Kamis, 13 Juni 2019

Tugas Mata kuliah telaah kurikulum tentang FUNGSI DAN PERAN PENGEMBANGAN KURIKULUM




MATERI
Untuk Memenuhi Matakuliah Telaah Kurikulum”

“FUNGSI DAN PERAN PENGEMBANGAN KURIKULUM”

                                                                  Disusun oleh :                                       











A.      Fungsi Pengembangan Kurikulum
Dalam aktivitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial, karena dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat (benefits). Namun demikian, di samping kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain, yakni:
1.         Fungsi Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk dicapai, sehingga salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakan oleh sekolah bersangkutan (Soetopo dan Soemanto, 1993:17). Maksudnya, bila tujuan-tujuan yang diinginkan belum tercapai, orang akan cenderung meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapani tujuan itu, misalnya dengan meninjau kurikulumnya. Pendidikan tertinggi sampai pendidikan rendah mempunyai tujuan, yakni tujuan yang akan dicapai setelah berakhirnya aktivitas belajar.
Di Indonesia, ada empat tujuan pendidikan utama yang secara hierarkis dapat dikemukakan:
a.       Tujuan nasional
b.      Tujuan institusional
c.       Tujuan kurikuler
d.      Tujuan intruksional
Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tesebut mesti dicapai secara bertingkat yang saling mendukung, sedangkan keberadaan kurikulum di sini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan (pendidikan).
2.         Fungsi Kurikulum
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan suatu persiapan lagi bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang di kemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti.
Kalau kita kaitkan dengan pendidikan islam, pendidikan mesti diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal pengetahuan untuk hidup pada zaman kelak. Dalam hadis Nabi saw disebutkan: Didiklah anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang lain dari zamanmu. Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda dengan zaman dimana kedua orang tuanya berada.

3.         Fungsi Kurikulum bagi Pendidik
Guru merupakan pendidik profesional, yang secara implisit telah merelakan dirinya untuk memikul sebagaian tanggung jawab pendidikan yang ada di pundak para orang tua. Takkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti orang tua sudah melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru atau pendidik, tentunya orang tua berharap agar anaknya menemukan guru yang baik, kompeten dan berkualitas (Ramayulis, 1996: 39).
Adapun fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:
a.       Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar para anak didik.
b.      Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum, sudah barang tentu tugas guru atau pendidik sebagai pengajar dan pendidik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu komponen yang berinteraksi secara aktif dengan anak didik dalam pendidikan
Langeveld mengajukan lima komponen yang berinteraksi secara aktif dalam proses pendidikan, yakni:
a.       Komposisi tujuan pendidikan, sebagai landasan idiil pendidikan dan yang dicapai melalui proses pedidikan tersebut.
b.      Komponen terdidik, sebagai masukan manusiawi yang diperlukan sebagai subjek aktif dan dikenai proses pendidikan tersebut.
c.       Komponen alat pendidikan, sebagai unsur  sarana atau objek yang dikenakan kepada terdidik dalam proses pendidikan.
d.      Komponen pendidikan, merupakan unsur manusiawi yang membantu mengenalkan alat pendidikan kepada anak didik dan mengarajkan proses pendidikan menuju sasaran yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan.
e.       Komponen lingkungan pendidikan, sebagai unsur suasana yang membantu dan memberikan udara segar dalam proses pendidikan (Supeno, 1995: 42-43).
 Dari uraian di atas, keberadaan pendidikan (guru) memang sangat krusial dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan alat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan dapat meringankan sebagian tugas pendidik dalam proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, karenanya kurikulum mempunyai fungsi sebagai pedoman.
Sebagian pedoman, kurikulum dijadikan alat yang berfungsi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum suatu sekolah memuat uraian mengenai jenis-jenis program apa yang dilaksanakan di sekolah tersebut, bagaimana menyelenggarakan setiap jenis program, siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya, dan perlengkapan apa yang dibutuhkan.
Atas dasar itu, sekolah dapat merencanakan secara lebih tepat jenis tenaga apa yang masih dibutuhkan sekolah, keterampilan-keterampilan apa yang masih perlu dikembangkan di kalangan para petugas yang ada sekarang. Perlengkapan apa yang masih perlu diadakan dan lain-lain.
4.         Fungsi Kurikulum bagi Kepala atau Pembina Sekolah atau Madrasah
Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan para Pembina lainnya adalah:
a.       Sebagai pedoman dalam mengandakan fungsi supervisi, yakni memperbaiki situasi belajar.
b.      Sebagai pedoman dalam melaksanakan supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak kea rah yang lebih baik.
c.       Sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi dalam memberikan bantuan kepada guru atau pendidik agar dapat memperbaiki situasi mengajar.
d.      Sebagai seseorang administrator, menjadikan kurikulum sebagai pedoman untuk pengembangan kurikulum pada masa mendatang.
e.       Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar
(Soetopo dan Soemanto, 1993: 19).

5.         Fungsi Kurikulum bagi Orang Tua
Bagi orang tua, kurikulum difungsikan sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya. Bntuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah atau guru mengenai masalah-masalah yang menyangkut anak-anak mereka. Bantuan berupa pemikiran, materi dari orang tua atau masyarakat anak dapat melalui lembaga komite sekolah.  Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah.
Meskipun orang tua lelah menyerahkan anak-anak mereka kepada sekolah agar diajarkan ilmu pengetahuan dan didikan menjadi orang yang bermanfaat bagi pribadinya, orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama, namun tidak berarti tanggung jawab kesuksesan anaknya secara total diserahkan kepada sekolah alias pendidik (guru). Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari sistem kerja sama berdasarkan funsi masing-masing, yakni orang tua., sekolah dan guru atau pendidik. Karenanya, pemahaman orang tua mengenai kurikulum tampaknya menjadi hal yang mutlak.

6.         Fungsi bagi Sekolah Tinggi di Atasnya
Fungsi kurikulum dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua, yakni:
a.        Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan
1)      Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada sekolah yang berada dibawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya bagian tersebut diajarkan.
2)      Jika keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan dalam mempelajari kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada sekolah yang berada dibawahnya, sekolah dapat mempertimbangkan masuknya program tentang keterampilan-keterampilan ini kedalam kurikulumnya.

b.        Penyiapan tenaga baru
Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah yang berada dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami kurikulum sekolah yang berada dibawahnya itu. Pengetahuan tentang kurikulum sekolah yang berada di bawahnya berkaitan dengan pengetahuan tentang isi, organisasi atau susunan serta cara pengajarannya. Dengan harapan, hal itu akan membantu sekolah dan pendidikan dalam melakukan revisi-revisi dan penyesuaian kurikulum. Sebagai contoh, jika pengajaran IPA di SD atau MI menggunakan metode eksperimen, pelajaran tentang cara pelaksanaan metode eksperimen hendaknya lebih diinterprestasikan di SMP atau MTs; jika pada kurikulum SD atau MI telah diperkenalkan Matematika modern, pelajaran mengenai Matematika di SMP atau MTs hendaknya disesuaikan dengan pendekatan di SD atau MI dan seterusnya (Ibid: 20).

7.         Fungsi bagi Masyarakat dan Pemakaian Lulusan Sekolah atau Madrasah
Kurikulum suatu sekolah juga berfungsi bagi masyarakat dan pihak pemakaian lulusan sekolah bersangkutan (Ibid:21). Dengan mengetahui kurikulum suatu sekolah, masyarakat sebagai pemakai lulusan, dapat melaksanakan sekurang-kurangnya dua macam berikut:
a.       Ikut memberikan kontribusi dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak orang tua dan masyarakat.
b.      Ikut memberikan kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
Disamping mempunyai fungsi diatas, kurikulum juga memiliki fungsi lain yang tentu memiliki pendekatan berbeda dengan sebelumnya. Sebagaimana dikemukakan Alexander Inglis dalam bukunya Principle of Secondary Education (1981) sebagai berikut:
a.       The adjust fine of adaptive function (penyesuaian);
b.      The integrative function (pengintegrasian);
c.       The differentiating function (pembeda);
d.      The propaedeutic function (pemilihan);
e.       The selective function (pemilihan);
f.       The diagnostic function (diagnostik); (Hamalik, 1990: 9).

a)      Fungsi Penyesuaian
Anak didik hidup dalam suatu lingkungan, sehingga anak didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan tersebut. Lingkungan senantiasa berubah, tidak statis, bersifat dinamis, karena itu anak didik diharapakan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi dan keadaan perorangan. Program pendidikan harus diarahkan pada berbagai aspek kehidupan, saran dan juga usaha anak didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai individu, anggota masyarakat atau warga Negara.
Muhammad Fadilah al-jamali mengungkapakan bahwa pendidikan yang dapat disarankan dari Al-Qur’an berorientasi:
1)           Mengenalakan individu akan perannya di antara sesama makhluk dengan tanggung jawabnya di dalam hidup ini.
2)           Mengenalkan individu akan individu sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
3)           Mengenalkan individu akan alam ini dan mendorong mereka mengetahui hikmah diciptakannya alam, serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam.
4)           Menegakkan individu akan pencipta ala mini (Allah) dan memerintahkan agar beribadah kepada-Nya (al-jamali, 1986: 3).
Sebagai makhluk-Nya, anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Artinya, sebagian anggota masyarakat, indivudu mengemban tugas utama dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari sehingga ia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat secara menyeluruh, yang mana masyarakat itu selalu berubah dan dinamis. Sebagai khalifah fil ardhi, anak didik diharapkan mampu mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi kepada-Nya
b)       Fungsi Pengintegrasian
Dalam hai ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak didik anak agar mempunyai pribadi yang integral. Mengingat anak didik merupakan bagian integral dari masyarakat, pibadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
Kehidupan sosial selalu mengalami perubahan sebagai akibat kemajuan dan teknologi. Perubahan tersebut memunculkan beragam tuntunan kehidupan di berbagai aspek kehidupan manusia. Adanya perbedaan dan tuntunan kebutuhan yang beragam itu mengharuskan kurikulum mampu memprsiapkan anak didik yang terintegrasi, sehingga anak didik mampu berintegrasi dalam kehidupannya dan akan menjadi manusia  yang berarti nantinya. Dalam Al-Qur’an surat al-Ra’d [13]: 11, Allah Swt. Menyatakan: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Implikasinya, anak didik menjadi bagian integral dari masyarakat di mana pun ia berada. Kurikulum diharapkan mampu mempersiapkan anak didik agar mampu mengintegrasikan diri dalam masyarakat dengan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan cara berpikir yang dimiliki, sehingga ia dapat berperan dan member kontribusi kepada masyarakat.

c)        Fungsi Perbedaan
Kurikulum hendaknya dapat member pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada prinsipnya, perbedaan (diferensiasi) akan mendorong orang berpikir kritis dan kreatif, dan akhirnya akan menggerakkan kemajuan sosial dalam masyarakat. Bukan berarti dengan perbedaan tersebut solidaritas dan integrasi akan terabaikan, namun adanya diferensiasi bisa juga menghindari terjadinya stagnasi sosial.
Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang berbeda-beda, dan peran pendidikanlah untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada itu secara wajar, sehingga anak anak didik dapat hidup dalam masyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan pembangunan tersebut. Berkaitan dengan diferensiasi pada anak didik tersebut, sebuah hadis Nabi Saw. Mengungkapkan: “ Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia sesuai dengan potensi akalnya” (H.R Abubakar bin Asy-Syakir).
   Barangkali dapat di interpretasikan bahwa pendidikan dan kurikulum pendidikan harus di orientasikan kepada pengembangan potensi (yang berbeda-beda) dari ana didik, sehingga perlakuan (treatment) terhadap mereka sepatutnya mempertimbangkan perdedaan kemampuan dan potensi masing-masing.
   Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT. dengan tegas menyatakan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya (QS: Al-Baqarah [2]: 268) dan bahwa setiap orang itu beramal menurut tabiatnya (QS Al-Isra [17]; 84). K edua ayat tersebut menunjukan bahwa masing-masing individu itu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda sehingga masing-masing individu pantas dihormati dan dihargai sesuai dengan segala kelebihan (strengths) dan kekurangan (weakness)nya.
   Jadi, fungsi kurikulum sebagai pembeda dapat memberikan pelayanan kepada anak didik sebagai anggota ( calon anggota) masyarakat sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimilikinya, dengan tidak mgengabaikan solidaritas sosial masyarakat. Hal ini dapat dimulai dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relefan dan mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar yang mendorong anak didik (yang berbeda-beda tersebut) untuk berfikir kreatif, kritis dan berorientasi ke depan, seningga dapat berguna nantinya dalam kehidupan masyarakat nantinya.



d)       Fungsi Persiapan
Kurikulum berfungsi mempersiapkan anak didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jankauan yang lebih jauh, apakah anak didik melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan untuk belajar didlam masyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Hamali, 1990:11).  besiap untuk belajar lebih lanjut tersebut sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan anak didik, termasuk  dalam pemenuhan minat mereka.
Keberadaan kurikulum untuk mempersiapkan anak didik dalam memasuki dunia kerja juga menjadi perhatian para pengembang (developers) kurikulum. Anak didik yang karena alasan tertentu memasuki dunia kerja, membuat kurikulum pun juga tidak menutup kemungkinan memberikan pelayanan terhadap anak didik. Kalau kita perhatikan, kurikulum SMA atau MA merupakan contoh konkret fungsi persiapan. Kurikulum pada sekolah jenis ini pada perinsipnya didesain untuk memungkinkan anak didik umencari kerja dengan modal pengetahuan (ijazah) SMA. Lain halnya dengan kurikulum sekolah kejuruan, seperti STM yang memang sejak awal kurikulumnya didesain untuk dapat bekerja, walaupun sangat memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa kurikulum memiliki fungsi persiapan bagi anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih lanjut, namun dalam jenjang bidang, dan jenis sekolah tertentu sangat mungkin kurikulumnya didesain untuk mempersiapkan anak didik memasuki dunia kerja. Karenanya, kurikulum mempunyai fungsi persiapan (the propaedeutic function) bagi anak didik.

e)        Fungsi Pemilihan
Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa fungsi kurikulum adalah diferensiasi, yakni memberikan pelayanan kepada anak didik sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang ada pada dirinya. Antara keberadaan  (diferensiasi) dengan pemilihan (seleksi) merupakan dua hal yang erat sekali hubungannya. Pengakuan atas keberadaan mereka berarti ada keinginan untuk memberikan kesempatan bagi anak didik dalam memilih apa yang diinginkan  dan menarik minatny. Karenanya, dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut, kurikulum perlu disusun secara luas serta bersifat fleksibel dan luwes. Selain itu, kurikulum hendaknya dapat memberikan pilihan yang tepat sesuai dengan minat dan kemampuan peserta anak didik (Ibid: 11).

f)         Fungsi Diagnostik
Salah  satu aspek pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan anak didik agar mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Ini semua dapat dilakukan apabila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri mereka melalui eksplorasi dan prognosis, sehingga dia sendiri dapat memperbaiki kelemahan tesebut dan mengembangkan fungsi kurikulum dalam mendiagnosis dan mengembangkan fungsi kurikulum dalam mendiagnosis dan membimbing anak didik agar berkembang secara optimal (Ibid: 12).
Fungsi diagnosis adalah agar siswa dapat mengadakan evaluasi kepada dirinya dan menyadari semua kelemahan dan kekuatan diri sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkannya sesuai dengan kemampuan yanga ada, yang pada akhirnya dapat berkembang secara maksimal dalam masyarakat. Hal ini relevan dengan fungsi pendidikan islam, yakni menanamkan nilai-nilai insane dan nilai-nilai Ilahi peserta didik. Menurut Noeng Muhadjir (1987: 163), nilai budaya termasuk nilai insane, sedangkan nilai agama termasuk nilai Ilahi. Relasi antara kedua nilai tersebut menjadi linear-koheren, yang ada hubungan hierarkis dan etis yang menjadi rujukan dan pemandu semua nilai.
Pandangan itu didukung oeh Firman Allah Swt. Yang berbunyi: “ Oleh karena itu, berilah berita gembira  pada hamba-hamba-Ku (yaitu) yang mau mendengarkan al-Qaul (gagasan, ide tau pendapat), kemudian ia mengikuti yang paling banyak di antaranya (yang sesuai dengan petunjuk Ilahi)” (QS Al-Zumar [39]: 17-18). Implikasinya, semakin paham seseorang akan kedua fungsi (fungsi insane dan Ilahi), semakin mudah pula merealisasikan fungsi diagnostik pada kurikulum tersebut demi anak didik. Tentunya, fungsi diagnostik dalam kurikulum pendidikan sangat penting, terlebih lagi pendidikan islam.
B.       Peranan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan (peserta didik). Apabila dianalisis secara sederhana sifat dari masyarakat dan kebudayaan, di mana sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan operasinya, paling tidak dapat ditentukan tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat pokok atau krusial, yaitu:
1.    Peranan konservatif
2.    Peranan kritis dan evaluative
3.    Peranan kreatif
Ketiga peran tersebut sama pentingnya dan saling berkaitan, yang dilaksanakan secara kesinambungan.
1.         Peranan Konservativ
Kebudayaan sudah ada sebelum lahirnya suatu generasi dan tidak akan pernah mati meski generasi yang bersangkutan sudah habis. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah laku, bahkan kebudayaan terwujud dan didirikan dari perilaku manusia. Kebudayaan mencakup aturan yang berisi kewajiban dan tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak atau tindakan yang dilarang dan yang diizinkan. Semua kebudayaan yang sudah membudaya harus ditransmisikan kepada anak didik selaku generasi penerus. Oleh karena itu, semua ini menjadi tanggung jawab kurikulum dalam menafsirkan dan mewariskan nilai-nilai buda yang mengandung makna membina perilaku anak didik. Sekolah sebagai lambang sosial sangat berperan dalam memengaruhi perilaku anak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Jadi, kurikulum bertugas menyimpan dan mewariskan nilai-nilai budaya (Wiryokusumo dan Mulyadi, 1988: 7).
Dengan demikian, kurikulum bisa dikatakan konservatif karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda. Sekolah sebagai suatu lembaga sosial, sangat berperan penting dalam memengaruhi dan membina tingkah laku anak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dilingkungan masyarakat, sejalan dan selaras dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial.
Pada hakikatnya, pendidikan itu berfungsi untuk menjembatani antara siswa selaku peserta didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini, fungsi kurikulum menjadi sangat penting, serta turut membantu dalam proses tersebut.

2.         Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah sejalan dengan perkembangan zaman yang terus berputar. Sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diwariskan (Ibid: 8).
Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontol sosial dan menekankan pada unsur kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan  keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi serta dilakukan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
Maksudnya, kurikulum itu selain mewriskan atau mentransmisikan nilai-nilai kepada generasi muda, juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada. Apakah nilai-nilai sosial yang ada atau dibawa itu sesuai atau tidak dengan perkembangan yang akan dating serta apakah perlu diadakan perubahan atau tetap seperti aslinya.

3.          Peranan Kreatif
Kurikulum melakuakan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu dalam mengembangkan potensinya, kurikulum menciptakanpelajaran, pengalaman, cara berpikir, berkemampuan dan berketerampilan baru, sehingga meme=berikan manfaat bagi masyarakat (Ibid: 8).
Untuk itulah sekolah didirikan, yakni membantu dan membimbing anak didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sangat menghadapi segala masalah dalam hidupnya sesuai dengan tujuan dan cita-cita Negara. Oleh sebab itu, kurikulum membuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya kreatif dan konstruktif dalam rangka membantu anak didik mendapatkan materi pelajaran atau program pendidikan, pengalaman dan lain sebagainya. Kesemuanya itu guna membantu anak didik dalam mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang sehingga tercipta kehormatan di antara ketiganya. Dengan demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntunan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan dating, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.
Implikasi peranan diatas dalam praktik pendidikan dengan kurikulum yang digunakan adalah bahwa pendidikan memiliki cita-cita untuk mencapai suatu masyarakat yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut suatu bangsa dan selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum berupaya didesain agar dapat mengembangkan sains dan teknologi dengan tepat sehingga anak didik menjadi sumber daya manusia yang andal, anmaun tanpa kehilangan identitas bangsanya.

C.    MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model akan berguna jika mampu mengembangkan secara efektif dan efesien sejumlah data dan fenomena yang kompleks. Model mendapatkannya dari aspek-aspek tertentu terhadap domain teori secara total. Dengan kata lain, model ini memiliki  konsentrasi pada variable variable terpilih dan bagaimana ia saling berhubungan dengan teori.
Dalam kurikulum, seringkali di gunakan model dengan menggunakan grafik untuk menggambarkan elemen elemen kurikulum, hubungan antar elemen, serta proses pengembangan dan implementasi kurikulum.
Pada prinsipnya, pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu di imbangi dengan perkembangan pendidikan. Manusia, di sisi lain, sering kali memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima, menyampaikan dan mengolah informasi, karena keperluan proses pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi serta memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dalam merealisasikan di perlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Model kurikulum di antaranya
1.      Rarph tyler
Pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterprestasi kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan,dan untuk menggabungkan suatu kurikulum perlu menempatkan empat pertanyaan
a.       What educational purposes should the school seek to attain ( objectives)
b.      What educational experiences are likely to attain these objectives ( instructional strategic and content)
c.       How can these educational experiences be organized effectively ( organizing learning experiences )
d.      How can we determine these purposes are being attain ( assessment and evaluation )
2.      Hilda taba
Dalam pendekatannya taba menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan input pada setiap langkah proses kurikulum.
Secara khusus, taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi ( organisasi kurikulum yang logis ) dan individu pelajar ( psikologi organisasi kurikulum ) . untuk memperkuat pendapatnya, taba mengeklaim bahwa suatu kurikulum di susun dari elemen elemen dasar. Suatu kurikulum biasanya berisi beberapa seleksi dan organisasi isi, itu merupakan manifestasi dari bentuk bentuk belajar mengajar kemudian suatu program evluasi dari hasil pun akan dilakukan

Langka- langkahnya dalam proses pengembangan kurikulum menurut taba
Step 1 : diagnosis kebutuhan
Step 2 : formulasi pokok-pokok
Step 3 : seleksi isi
Step 4 : organisasi isi
Step 5 : seleksi pengalaman belajar
Step 6 : organissi pengalaman belajar
Step 7 : penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya

Agar lebih rasional dan ilmiah dalam suatu pendekatan, taba mengeklam bahwa keputusan pada elemen mendasar harus dibuat berdasarkan yang valid. Keriteria mungkin dating dari berbagai sumber yakni dari tradisi, tekanan social dan kebiasaan yang ada . berbagai perbedaan diantara pembuatan keputusan dalam kurikulum yang mengikutsertakan suatu pendekatan desain rasional merupakan kreteria dan pengambilan keputusan terdahulu yang berasal dari suatu studi terhadap factor-faktor penyusunan dasar kurikulum yang rasional.
            Taba juga mengungkapkan bahwa pengembangan kurikulum ilmiah atau rasional memerlukan penggabaran analisis terhadap msyarakat dan budaya, menpelajari anak didik dan proses pembelajaranya, serta menganalisis hakikat pengetahuan agar dapat menentukan tujuan tujuan sekolah serta hakikat kurikulum itu sendiri.
Kemudian, Taba mengklain bahwa jika pengembangan kurikulum menjadi logis, program yang teratur itu harus diuji secara tepat berdasarkan peraturan kurikulum yang dibuat dab bagaimana hal itu diterapkan. Buku ini disusun berdasarkan asumsi bahwa disana terdapat suatu keteraturan yang menghendaki suatu hasil yang lebih terencana dan dinamika yang lebih mengarah pada gambaran kurikulum. Taba meyakini bahwa cara yang tepat dalam pengembangan kurikulum perlu mengikuti tujuh langkah yang dikumukakan diatas.
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa sangatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan anak didik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa anak didik yang diingi
nkan dan diperlukan untuk belajar.
Model kurikulum Taylor dan Taba dikategorikan kedalam rational model atau objektives model.
a.       Kekuatan “rational models”
Keberadaan rational models yang logis strukuturnya menjadikannya sebagai dasar yang berguna dalam perencanaan dan pemikiran kurikulum. Model ini telah menghindari kebingungan, sebuah tugas yang susah dari perspektif kebanyakan pengembangan kurikulum. Para pendidik dan para pengembangan kurikulum yang bekerja dibawah model rasional (rational models) memberikan suatu jalan yang tidak berbelit – belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik. Pendekatan praktik untuk merancang kurikulum merupakan hal yang esensial dari model rasional ini.
Dengan menekankan pada peranan dan nilai tujuan – tujuan (objektives), model ini membuat para pengembang kurikulum bisa berfikir serius tentang tugas mereka. Fakta begitu banyaknya pengembangan kurikulum yang ada, menunjukan bahwa ini terjadi karena kekurangan pemikiran terhadap hasil yang dimaksudkan. Dengan menganjurkan agar orang – orang mengonseptual dan menyatakan  tujuan, pemikiran rasional disorong oleh suatu petunjuk yang jelas, sedangkan untuk perencanaan selanjutnya dibentuklah pendukung – pendukung pendekatan ini.
Dalam mengevaluasi proses kurikulum, suatu hal yang dapat diargumenkan adalah bahwa Taba telah mendapatkan sesuatu yang sifatnya rasional, yang menyokong pembangunan kurikulum, setidaknya dari perspektif rasional. mengunakan tata urutan pengembangan kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktifitas belajar, sampai akhirnya evaluasi atas sejauh mana tujuan-tujuan (objectives) itu dapat dicapai dengan pemikiran/rasio yang jernih sungguh merupakan daya tarik tersendiri.

b.      kelemahan “rational models”
kelebihan waktu telah membuat rational models memiliki kekurangan dalam hal pengembagan kurikulum. untuk pengukuran yang lebih besar, kelemahan yang tampak ini disebabkan karena perbedaan cara berpikir dan pendekatan kurikulunya, seperti halnya latar belakang pengalaman  atau kurangnya pengalaman yang dimiliki seorang pendidik. karena itu, pendidik yang tidak mempersiapkan diri untuk berpikir dan mengembangkan kurikulum. akibatnya, para pengembang (developers) cenderung merasa senang dengan modal dinamic atau modal interaksi (interactive model).
kelemahan utama ratinal model atau objective  model terletak pada ketidak jelasan akan hakikat belajar dan mengajar. Model ini  menspesifikasikan segala tujuan (objectives) yang akan dicapai, tetapi seringkali pembelajaran justru terjadi diluar tujuan-tujuan tersebut, dikarenakan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. sebagai contoh dalam kelas sains ( secience) tujuan membentuk basis atau dasar kurikulum yang kemudian di ajarkan. tetapi informasi baru muncul ( teori baru atau informasi yang lebih dari pengalaman-pengalaman dan pendekatan-pendekatan saat riset) yang berhubungan dan berguna bagi pengetahuan kurikulum. haruskah teori baru ini harus dimasukan jika tidak konsisten dengan tujuan-tujuan yang ada? apa dampaknya terhadap elemen-elemen kurikulum yang lain, khususnya evaluasi? jika kita masukan isi tersebut, apakah keberadaanya menjadikan tidak validnya suatu kurikulum? semua itu merupakan pertanyaan logis untuk menempatkan model objektif ( the objectives model) tersebut.jadi, keberadaan informasi baru telah mengubah pandangan kita dalam memahami keberadaan objectives model atau rational model ini.

c.  Kekuatan “ cycle modeles”
Disamping memasukan berbagai kematangan yang berhubungan dengan objektif models, cicle models juga mengatasi banyak ketidakberuntungan. kekuatan model ini berasal dari struktur logis kurikulum yang dikebangkannya. Sebagai contoh, model serupa dengan penekanan peranan yang juga serupa terhadap terhadap tujuan memerlukan seorang pengembang kurikulum yang mampu mengongsepkan tugas sebelum ada proses lebih lanjut . Dengan pemikiran rasional, besar kemungkinan akan menghasilkan kurikulum yang lebih efektif.

d.  Kelemahan “cycle models”
Sangat sulit mecari kurikulum ini, karena para pengembang kurikulum telah mengaplikasikan pendekatadan ini dengan sukses. Namun, para pengembang tetap saja ada yang mengindari penggunaan model ini karena pendekatan awalnya. Tidak seperti model lain yang bisa memulai darimana saja, model ini harus melakukan analisis situasi terlebih dahulu, kemudian beranjak keelemen – elemen kurikulum lainnya. Tetapi ketika model ini berkembang, sangatlah mungkin ada stimulus rubahan yang berasal dari elemen kurikulum. Sebagai contoh, ketika ada kebutuhan untuk memperbaiki model ini akibat ada isi yang berbeda dengan pendekatan belajar mengajar atau ada perubahan dikalangan anak didik, maka stimulus perubahan itu muncul dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

e.  Kekuatan “interaction model” atau “dynamic model”
Model ini merupakan cara realistic dalam mengenai pengembangan kurikulum. dengan menghindari keinginan menuliskan tujuan-tujuan yang bersifat perilaku dalam konteks tersebut, pengembangan akan bebas dan menjadi lebi kreatif.
Model interaksi juga menawarkan suatu pertimbangan fleksibilitas dalam melakukan tugas pengembangan kurikulum kepada para pengembang pendidikan kurikulum. kurikulum boleh memulai suatu komponen  atau point dalam proses kurikulum yang cocok dan relevan dengan kebutuhan mereka. Sedangkan interaction model merupakan refleksi realitas terhadap pengembangan kurikulum, walaupun kompleks dan membingungkan. Dengan merefleksikan situasi, khususnya disekolah, dapat diklaim bahwa disituasi yang lebih cocok dan pendekatan yang akurat sangat mendukung dalam mempelajari tugas-tugas pengembangan kurikulum.

f.  Kelemahan “interaction model”
Mengungkapkan kelemahan suatu model sangat tergantung pada persepsi dan preferensi seorang yang terlibat didalamnya. karena itu sangatlah susah mengungkapkan bahwa dinamik model memiliki kelemahan yang terletak pada kebingungan dan kekurangan jalan atau petunjuk (directive). Dengan pendekatan yang tidak sistematik, model pengembangan kurikulum ini pasti akan membingungkan dalam pelaksaannya sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan. Meski model ini merefleksikan realitas, namun pertanyaannya adalah apakah realitas harus bagus dan berguna.
pertanyaan yang sering dilontarkan para oposan model interaksi ini adalah: bagaimana anda akan pergi jika anda tidak tahu atau kurang petunjuk? jika tujuannya memberikan petunjuk, argumenpun akan mucul dan harus dinayatakan agar lebih efektif. Jadi kekurangan utama interaction model adalah kekurangan penekanan dalam menempatkan pembangunan dan  penggunaan objectives serta petunjuk yang diberikan . Kelemahan lain ada ada segi waktunya. dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang, membuang – buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.

  




Tidak ada komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda