MATERI
“Untuk Memenuhi
Matakuliah Telaah Kurikulum”
“FUNGSI DAN PERAN PENGEMBANGAN KURIKULUM”
Disusun
oleh :
A.
Fungsi
Pengembangan Kurikulum
Dalam aktivitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat
krusial, karena dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat (benefits).
Namun demikian, di samping kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga
mempunyai fungsi-fungsi lain, yakni:
1.
Fungsi
Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah tertentu yang
dianggap cukup tepat dan krusial untuk dicapai, sehingga salah satu langkah
yang perlu dilakukan adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakan
oleh sekolah bersangkutan (Soetopo dan Soemanto, 1993:17). Maksudnya, bila
tujuan-tujuan yang diinginkan belum tercapai, orang akan cenderung meninjau
kembali alat yang digunakan untuk mencapani tujuan itu, misalnya dengan
meninjau kurikulumnya. Pendidikan tertinggi sampai pendidikan rendah mempunyai
tujuan, yakni tujuan yang akan dicapai setelah berakhirnya aktivitas belajar.
Di Indonesia, ada empat tujuan pendidikan utama yang secara
hierarkis dapat dikemukakan:
a.
Tujuan nasional
b.
Tujuan
institusional
c.
Tujuan
kurikuler
d.
Tujuan
intruksional
Dalam
pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tesebut mesti
dicapai secara bertingkat yang saling mendukung, sedangkan keberadaan kurikulum
di sini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan (pendidikan).
2.
Fungsi
Kurikulum
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan
suatu persiapan lagi bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah
pengalaman baru yang di kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan
perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.
Kalau kita kaitkan dengan pendidikan islam, pendidikan mesti
diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal
pengetahuan untuk hidup pada zaman kelak. Dalam hadis Nabi saw disebutkan: Didiklah
anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang lain dari
zamanmu. Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan kurikulum diharapkan
mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya,
dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda dengan zaman
dimana kedua orang tuanya berada.
3.
Fungsi
Kurikulum bagi Pendidik
Guru merupakan pendidik profesional, yang secara implisit telah
merelakan dirinya untuk memikul sebagaian tanggung jawab pendidikan yang ada di
pundak para orang tua. Takkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti orang
tua sudah melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru
atau pendidik, tentunya orang tua berharap agar anaknya menemukan guru yang
baik, kompeten dan berkualitas (Ramayulis, 1996: 39).
Adapun
fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:
a.
Pedoman kerja
dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar para anak didik.
b.
Pedoman untuk
mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap
sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya
kurikulum, sudah barang tentu tugas guru atau pendidik sebagai pengajar dan
pendidik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu
komponen yang berinteraksi secara aktif dengan anak didik dalam pendidikan
Langeveld
mengajukan lima komponen yang berinteraksi secara aktif dalam proses
pendidikan, yakni:
a.
Komposisi
tujuan pendidikan, sebagai landasan idiil pendidikan dan yang dicapai melalui
proses pedidikan tersebut.
b.
Komponen
terdidik, sebagai masukan manusiawi yang diperlukan sebagai subjek aktif dan
dikenai proses pendidikan tersebut.
c.
Komponen alat
pendidikan, sebagai unsur sarana atau
objek yang dikenakan kepada terdidik dalam proses pendidikan.
d.
Komponen
pendidikan, merupakan unsur manusiawi yang membantu mengenalkan alat pendidikan
kepada anak didik dan mengarajkan proses pendidikan menuju sasaran yang
diharapkan sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan.
e.
Komponen
lingkungan pendidikan, sebagai unsur suasana yang membantu dan memberikan udara
segar dalam proses pendidikan (Supeno, 1995: 42-43).
Dari uraian di atas, keberadaan pendidikan
(guru) memang sangat krusial dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan alat
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan dapat meringankan sebagian tugas
pendidik dalam proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, karenanya
kurikulum mempunyai fungsi sebagai pedoman.
Sebagian
pedoman, kurikulum dijadikan alat yang berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan. Kurikulum suatu sekolah memuat uraian mengenai jenis-jenis program
apa yang dilaksanakan di sekolah tersebut, bagaimana menyelenggarakan setiap
jenis program, siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya, dan
perlengkapan apa yang dibutuhkan.
Atas dasar itu,
sekolah dapat merencanakan secara lebih tepat jenis tenaga apa yang masih
dibutuhkan sekolah, keterampilan-keterampilan apa yang masih perlu dikembangkan
di kalangan para petugas yang ada sekarang. Perlengkapan apa yang masih perlu
diadakan dan lain-lain.
4.
Fungsi
Kurikulum bagi Kepala atau Pembina Sekolah atau Madrasah
Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang
mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala
sekolah dan para Pembina lainnya adalah:
a.
Sebagai pedoman
dalam mengandakan fungsi supervisi, yakni memperbaiki situasi belajar.
b.
Sebagai pedoman
dalam melaksanakan supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi
belajar anak kea rah yang lebih baik.
c.
Sebagai pedoman
dalam melaksanakan supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru atau pendidik
agar dapat memperbaiki situasi mengajar.
d.
Sebagai
seseorang administrator, menjadikan kurikulum sebagai pedoman untuk
pengembangan kurikulum pada masa mendatang.
e.
Sebagai pedoman
untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar
(Soetopo
dan Soemanto, 1993: 19).
5.
Fungsi
Kurikulum bagi Orang Tua
Bagi orang tua, kurikulum difungsikan sebagai bentuk adanya
partisipasi orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan
putra-putrinya. Bntuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan
sekolah atau guru mengenai masalah-masalah yang menyangkut anak-anak mereka.
Bantuan berupa pemikiran, materi dari orang tua atau masyarakat anak dapat
melalui lembaga komite sekolah. Dengan
membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat mengetahui
pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga partisipasi orang
tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar
di sekolah.
Meskipun
orang tua lelah menyerahkan anak-anak mereka kepada sekolah agar diajarkan ilmu
pengetahuan dan didikan menjadi orang yang bermanfaat bagi pribadinya, orang
tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama, namun tidak berarti tanggung jawab
kesuksesan anaknya secara total diserahkan kepada sekolah alias pendidik
(guru). Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari sistem kerja sama
berdasarkan funsi masing-masing, yakni orang tua., sekolah dan guru atau
pendidik. Karenanya, pemahaman orang tua mengenai kurikulum tampaknya menjadi
hal yang mutlak.
6.
Fungsi bagi
Sekolah Tinggi di Atasnya
Fungsi
kurikulum dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua, yakni:
a.
Pemeliharaan
keseimbangan proses pendidikan
1)
Jika sebagian
kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada sekolah yang berada
dibawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya bagian tersebut
diajarkan.
2)
Jika
keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam mempelajari kurikulum
suatu sekolah belum diajarkan pada sekolah yang berada dibawahnya, sekolah
dapat mempertimbangkan masuknya program tentang keterampilan-keterampilan ini
kedalam kurikulumnya.
b.
Penyiapan
tenaga baru
Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi
sekolah yang berada dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami
kurikulum sekolah yang berada dibawahnya itu. Pengetahuan tentang kurikulum
sekolah yang berada di bawahnya berkaitan dengan pengetahuan tentang isi,
organisasi atau susunan serta cara pengajarannya. Dengan harapan, hal itu akan
membantu sekolah dan pendidikan dalam melakukan revisi-revisi dan penyesuaian
kurikulum. Sebagai contoh, jika pengajaran IPA di SD atau MI menggunakan metode
eksperimen, pelajaran tentang cara pelaksanaan metode eksperimen hendaknya
lebih diinterprestasikan di SMP atau MTs; jika pada kurikulum SD atau MI telah
diperkenalkan Matematika modern, pelajaran mengenai Matematika di SMP atau MTs
hendaknya disesuaikan dengan pendekatan di SD atau MI dan seterusnya (Ibid:
20).
7.
Fungsi bagi
Masyarakat dan Pemakaian Lulusan Sekolah atau Madrasah
Kurikulum suatu sekolah juga berfungsi bagi masyarakat dan pihak
pemakaian lulusan sekolah bersangkutan (Ibid:21). Dengan mengetahui kurikulum
suatu sekolah, masyarakat sebagai pemakai lulusan, dapat melaksanakan
sekurang-kurangnya dua macam berikut:
a.
Ikut memberikan
kontribusi dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan
kerja sama dengan pihak orang tua dan masyarakat.
b.
Ikut memberikan
kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah,
agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
Disamping
mempunyai fungsi diatas, kurikulum juga memiliki fungsi lain yang tentu
memiliki pendekatan berbeda dengan sebelumnya. Sebagaimana dikemukakan
Alexander Inglis dalam bukunya Principle of Secondary Education (1981)
sebagai berikut:
a.
The adjust fine
of adaptive function (penyesuaian);
b.
The integrative
function (pengintegrasian);
c.
The
differentiating function (pembeda);
d.
The
propaedeutic function (pemilihan);
e.
The selective
function (pemilihan);
f.
The diagnostic
function (diagnostik); (Hamalik, 1990: 9).
a)
Fungsi
Penyesuaian
Anak didik hidup dalam suatu lingkungan, sehingga anak didik
dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan tersebut. Lingkungan
senantiasa berubah, tidak statis, bersifat dinamis, karena itu anak didik
diharapakan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi dan keadaan perorangan.
Program pendidikan harus diarahkan pada berbagai aspek kehidupan, saran dan
juga usaha anak didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai individu,
anggota masyarakat atau warga Negara.
Muhammad Fadilah al-jamali mengungkapakan bahwa pendidikan yang
dapat disarankan dari Al-Qur’an berorientasi:
1)
Mengenalakan
individu akan perannya di antara sesama makhluk dengan tanggung jawabnya di
dalam hidup ini.
2)
Mengenalkan
individu akan individu sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat.
3)
Mengenalkan
individu akan alam ini dan mendorong mereka mengetahui hikmah diciptakannya
alam, serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari
alam.
4)
Menegakkan
individu akan pencipta ala mini (Allah) dan memerintahkan agar beribadah
kepada-Nya (al-jamali, 1986: 3).
Sebagai
makhluk-Nya, anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Artinya, sebagian anggota
masyarakat, indivudu mengemban tugas utama dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari sehingga ia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat
secara menyeluruh, yang mana masyarakat itu selalu berubah dan dinamis. Sebagai
khalifah fil ardhi, anak didik diharapkan mampu mengimplementasikan
nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi kepada-Nya
b)
Fungsi
Pengintegrasian
Dalam hai ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak
didik anak agar mempunyai pribadi yang integral. Mengingat anak didik merupakan
bagian integral dari masyarakat, pibadi yang terintegrasi itu akan memberikan
sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
Kehidupan sosial selalu mengalami perubahan sebagai akibat kemajuan
dan teknologi. Perubahan tersebut memunculkan beragam tuntunan kehidupan di
berbagai aspek kehidupan manusia. Adanya perbedaan dan tuntunan kebutuhan yang
beragam itu mengharuskan kurikulum mampu memprsiapkan anak didik yang
terintegrasi, sehingga anak didik mampu berintegrasi dalam kehidupannya dan
akan menjadi manusia yang berarti
nantinya. Dalam Al-Qur’an surat al-Ra’d [13]: 11, Allah Swt. Menyatakan: Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.
Implikasinya, anak didik menjadi bagian integral dari masyarakat di
mana pun ia berada. Kurikulum diharapkan mampu mempersiapkan anak didik agar
mampu mengintegrasikan diri dalam masyarakat dengan pengetahuan, pengalaman,
keterampilan dan cara berpikir yang dimiliki, sehingga ia dapat berperan dan
member kontribusi kepada masyarakat.
c)
Fungsi
Perbedaan
Kurikulum hendaknya dapat member pelayanan terhadap
perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada prinsipnya, perbedaan (diferensiasi)
akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, dan akhirnya akan
menggerakkan kemajuan sosial dalam masyarakat. Bukan berarti dengan perbedaan
tersebut solidaritas dan integrasi akan terabaikan, namun adanya diferensiasi
bisa juga menghindari terjadinya stagnasi sosial.
Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang
berbeda-beda, dan peran pendidikanlah untuk mengembangkan potensi-potensi yang
ada itu secara wajar, sehingga anak anak didik dapat hidup dalam masyarakat
yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan pembangunan tersebut.
Berkaitan dengan diferensiasi pada anak didik tersebut, sebuah hadis Nabi Saw.
Mengungkapkan: “ Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia
sesuai dengan potensi akalnya” (H.R Abubakar bin Asy-Syakir).
Barangkali dapat di
interpretasikan bahwa pendidikan dan kurikulum pendidikan harus di orientasikan
kepada pengembangan potensi (yang berbeda-beda) dari ana didik, sehingga
perlakuan (treatment) terhadap mereka sepatutnya mempertimbangkan perdedaan
kemampuan dan potensi masing-masing.
Berkaitan dengan hal ini,
Allah SWT. dengan tegas menyatakan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kemampuannya (QS: Al-Baqarah [2]: 268) dan bahwa setiap
orang itu beramal menurut tabiatnya (QS Al-Isra [17]; 84). K edua ayat tersebut
menunjukan bahwa masing-masing individu itu mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda sehingga masing-masing individu pantas dihormati dan dihargai
sesuai dengan segala kelebihan (strengths) dan kekurangan (weakness)nya.
Jadi, fungsi kurikulum
sebagai pembeda dapat memberikan pelayanan kepada anak didik sebagai anggota (
calon anggota) masyarakat sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimilikinya,
dengan tidak mgengabaikan solidaritas sosial masyarakat. Hal ini dapat dimulai
dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relefan dan mengaplikasikannya
dalam proses belajar mengajar yang mendorong anak didik (yang berbeda-beda
tersebut) untuk berfikir kreatif, kritis dan berorientasi ke depan, seningga
dapat berguna nantinya dalam kehidupan masyarakat nantinya.
d)
Fungsi
Persiapan
Kurikulum berfungsi mempersiapkan anak didik agar mampu melanjutkan
studi lebih lanjut untuk suatu jankauan yang lebih jauh, apakah anak didik
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan untuk belajar didlam
masyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi (Hamali, 1990:11). besiap
untuk belajar lebih lanjut tersebut sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak
mungkin memberikan semua apa yang diperlukan anak didik, termasuk dalam pemenuhan minat mereka.
Keberadaan kurikulum untuk mempersiapkan anak didik dalam memasuki
dunia kerja juga menjadi perhatian para pengembang (developers)
kurikulum. Anak didik yang karena alasan tertentu memasuki dunia kerja, membuat
kurikulum pun juga tidak menutup kemungkinan memberikan pelayanan terhadap anak
didik. Kalau kita perhatikan, kurikulum SMA atau MA merupakan contoh konkret
fungsi persiapan. Kurikulum pada sekolah jenis ini pada perinsipnya didesain
untuk memungkinkan anak didik umencari kerja dengan modal pengetahuan (ijazah)
SMA. Lain halnya dengan kurikulum sekolah kejuruan, seperti STM yang memang
sejak awal kurikulumnya didesain untuk dapat bekerja, walaupun sangat
memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa kurikulum memiliki fungsi persiapan bagi
anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih lanjut, namun dalam
jenjang bidang, dan jenis sekolah tertentu sangat mungkin kurikulumnya didesain
untuk mempersiapkan anak didik memasuki dunia kerja. Karenanya, kurikulum
mempunyai fungsi persiapan (the propaedeutic function) bagi anak didik.
e)
Fungsi
Pemilihan
Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa fungsi kurikulum
adalah diferensiasi, yakni memberikan pelayanan kepada anak didik sesuai dengan
perbedaan-perbedaan yang ada pada dirinya. Antara keberadaan (diferensiasi) dengan pemilihan
(seleksi) merupakan dua hal yang erat sekali hubungannya. Pengakuan atas
keberadaan mereka berarti ada keinginan untuk memberikan kesempatan bagi anak
didik dalam memilih apa yang diinginkan
dan menarik minatny. Karenanya, dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan
tersebut, kurikulum perlu disusun secara luas serta bersifat fleksibel dan
luwes. Selain itu, kurikulum hendaknya dapat memberikan pilihan yang tepat
sesuai dengan minat dan kemampuan peserta anak didik (Ibid: 11).
f)
Fungsi
Diagnostik
Salah satu aspek pelayanan
pendidikan adalah membantu dan mengarahkan anak didik agar mampu memahami dan
menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Ini semua dapat dilakukan apabila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan
yang ada pada diri mereka melalui eksplorasi dan prognosis, sehingga
dia sendiri dapat memperbaiki kelemahan tesebut dan mengembangkan fungsi
kurikulum dalam mendiagnosis dan mengembangkan fungsi kurikulum dalam
mendiagnosis dan membimbing anak didik agar berkembang secara optimal (Ibid:
12).
Fungsi diagnosis adalah agar siswa dapat mengadakan evaluasi kepada
dirinya dan menyadari semua kelemahan dan kekuatan diri sehingga dapat
memperbaiki dan mengembangkannya sesuai dengan kemampuan yanga ada, yang pada
akhirnya dapat berkembang secara maksimal dalam masyarakat. Hal ini relevan
dengan fungsi pendidikan islam, yakni menanamkan nilai-nilai insane dan
nilai-nilai Ilahi peserta didik. Menurut Noeng Muhadjir (1987: 163), nilai
budaya termasuk nilai insane, sedangkan nilai agama termasuk nilai Ilahi.
Relasi antara kedua nilai tersebut menjadi linear-koheren, yang ada
hubungan hierarkis dan etis yang menjadi rujukan dan pemandu semua nilai.
Pandangan itu didukung oeh Firman Allah Swt. Yang berbunyi: “ Oleh
karena itu, berilah berita gembira pada
hamba-hamba-Ku (yaitu) yang mau mendengarkan al-Qaul (gagasan,
ide tau pendapat), kemudian ia mengikuti yang paling banyak di antaranya
(yang sesuai dengan petunjuk Ilahi)” (QS Al-Zumar [39]: 17-18).
Implikasinya, semakin paham seseorang akan kedua fungsi (fungsi insane dan
Ilahi), semakin mudah pula merealisasikan fungsi diagnostik pada kurikulum
tersebut demi anak didik. Tentunya, fungsi diagnostik dalam kurikulum
pendidikan sangat penting, terlebih lagi pendidikan islam.
B.
Peranan
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara
sistematis, mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan (peserta
didik). Apabila dianalisis secara sederhana sifat dari masyarakat dan
kebudayaan, di mana sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan operasinya,
paling tidak dapat ditentukan tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat
pokok atau krusial, yaitu:
1.
Peranan
konservatif
2.
Peranan kritis
dan evaluative
3.
Peranan kreatif
Ketiga
peran tersebut sama pentingnya dan saling berkaitan, yang dilaksanakan secara
kesinambungan.
1.
Peranan
Konservativ
Kebudayaan sudah ada sebelum lahirnya suatu generasi dan tidak akan
pernah mati meski generasi yang bersangkutan sudah habis. Kebudayaan diperlukan
oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku, bahkan kebudayaan terwujud dan
didirikan dari perilaku manusia. Kebudayaan mencakup aturan yang berisi
kewajiban dan tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak atau tindakan yang
dilarang dan yang diizinkan. Semua kebudayaan yang sudah membudaya harus
ditransmisikan kepada anak didik selaku generasi penerus. Oleh karena itu,
semua ini menjadi tanggung jawab kurikulum dalam menafsirkan dan mewariskan
nilai-nilai buda yang mengandung makna membina perilaku anak didik. Sekolah
sebagai lambang sosial sangat berperan dalam memengaruhi perilaku anak sesuai
dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Jadi, kurikulum bertugas
menyimpan dan mewariskan nilai-nilai budaya (Wiryokusumo dan Mulyadi, 1988: 7).
Dengan demikian, kurikulum bisa dikatakan konservatif karena
mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi
muda. Sekolah sebagai suatu lembaga sosial, sangat berperan penting dalam
memengaruhi dan membina tingkah laku anak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
ada dilingkungan masyarakat, sejalan dan selaras dengan peranan pendidikan
sebagai suatu proses sosial.
Pada hakikatnya, pendidikan itu berfungsi untuk menjembatani antara
siswa selaku peserta didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses
pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini,
fungsi kurikulum menjadi sangat penting, serta turut membantu dalam proses
tersebut.
2.
Peranan Kritis
dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah sejalan dengan
perkembangan zaman yang terus berputar. Sekolah tidak hanya mewariskan
kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih unsur-unsur kebudayaan
yang akan diwariskan (Ibid: 8).
Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontol sosial
dan menekankan pada unsur kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan masa mendatang
dihilangkan dan diadakan modifikasi serta dilakukan perbaikan. Dengan demikian,
kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
Maksudnya, kurikulum itu selain mewriskan atau mentransmisikan
nilai-nilai kepada generasi muda, juga sebagai alat untuk mengevaluasi
kebudayaan yang ada. Apakah nilai-nilai sosial yang ada atau dibawa itu sesuai
atau tidak dengan perkembangan yang akan dating serta apakah perlu diadakan
perubahan atau tetap seperti aslinya.
3.
Peranan Kreatif
Kurikulum melakuakan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif,
dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan
masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat. Guna membantu setiap
individu dalam mengembangkan potensinya, kurikulum menciptakanpelajaran,
pengalaman, cara berpikir, berkemampuan dan berketerampilan baru, sehingga
meme=berikan manfaat bagi masyarakat (Ibid: 8).
Untuk itulah sekolah didirikan, yakni membantu dan membimbing anak
didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sangat menghadapi segala
masalah dalam hidupnya sesuai dengan tujuan dan cita-cita Negara. Oleh sebab
itu, kurikulum membuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya kreatif dan konstruktif
dalam rangka membantu anak didik mendapatkan materi pelajaran atau program
pendidikan, pengalaman dan lain sebagainya. Kesemuanya itu guna membantu anak
didik dalam mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang sehingga
tercipta kehormatan di antara ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat
memenuhi tuntunan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju
kebudayaan yang akan dating, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan
terampil dalam segala hal.
Implikasi peranan diatas dalam praktik pendidikan dengan kurikulum
yang digunakan adalah bahwa pendidikan memiliki cita-cita untuk mencapai suatu
masyarakat yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut suatu bangsa dan
selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum berupaya didesain agar
dapat mengembangkan sains dan teknologi dengan tepat sehingga anak didik
menjadi sumber daya manusia yang andal, anmaun tanpa kehilangan identitas
bangsanya.
C. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model
akan berguna jika mampu mengembangkan secara efektif dan efesien sejumlah data
dan fenomena yang kompleks. Model mendapatkannya dari aspek-aspek tertentu
terhadap domain teori secara total. Dengan kata lain, model ini memiliki konsentrasi pada variable variable terpilih
dan bagaimana ia saling berhubungan dengan teori.
Dalam
kurikulum, seringkali di gunakan model dengan menggunakan grafik untuk
menggambarkan elemen elemen kurikulum, hubungan antar elemen, serta proses
pengembangan dan implementasi kurikulum.
Pada
prinsipnya, pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi yang perlu di imbangi dengan perkembangan pendidikan.
Manusia, di sisi lain, sering kali memiliki keterbatasan dalam kemampuan
menerima, menyampaikan dan mengolah informasi, karena keperluan proses
pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi serta memiliki tingkat
relevansi yang kuat. Dalam merealisasikan di perlukan suatu model pengembangan
kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Model
kurikulum di antaranya
1. Rarph
tyler
Pentingnya pendapat
secara rasional, menganalisis, menginterprestasi kurikulum dan program
pengajaran dari suatu lembaga pendidikan,dan untuk menggabungkan suatu
kurikulum perlu menempatkan empat pertanyaan
a. What
educational purposes should the school seek to attain ( objectives)
b. What
educational experiences are likely to attain these objectives ( instructional
strategic and content)
c. How
can these educational experiences be organized effectively ( organizing
learning experiences )
d. How
can we determine these purposes are being attain ( assessment and evaluation )
2. Hilda
taba
Dalam pendekatannya
taba menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan input pada
setiap langkah proses kurikulum.
Secara khusus, taba
menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi ( organisasi
kurikulum yang logis ) dan individu pelajar ( psikologi organisasi kurikulum )
. untuk memperkuat pendapatnya, taba mengeklaim bahwa suatu kurikulum di susun
dari elemen elemen dasar. Suatu kurikulum biasanya berisi beberapa seleksi dan
organisasi isi, itu merupakan manifestasi dari bentuk bentuk belajar mengajar
kemudian suatu program evluasi dari hasil pun akan dilakukan
Langka- langkahnya dalam proses
pengembangan kurikulum menurut taba
Step 1 : diagnosis kebutuhan
Step 2 : formulasi pokok-pokok
Step 3 : seleksi isi
Step 4 : organisasi isi
Step 5 : seleksi pengalaman belajar
Step 6 : organissi pengalaman belajar
Step 7 : penentuan tentang apa yang
harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya
Agar lebih rasional dan
ilmiah dalam suatu pendekatan, taba mengeklam bahwa keputusan pada elemen
mendasar harus dibuat berdasarkan yang valid. Keriteria mungkin dating dari
berbagai sumber yakni dari tradisi, tekanan social dan kebiasaan yang ada .
berbagai perbedaan diantara pembuatan keputusan dalam kurikulum yang
mengikutsertakan suatu pendekatan desain rasional merupakan kreteria dan pengambilan
keputusan terdahulu yang berasal dari suatu studi terhadap factor-faktor
penyusunan dasar kurikulum yang rasional.
Taba juga mengungkapkan bahwa pengembangan kurikulum
ilmiah atau rasional memerlukan penggabaran analisis terhadap msyarakat dan
budaya, menpelajari anak didik dan proses pembelajaranya, serta menganalisis
hakikat pengetahuan agar dapat menentukan tujuan tujuan sekolah serta hakikat
kurikulum itu sendiri.
Kemudian,
Taba mengklain bahwa jika pengembangan kurikulum menjadi logis, program yang
teratur itu harus diuji secara tepat berdasarkan peraturan kurikulum yang
dibuat dab bagaimana hal itu diterapkan. Buku ini disusun berdasarkan asumsi
bahwa disana terdapat suatu keteraturan yang menghendaki suatu hasil yang lebih
terencana dan dinamika yang lebih mengarah pada gambaran kurikulum. Taba
meyakini bahwa cara yang tepat dalam pengembangan kurikulum perlu mengikuti
tujuh langkah yang dikumukakan diatas.
Agar
kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa
sangatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan anak didik. Hal ini merupakan
langkah penting pertama dari Taba tentang apa anak didik yang diingi
nkan
dan diperlukan untuk belajar.
Model kurikulum Taylor dan Taba dikategorikan kedalam
rational model atau objektives model.
a.
Kekuatan
“rational models”
Keberadaan
rational models yang logis strukuturnya menjadikannya sebagai dasar yang
berguna dalam perencanaan dan pemikiran kurikulum. Model ini telah menghindari
kebingungan, sebuah tugas yang susah dari perspektif kebanyakan pengembangan
kurikulum. Para pendidik dan para pengembangan kurikulum yang bekerja dibawah
model rasional (rational models) memberikan suatu jalan yang tidak berbelit –
belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau
melakukan tugas kurikulum dengan baik. Pendekatan praktik untuk merancang
kurikulum merupakan hal yang esensial dari model rasional ini.
Dengan
menekankan pada peranan dan nilai tujuan – tujuan (objektives), model ini
membuat para pengembang kurikulum bisa berfikir serius tentang tugas mereka.
Fakta begitu banyaknya pengembangan kurikulum yang ada, menunjukan bahwa ini
terjadi karena kekurangan pemikiran terhadap hasil yang dimaksudkan. Dengan
menganjurkan agar orang – orang mengonseptual dan menyatakan tujuan, pemikiran rasional disorong oleh
suatu petunjuk yang jelas, sedangkan untuk perencanaan selanjutnya dibentuklah
pendukung – pendukung pendekatan ini.
Dalam
mengevaluasi proses kurikulum, suatu hal yang dapat diargumenkan adalah bahwa
Taba telah mendapatkan sesuatu yang sifatnya rasional, yang menyokong
pembangunan kurikulum, setidaknya dari perspektif rasional. mengunakan tata
urutan pengembangan kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktifitas belajar,
sampai akhirnya evaluasi atas sejauh mana tujuan-tujuan (objectives) itu dapat
dicapai dengan pemikiran/rasio yang jernih sungguh merupakan daya tarik
tersendiri.
b. kelemahan
“rational models”
kelebihan waktu telah
membuat rational models memiliki kekurangan dalam hal pengembagan kurikulum.
untuk pengukuran yang lebih besar, kelemahan yang tampak ini disebabkan karena
perbedaan cara berpikir dan pendekatan kurikulunya, seperti halnya latar
belakang pengalaman atau kurangnya
pengalaman yang dimiliki seorang pendidik. karena itu, pendidik yang tidak mempersiapkan
diri untuk berpikir dan mengembangkan kurikulum. akibatnya, para pengembang
(developers) cenderung merasa senang dengan modal dinamic atau modal
interaksi (interactive model).
kelemahan utama ratinal
model atau objective model
terletak pada ketidak jelasan akan hakikat belajar dan mengajar. Model ini menspesifikasikan segala tujuan (objectives)
yang akan dicapai, tetapi seringkali pembelajaran justru terjadi diluar
tujuan-tujuan tersebut, dikarenakan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya. sebagai contoh dalam kelas sains ( secience) tujuan membentuk basis
atau dasar kurikulum yang kemudian di ajarkan. tetapi informasi baru muncul (
teori baru atau informasi yang lebih dari pengalaman-pengalaman dan pendekatan-pendekatan
saat riset) yang berhubungan dan berguna bagi pengetahuan kurikulum. haruskah
teori baru ini harus dimasukan jika tidak konsisten dengan tujuan-tujuan yang
ada? apa dampaknya terhadap elemen-elemen kurikulum yang lain, khususnya
evaluasi? jika kita masukan isi tersebut, apakah keberadaanya menjadikan tidak
validnya suatu kurikulum? semua itu merupakan pertanyaan logis untuk
menempatkan model objektif ( the objectives model) tersebut.jadi, keberadaan
informasi baru telah mengubah pandangan kita dalam memahami keberadaan
objectives model atau rational model ini.
c.
Kekuatan “ cycle modeles”
Disamping memasukan
berbagai kematangan yang berhubungan dengan objektif models, cicle models juga
mengatasi banyak ketidakberuntungan. kekuatan model ini berasal dari struktur
logis kurikulum yang dikebangkannya. Sebagai contoh, model serupa dengan
penekanan peranan yang juga serupa terhadap terhadap tujuan memerlukan seorang
pengembang kurikulum yang mampu mengongsepkan tugas sebelum ada proses lebih lanjut
. Dengan pemikiran rasional, besar kemungkinan akan menghasilkan kurikulum yang
lebih efektif.
d.
Kelemahan “cycle models”
Sangat sulit mecari
kurikulum ini, karena para pengembang kurikulum telah mengaplikasikan
pendekatadan ini dengan sukses. Namun, para pengembang tetap saja ada yang
mengindari penggunaan model ini karena pendekatan awalnya. Tidak seperti model
lain yang bisa memulai darimana saja, model ini harus melakukan analisis
situasi terlebih dahulu, kemudian beranjak keelemen – elemen kurikulum lainnya.
Tetapi ketika model ini berkembang, sangatlah mungkin ada stimulus rubahan yang
berasal dari elemen kurikulum. Sebagai contoh, ketika ada kebutuhan untuk
memperbaiki model ini akibat ada isi yang berbeda dengan pendekatan belajar
mengajar atau ada perubahan dikalangan anak didik, maka stimulus perubahan itu
muncul dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
e.
Kekuatan “interaction model” atau “dynamic model”
Model ini merupakan
cara realistic dalam mengenai pengembangan kurikulum. dengan menghindari
keinginan menuliskan tujuan-tujuan yang bersifat perilaku dalam konteks
tersebut, pengembangan akan bebas dan menjadi lebi kreatif.
Model interaksi juga
menawarkan suatu pertimbangan fleksibilitas dalam melakukan tugas pengembangan
kurikulum kepada para pengembang pendidikan kurikulum. kurikulum boleh memulai
suatu komponen atau point dalam proses
kurikulum yang cocok dan relevan dengan kebutuhan mereka. Sedangkan interaction
model merupakan refleksi realitas terhadap pengembangan kurikulum, walaupun
kompleks dan membingungkan. Dengan merefleksikan situasi, khususnya disekolah,
dapat diklaim bahwa disituasi yang lebih cocok dan pendekatan yang akurat
sangat mendukung dalam mempelajari tugas-tugas pengembangan kurikulum.
f.
Kelemahan “interaction model”
Mengungkapkan kelemahan
suatu model sangat tergantung pada persepsi dan preferensi seorang yang
terlibat didalamnya. karena itu sangatlah susah mengungkapkan bahwa dinamik
model memiliki kelemahan yang terletak pada kebingungan dan kekurangan jalan
atau petunjuk (directive). Dengan pendekatan yang tidak sistematik, model
pengembangan kurikulum ini pasti akan membingungkan dalam pelaksaannya sehingga
akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan. Meski model ini merefleksikan
realitas, namun pertanyaannya adalah apakah realitas harus bagus dan berguna.
pertanyaan yang sering dilontarkan
para oposan model interaksi ini adalah: bagaimana anda akan pergi jika anda
tidak tahu atau kurang petunjuk? jika tujuannya memberikan petunjuk, argumenpun
akan mucul dan harus dinayatakan agar lebih efektif. Jadi kekurangan utama
interaction model adalah kekurangan penekanan dalam menempatkan pembangunan
dan penggunaan objectives serta petunjuk
yang diberikan . Kelemahan lain ada ada segi waktunya. dengan tidak mengikuti
susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang, membuang –
buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar