis yang lebih banyak mengajarkan keahlian bersilat lidah, berdebat kusir, atau berpokrol bambu.
Setelah itu, bukan berarti retorika tidak dimanfaatkan dalam bidang politik. Sampai sekarang pun retorika dimanfaatkan dalam bidang politik. Propaganda-propaganda politik, kampanye-kampanye menjelang pemilu dalam Negara yang menganut pemerintahan demokrasi adalah bukti pemanfaatan retorika di bidang politik. Politik memanfaatkan retorika untuk mempengaruhi rakyat dengan materi bahasa, ulasan-ulasan, dan gaya bertutur yang meyakinkan dan mencekam perhatian. Propaganda itu kadang-kadang berhasil mengubah pendirian rakyat kadang-kadang tidak. Ini bergantung pada tingkat pendidikan dan kecerdasan rakyat yang ingin dipengaruhi.
2. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM BIDANG EKONOMI
Bidang ekonomi juga menggunakan retorika. Para usahawan terlibat dalam penggunaan retorika dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan reklame. Terlibatnya retorika dalam iklan, advertensi, dan reklame tampak mencolok di Negara-negara yang persaingan barang produksinya sudah tinggi. Bahkan di Negara-negara seperti itu, ada rumah produksi periklanan di mana usahawan dapat memesan iklan atau advertensi sesuai kebutuhannya. Penyusun advertensi dalam menampilkan tuturnya memanfaatkan hal-hal yang menjadi idaman-idaman orang, khayalan, atau harapan-harapan orang. Penyusunan advertensi dengan bahasa yang retoris berusaha mengeksploitasi kebutuhan manusia, khayalnya, harapan-harapan, idealnya, dan ketidaksadarannya. Betapa besarpengaruh bahasa advertensi itu, sampai-sampai kemudian terasa bahwa barang-barang produksi yang dibuat manusia berbalik membentuk “jiwa” manusia itu sendiri. Berkaitan dengan ini muncul sinyalemen bahwa, usahawan dengan advertensinya sebenarnya tidak menjual barang-barang yang di produksinya, melainkan mereka menjual harapan dan janji-janji.
3. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM SENI
Dunia seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnnya. Banyak hasil karya seni mengandung pendidikan, misalnya wayang kulit, wayang orang, wayang golek, wayang beber, ludruk, arja, tari topeng pajegan (Bali), ludruk, ketrung, dan lain-lain. Pada kesenian tersebut terdapat tokoh-tokoh punakawan yang pintar bertutur (member nasihat), seperti tokoh Cepot dan Udel (Sunda), Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Jawa), Sangut, Delem, Merdah Tualen, Kartala, Punte (Bali). Tokoh-tokoh ini sering bertutur dengan menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan yang mampu mempengaruhi penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang mengandung nilai kehidupan. Dalam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah menggunakan retorika dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan retorika untuk mempengaruhi penontonnya. Dalam pewayangan terdapat tokoh-tokoh yang baik dan tokoh-tokoh yang buruk sebagai persona yang dipakai oleh dalang untuk menampilkan tutur-tutur bijak yang memukau. Keberhasilan dalang dalam mempengaruhi penontonnya, karena ia mampu menerapkan retorika dengan baik. Kemampuan seperti itu diperoleh oleh dalang melalui latihan-latihan yang sistematis.
4. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM TULISAN
Para kuli tinta seperti wartawan dan reporter adalah orang-orang yang terlibat dalam penggunaan retorika. Entah mereka nanti akan menuliskolom, rubric, tajuk, atau menulis reportase, semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika. Intinya adalah bagaimana mereka dapat mempersuasi atau menarik perhatian pembacanya. Kadang-kadang ada penulis yang mempunyai niat menggebu-gebu untuk bisa menarik perhatian pembacanya. Karena keinginan yang menggebu-gebu itu, tulisan mereka sering terkesan tendensius.
Dalam bentuk lisan, deklamator (dalam deklamasi), pendongeng, tukang cerita, pedagang obat juga menggunakan retorika. Mereka mencoba “menyihir” pendengarnya dengan memilih, menata, dan menampilkan tutur yang menawan. Dalam profesi ini, ada tindakan penemuan topic/gagasan, menata dalam urutan yang menarik, dan menampilkannya dengan bahasa dan gaya bertutur yang memikat. Tindakan atau langkah yang dikerjakan itu merupakan unsur retorika. Oleh karena itu, semua profesi yang disebut di atas (deklamator, pendongeng, tukang cerita, pedagang obat) adalah profesi yang menggunakan retorika.
5. PENGGUNAAN RETORIKA DALAM PENDIDIKAN
Secara umum pendidikan diartikan sebagai cara memberikan bimbingan yang sistematis kepada anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan member pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi pendidikan hanyalah membantu memberikan bimbingan kepada anak didik sehingga potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara wajar.
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka para pendidik perlu membuat perencanaan, menyiapkan materi, menata unit-unit materi, menentukan sarana, menetapkan metode, dan melaksanakan kegiatan pengajara. Dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilakukan itu, para pendidik selalu mengkaji persoalan-persoalan yang ada seputar anak didik. Hal ini dilakukan agar bimbingan (pendidikan) yang diberikan dapat memotivasi, menarik minat, dan mempersuasi anak didik untuk belajar. Dalam melakukan kegiatan seperti inilah, para pendidik terlibat dalam penggunaan retorika.
Penggunaan retorika secara praktis, tampak lebih nyata lagi dalam proses belajar-mengajar di kelas. Dalam hubungan ini, para guru menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang telah dipelajari sebelumnya. Melalui aktivitas belajar-mengajar, guru memanfaatkan retorika sebanyak-banyaknya berdasarkan jenis materi pelajaran yang diajarkan, kondisi anak didik yang dihadapi, keadaan sekolah tempat mengajar, situasi sosial politik yang sedang berlangsung, dan factor-faktor yang lain. Yang lebih nyata lagi bahwa guru menggunakan retorika adalah ketika guru mengambil contoh yang telah diketahui oleh anak, member ulasan, menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, menggunakan mimic (gerak-gerik, pandangan mata, gerak tangan, dan lain-lain). Jadi untuk meyakinkan anak didik akan kebenaran materi yang disajikan, para guru melakukan sejumlah upaya dan tindakan. Semua upaya dan tindakan yang dilakukan itu dimaksudkan untuk meyakinkan. Itulah pada hakikatnya retorika yang dimanfaatkan guru.
Dapat disimpulkan, keseluruhan proses yang dilakukan guru di dalam kelas adalah tindak retorika. Jika tindak retorika dimanfaatkan dalam proses ini, maka pengajaran bisa membosankan. Akibatnya, pendidikan tidak akan berhasil. Oleh karena itulah, guru yang cakap akan memanfaatkan retorika dalam pendidikan. Di satu pihak ia bisa disenangi oleh murid, di pihak lain ia bisa menjadi pendidik yang berhasil.







BAB IV
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Bahasa merupakan media utama dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Tuntutan retorika terhadap bahasa sebagai unsur pembentuk wacana retorik adalah pilihan kata, istilah, ungkapan, kalimat yang tepat untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, dan ide. Dalam hubungannya dengan komunikasi lisan dan tulisan, pilihan dan penggunaaan pilihan kata, istilah, ungkapan, dan kalimat dapat pula ditentukan oleh jalur komunikasi itu, yakni atau tulisan. Oleh karena itu, jika kita perhatikan secara cermat, maka kita temukan ciri pembeda retorika lisan dan retorika tulisan dalam pemakaian bahasanya.

Kegiatan dan bentuk bertutur banyak ragamnya. Ada canda, obrolan, basa-basi, tegur sapa, khotbah, kampanye, diskusi, seminar, konferensi, dan lain-lain. Boleh dikatakan retorika menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hingga kini retorika digunakan dalam bidang atau lingkungan yang amat luas, seperti bidang: politik, perdagangan, seni, pendidikan, dan lain-lain. Bidang politik adalah bidang kegiatan yang pertama-tama memanfaatkan retorika secara terencana. Bahkan kehadiran retorika itu sendiri justru didorong oleh kebutuhan politik. Bidang ekonomi juga menggunakan retorika. Para usahawa juga terlibat dalam penggunaan retorika dalam rangka mempromosikan barang-barang produksinya. Oleh karena itu, retorika digunakan secara luas untuk iklan, advertensi, dan reklame. Seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari retorika. Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnya. Para kuli tinta seperti wartawan dan reporter juga terlibat dalam penggunaan retorika. Entah untuk menulis kolom, rubrik, tajuk, atau menulis reportase. Semuanya memerlukan kemampuan menggunakan retorika.

Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda